Barang Lama, Wajah Baru

Barang Lama, Wajah Baru

Sebagaimana kita ketahui bersama, musik tradisional merupakan musik yang hadir, tumbuh dan berkembang dalam sebuah lingkungan masyarakat. Ia lahir secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya. Keberadaannya hingga saat ini masih melekat dan selalu ada di hati para pengagumnya. Karakter yang khas biasanya terletak pada tangga nada, wujud alat musik, teknik memainkan, dan isi lagu sekaligus bahasa sebagai jati diri yang merupakan wujud dari sebuah ekspresi masyarakatnya.  

Sebetulnya, jika kita bisa memilih di mana kita lahir, mau di belahan bumi manapun, kemungkinan berjumpa dan bersentuhan dengan ragam corak musik tradisional sangatlah besar. Jika masih belum yakin dengan ini, silahkan buka situs ethnocloud.com atau worldmusic.net, di situ teman-teman bakal bertemu dengan ragam jenis musik tradisional dari seluruh penjuru dunia yang terklasifikasi berdasarkan wilayah atau benuanya.

Dalam musik tradisional, transformasi memang bisa terjadi. Dalam perjalanannya, mungkin saja muncul stagnasi. Ia tumbuh dalam suatu proses budaya yang terus menerus bertunas dalam kebiasaan (konvensi), inovasi dan lain sebagainya. Rupa-rupanya, proses inilah yang membuat musik tradisi selalu menemukan nilai-nilai barunya, musik tradisional hadir bukan sebagai barang antik melainkan cerminan proses semangat zaman yang berupaya mempertahankan nilai-nilai kelokalannya dari konsekuensi persaingan tidak berimbang antara budaya musik lokal ketika dihadapkan dengan budaya global.

Bicara soal musik tradisional, saya jadi teringat mang Dodi Darmadi, seorang seniman asal Pasirluyu, Bandung yang kini menetap di Adelaide, Australia. Beliau pernah bilang seperti ini, "Sen.. Hirup tanpa musik teh lir ibarat ka Mekah tapi teu ka Madinah" ("Sen, hidup tanpa musik itu ibarat ke Mekah tapi tidak ke Madinah"). Sebuah analogi yang terdengar guyon namun terkesan iya dan apa adanya. Musik bisa hadir dalam segala sendi kehidupan tanpa terkecuali, apapun jenisnya, menjelma menjadi apa saja, kapanpun dan di manapun kita berada, paling sederhana untuk menghibur rasa sepi atau sekadar seru-seruan.

Sendy Novian.

Hidupnya yang selalu berpindah-pindah (nomaden) kini sudah menemukan tambatan hatinya. Mau pensiun dini jadi vokalis di Parahyena maunya cukup bermain guitalele aja, masih aktif bermain perkusi di Syarikat Idola Remaja dan kini menjabat bendahara blok perumahan di bilangan Rancaekek. Freelancer yang free banget.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner