Audio Visual Sebagai Suatu K

Untuk film lokal, soundtrack atau backsound film yang nempel di kepala saya adalah dari "Pengabdi Setan", atau film-film yang diperankan oleh mendiang Suzzanna. Pensuasanaan yang terbangun lewat musiknya masih terngiang di kuping saya, sebagaimana scoring film "Omen" yang dulu membuat saya tidak bisa tidur beberapa hari setelah menontonnya. Kadang, musiknya yang justru lebih menghantui dari pada adegan film tersebut.

Di era internet seperti sekarang ini, saya sering kali menapak tilas film-film tersebut dan mencoba menontonnya dengan mematikan suara. Hasilnya adalah sensasi yang didapatkan sangat berbeda dengan kesan dari atmosfer dari musik pengiring plot atau adegan. Beberapa adegan film horor Indonesia yang dulu saya tonton di televisi, yang dulu memberi kesan sangat mengerikan malah berbalik 180 derajat. Saya tertawa terpingkal-pingkal menyaksikan beberapa adegan yang dulu membuat saya ketakutan "setengah hidup".

Saya sendiri memang mengumpulkan rilisan fisik original soundtrack atau scoring dari film-film yang bagi saya esensial. Beberapa yang saya kumpulkan adalah "Godfather" (yang versinya cukup banyak), "Star Wars", "A Space Odyssey", atau "A Clockwork Orange" yang digarap oleh para komposer, sampai beberapa soundtrack yang memang diisi oleh band-band atau solois, contohnya seperti "Trainspotting", "Lost in Translation", "Spawn", "24 Hour Party People" atau "Juno". Saya berharap ada juga yang merilis album fisik scoring atau original soundtrack dari film-film Indonesia dari era '80-'90an, karena memang beberapa scoring atau soundtrack di era itu banyak yang berkualitas, contoh konkretnya adalah kaset Badai Pasti Berlalu. Saya sendiri lupa adegan-adegan di film tersebut, tapi soundtrack-nya nyangkut banget sampai saat ini dan masa yang akan datang.