Band Baru Sering Dipolitisasi Festival Besar

Band Baru Sering Dipolitisasi Festival Besar

"Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan untuk menjadi sukses, namun jika suatu saat nanti kamu sukses, berilah mereka kesempatan yang sama" - Harry Koi

Jika kita bertanya kepada band-band baru perihal adakah politisasi yang dilakukan pihak penyelenggara acara-acara musik besar berskala festival kepada mereka selama ini? Saya yakin akan banyak dari mereka yang menyatakan bahwa hal tersebut benar-benar terjadi, atau bahkan kerapkali dilakukan secara disadari ataupun tidak disadari oleh pihak penyelenggara festival-festival besar di negeri ini. Berita ini saya angkat tentu saja berdasarkan hasil yang pernah dialami, atau berdasarkan cerita yang sebelumnya saya sendiri sudah sering dengar di beberapa obrolan warung kopi, hingga sesaat sebelum masuk studio musik, bahkan saat saat gogon (gosip-gosip underground-red) santai di ruang-ruang kolektif, bersama beberapa teman di beberapa kota di Indonesia.

Seperti yang kita ketahui bahwa kurang lebih dari 5 tahun belakangan ini di Indonesia semakin banyak band-band baru dan festival musik berskala besar, yang mulai bermunculan ke permukaan, dan bahkan sukses mendapatkan perhatian para penggiat/penikmat musik dari seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Tidak jarang juga dari kalangan para pengusaha industri menengah hingga raksasa, atau bahkan kalangan pejabat negara, yang kini sudah mulai berani ikut andil memperlihatkan ketertarikan mereka terhadap bermunculannya band-band baru juga berkembangnya geliat festival musik di indonesia.

Namun seiring bermunculanya band-band baru potensial di Indonesia saat ini, sering kali membuat para penyelenggara festival kebingungan memilih nama-nama band baru mana saja yang cocok/layak untuk diundang/diberikan kesempatan tampil di acara ‘bergengsi’ yang akan mereka selenggarakan. Menurut saya hal ini lah yang sebenarnya menjadi asal muasal band-band baru sering ‘dipolitisasi’ festival besar di negeri ini. Bagaimana mungkin itu bisa terjadi ? "Hehe, sangat mungkin bro". Mari kita mulai.

Pada dasarnya ada banyak sekali band-band baru yang bermunculan saat ini di seluruh Indonesia, dan tidak sedikit dari mereka sebenarnya berpotensi untuk menjadi besar/mampu bersanding dengan nama-nama yang betebaran di poster-poster/media promosi festival-festival musik Indonesia saat ini. Dari sekian banyak band yang berpotensi menjadi besar tersebut, setidaknya mereka pasti memiliki mimpi untuk bisa main di festival-festival skala besar, yang tentu saja bergengsi, seperti bermimpi suatu saat akan tampil dihadapan ribuan, puluhan ribu, atau bahkan ratusan ribu orang. Keinginan merasakan pengalaman memainkan karya ciptaan mereka sendiri dengan kualitas sound ratusan ribu watt, berkolaborasi, atau bahkan bisa tampil memukau tepat sebelum beberapa band besar yang mereka idolakan naik di panggung yang sama, atau mimpi sederhana mengenai mendapatkan kesempatan yang sama dengan band besar di festival tersebut, untuk dipromosikan dengan baik melalui promotion tools yang dimiliki oleh pihak penyelenggara festival.

Berdasarkan dari kondisi tersebut pihak penyelenggara festival biasanya mulai meng-observasi band/musisi, menawarkan bahkan memberikan dukungan juga harapan bagi band/musisi tersebut. Yah semacam mulai mengiming-imingi manggung di sebuah festival besar, bak seorang pahlawan, yang tanpa disadari bahwa kondisi tersebut sebetulnya tentu saja dapat menjadi peluang dan kesempatan besar bagi pihak penyelenggara festival untuk mendapat "keuntungan". Seakan berniat mengolah keberagaman yang potensial dengan output dapat bermain di festival mereka, namun akhirnya disepakati dengan berbagai pertimbangan dan negosiasi yang se-nego-negonya.

Apalah daya bagi mereka sebagai band baru untuk kuasa menolak tawaran tersebut, karena bermain di festival besar pun adalah sebuah mimpi dan kesempatan besar bagi karir dan eksistensi mereka. Namun yang disayangkan adalah sering kali pihak penyelenggara festival pada kenyataannya memberikan "kesempatan yang di politisasi", terlepas dari band-band baru tersebut dibayar atau tidaknya oleh pihak penyelenggara, karena disini saya tidak sedang membicarakan persoalan salary dalam bentuk materi. Jika begitu, lantas seperti apa yang dimaksud ‘kesempatan yang di politisasi?’

Harry Pangabdian Maulana Yusuf

Harry Pangabdian Maulana Yusuf or commonly known as Harry Koi. Born in Bandung on November 13, 1988.

He is the drummer for several bands, including; Under The Big Bright Yellow Sun, The Triangle, Trou, Diocreatura, Ansaphone, Spaceandmissile, Arch of Cinema and Helmproyek. He is also a Handpan Player group in Balaruna, Percussionist for Touch and Play Indonesia & Orokaya The Rhythm of Sunda.

Apart from playing music, Harry Koi is also active as a creator / activist of several performing arts subcultures such as Theater, Dance and Visual Arts

He ever performed music performances or performing arts performances in several countries such as; India, Malaysia, New Zealand, Australia, Netherlands, Belgium, and Sweden.

In 2018, he recorded with a band called Possimiste (Iceland) band for the album 'Youniverse' which will be released in 2021.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner