Apakah Bermain Musik Metal Itu Bebas dan Tanpa Aturan? (Bagian 3)

Apakah Bermain Musik Metal Itu Bebas dan Tanpa Aturan? (Bagian 3)

Yeah… Akhirnya sampai juga di bagian terakhir. Ulasan tentang sekelumit persoalan musik metal, termasuk di dalamnya persoalan musikal dan estetika sudah diuraikan di bagian satu dan dua. Nah, mungkin bagian ke-tiga ini jadi kelanjutan sekaligus konklusi dari apa yang telah kita bicarakan sebelumnya, yaitu jawaban tentang apakah musik metal itu dapat dikategorikan musik atonal.

BACA JUGA - Apakah Bermain Musik Metal Itu Bebas dan Tanpa Aturan? (Bagian 2)

Intro

Sebelum melangkah lebih jauh, saya akan coba merangkainya dari pengertian “atonal” (atonality). Satu sumber cukup jelas mendeskripsikan musik atonal sebagai satu jenis gaya komposisi  yang menghindari pusat tonal atau nada dasar (Ammer:2004). Sesungguhnya, musik tonal dan musik atonal (secara harfiah: tanpa tonalitas) adalah hanya persoalan tingkatan akor saja, lebih sederhananya perpindahan akor tidak selalu berakhir pada basic key. Jadi, jangan harap teman-teman akan merasakan perasaan “selesai” dalam musik jenis ini, seperti yang biasa kita dengarkan pada musik populer. FYI, orang pertama yang menyelesaikan komposisi musik atonal adalah seorang komposer asal Jerman bernama Arnold Schoenberg dan ditulis pada tahun 1909. Ah sudahlah, jadi terlalu serius. Jika penasaran dengan musiknya, tinggal dilihat saja di kanal berbagi video.

Hasil gambar untuk schoenberg
Arnold Schoenberg - Foto: UCLA Newsroom

Verse
Kembali ke bahasan… Berdasarkan pemaparan tersebut, setidaknya mungkin teman-teman sudah bisa menerka, musik metal itu tonal atau atonal ya? Agar lebih jelas, saya coba pilihkan uraian beberapa genre yang menurut saya akan membantu menjawab pertanyaan tadi.

Subgenre pertama adalah black metal. Istilah ini muncul di tahun 1980 dan mengacu pada musik yang dimainkan oleh band-band seperti Venom, Bathory, dan Hellhammer yang menampilkan citra satanik dalam lirik-liriknya. Pengembangan musik yang dilakukan oleh band-band Norwegia seperti Emperor, Mayhem, Burzum dan Darkthrone pada awal tahun 1990 melahirkan bentuk musik yang lebih khas dari awal kemunculannya, yang kemudian dikenal Second Wave Of Black Metal. Saat mulai ada unsur komersil, banyak band yang kemudian menyertakan synthesizer oleh band-band seperti Dimmu Borgir dan Cradle Of Filth.

Ciri khas lainnya ialah dominannya elemen orkestra yang dihasilkan dari suara harpsichord, violin, organ, choir, bahkan suara vokalis perempuan. Black metal dapat diidentifikasi dari tipe vokal yang shrieking dengan nada tinggi, tempo yang sangat cepat, dan ketukan drum blast beat. Biasanya, gitar diset dengan tuning standar, riff berdasar dari tangga nada modal. Tidak jarang juga tangga nada kromatik dan interval disonan digunakan. Riff gitar seringkali menggunakan pola not 1/16 yang dimainkan dengan teknik tremolo picking.


Mayhem - Foto: www.themetalchannel.net

Hinhin Agung Daryana atau yang lebih dikenal dengan sebutan Hinhin Akew adalah salah satu tokoh yang sudah bergelut di ranah musik bawah tanah sejak tahun '90an. Ia merupakan seorang gitaris dan akademisi yang fokus mengajar hal-hal yang berkaitan dengan musik. Hari ini, ia aktif dan bermusik bersama Nectura dan Humiliation.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner