Barang Lama, Wajah Baru

Barang Lama, Wajah Baru

Seandainya kita berbicara kiblat musik semisal pop, rock atau jazz, saya yakin teman-temen pasti sepakat kalo "Mekahnya" mengarah ke Amerika atau Eropa sana. Tapi, kalau musik tradisional "Mekahnya" itu bisa di mana-mana, terutama di negeri kita ini. Memandang musik tradisi sebagai sumber energi yang mengalirkan percikan ide baru memang sangatlah potensial. Jauh sebelum tahun 1975, para musisi Indonesia sudah mempraktikan hal ini, mencari peluang bagi terbukanya sebuah alternatif budaya musik yang tentu saja menjadi roh penggerak masanya yang tidak terputus kesinambungan sejarahnya.

Banyak komponis bereksplorasi dan membawa pengaruh dalam perkembangan musik tradisional di Indonesia, menggabungkan gaya daripada musik timur dan barat secara umum atau yang biasa kita dengar hari ini dengan istilah world music. Di antaranya adalah Guruh Sukarno Putra, Harry Roesli, dan tentu saja masih banyak nama dalam sejarah yang tak terhitung jumlahnya saat itu sudah mempertimbangkan banyak hal dalam proses kreatifnya. Yang perlu kita sadari bahwa tongkat estafetnya tembus sampai 25 tahun setelahnya dan masih relevan hingga sekarang.

Sebut saja Kua Etnika yang didirikan oleh Djaduk Ferianto, Butet Kartaredjasa dan Purwanto, sebuah kelompok seni yang melakukan penggalian musik etnik yang diolah dengan sentuhan modern. Lalu ada Sono Seni Ensamble yang merupakan kelompok musik bentukan I Wayan Sadra bersama sahabatnya, sebuah kelompok musik eksperimen yang mengeksplorasi berbagai kemungkinan. Selanjutnya Discus, sebuah kelompok musik progressive rock yang memadukan unsur-unsur musik rock, jazz, klasik, metal, dan musik tradisional Indonesia. Sambasunda yang terinspirasi untuk menuangkan orkestra gamelan gaya baru yang dipengaruhi oleh budaya Sunda seperti gamelan, degung Sunda, Tembang Sunda dan kacapi suling.


Malire | Kredit: Kompas.com

Tak berhenti di sana, sampai tahun 2000-an semangat eksplorasi di ruang ini masih sama dan makin terasa. Di antaranya Tohpati Ethnomission, I Wayan Balawan seorang gitaris jazz dengan teknik permainan gitar Touch Tapping Style yang membentuk Batuan Ethnic Fusion yang mengusung eksplorasi musik tradisional Bali. Belum lagi, Krakatau di album Mystical Mist dan Magical Match. Saratuspersen yang mengadaptasi gaya musik Sunda Bali dengan gaya barat secara umum, Authority band hardcore asal Bandung yang bereksplorasi dengan bebunyian kendang, tarompet dan bonang, serta segudang nama lagi di antaranya Gus Teja, Karinding Attack, Kuno Kini, Trisum, Malire, Paberik Bamboe, Ethnoprogresive sampai Pasukan Perang yang mencanangkan dirinya orkes heavy dangdut progresif yang sarat akan ritmik Jawa Barat dalam komposisi lagunya.

Sendy Novian.

Hidupnya yang selalu berpindah-pindah (nomaden) kini sudah menemukan tambatan hatinya. Mau pensiun dini jadi vokalis di Parahyena maunya cukup bermain guitalele aja, masih aktif bermain perkusi di Syarikat Idola Remaja dan kini menjabat bendahara blok perumahan di bilangan Rancaekek. Freelancer yang free banget.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner