Arah Dandan, Atribut dan Gono-Gini Rockabilly

Arah Dandan, Atribut dan Gono-Gini Rockabilly

Genre musik yang menempatkan setara pentingnya antara keahlian bermusik dengan kepakaran berdandan salah satunya—atau malah satu-satunya—adalah Rockabilly. Perhatikan saja dari generasi lawas dan mutakhir: Elvis Presley, Jerry Lee Lewis, Wanda Jackson, dan Stray Cats. Atau wakil utama Rockabilly asal Indonesia: The Hydrant. Bermusiknya jago, berdandannya perfect-o.

Mari kita bahas lebih ke sisi fashion serta segala atribut, pernak-pernik, serta gimmick yang mengitarinya.

Rockabilly itu identik dengan rambut klimis, tampil necis, sepatu mengkilat, dan segala sesuatu yang mencerminkan tingkat sadar busana berlebih. Belum lagi, terutama lelaki, kebiasaan selalu siap dengan sisir di kantong. Untuk memastikan rambut selalu tertata rapi. Bahkan saat masih rapi pun tetap saja dirapikan kembali. 

Arah Dandan


Kiri ke kanan: Marshello, Vincent, Adi, Chris | Foto: Erick Est

Perhatikan foto Pompadour Four (nama lain The Hydrant) di atas saat mereka di Wina, Austria. Tersimak ada tiga kiblat dandan: Adi dan Vincent bergaya Hepcat, Chris Greaser, lalu Marshello, well, mari namai dengan “Rockabali”.

Hepcat merujuk pada subkultur di tahun 1940an. Pelaku skena jazz menyebut dirinya sebagai “Hepcat” lengkap dengan unggah-ungguh busana nan khas: baju bowling, rompi sweater motif argyle, celana bahan, blazer bercorak, sepatu creepers.

Gaya busana Greaser menyeruak pada pasca Perang Dunia II. Dipopulerkan awalnya oleh anggota geng motor dengan identitas lugas: kaos, jaket kulit, jins (kerap digulung hingga mata kaki), dan boots. Sudah nonton Grease? Danny Zuko (John Travolta) dan geng T-Birds, arah dandannya Greaser totok.

Rockabali, nah, ditajuki demikian sebab kuat cengkok busana tradisional Bali. Ornamen di pundak, di lengan bawah, dan di sana-sini, mengadopsi kostum penari pria Bali. The Hydrant pertama kali mengenakannya April 2016 kala tampil di Viva Las Vegas. Niatnya memang hendak menonjolkan bahwa mereka bumiputra Bali. Juga ini semacam menelusuri langkah yang telah ditempuh oleh orang-orang keturunan Meksiko yang bermukim di Amerika Serikat. Pelan tapi pasti mereka berhasil memasukkan unsur-unsur Meksiko ke lingkup rockabilly. Salah satu tokoh yang berjasa menyisipkan unsur Meksiko ke orbit rockabilly adalah Ritchie Valens. Lewat tembang paling populernya, “La Bamba”, rockabilly kemudian keracunan gono-gini Meksiko. Yang paling menonjol di skena rockabilly di antaranya adalah tengkorak gaya Meksiko (sugar skull—untuk perayaan "Dia de los Muertos") yang banyak disablon di atas kaos atau dibordir di kemeja serta menjadi motif rajahan/tattoo.

Semoga langkah kecil Marshello dan Rekan memperkenalkan arah dandan Rockabali berevolusi membesar di masa depan.

Rudolf Dethu memiliki beragam profesi. Mulai dari manajer band, penulis buku, jurnalis, pengamat musik, aktivis gerakan sosial kemasyarakatan, koordinator program kesenian, sempat menjadi penyiar radio cukup lama, pun menyandang gelar diploma di bidang perpustakaan segala.

Pernah ikut menyelenggarakan salah satu festival industri kreatif terbesar di Indonesia, Bali Creative Festival, selama 2 tahun berturut-turut. Namanya mulai dikenal publik setelah turut berperan membesarkan Superman Is Dead serta Navicula.

Belakangan ini, Dethu disibukkan utamanya oleh 3 hal. Pertama, Rudolf Dethu Showbiz, band management yang mengurusi The Hydrant, Leanna Rachel, Manja, Athron, Leonardo & His Impeccable Six, Negative Lovers, dan Sajama Cut. Kedua, Rumah Sanur - Creative Hub, di mana ia menjadi penyusun program pertunjukan musik dan literatur. Ketiga, MBB - Muda Berbuat Bertanggungjawab, forum pluralisme yang mewadahi ketertarikannya pada isu kebinekaan dan toleransi.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner