Aku Berkarat Seperti Besi
Ketika mendengarkan musik industrial ini, saya nyaris sendirian. Saat itu, saya hanya punya dua kawan, Ook dan Bejo, yang bisa diajak rembug tentang musik industrial. Ook bahkan sempat bikin band industrial metal bernama Grindpeace yang musiknya into Godflesh. Selebihnya, kawan-kawan tongkrongan saya yang lain masih setia mendengarkan musik keras yang lebih “easy listening” kayak metal, hardcore dan punk. Di tengah lingkaran mereka, kami bertiga yang suka industrial itu nyaris seperti kumpulan bocah nerd dan geek. Untungnya kami semua masih akur kalau muter Fear Factory dan Rammstein, dua nama paling paten dalam mengaduk adonan metal dan industrial.
Referensi tentang musik industrial kala itu hanya ada sedikit sekali. Kadang saya temukan informasinya lewat majalah Hai (di situ saya jadi tahu kalau Nine Inch Nails tampil penuh lumpur pada panggung Woodstock ‘94) atau stasiun MTV dan VH1 yang sesekali masih muter video klip band industrial rock (kawan seumuran saya pernah nonton video Thieves-nya Ministry). Kalau stasiun radio kayaknya tidak begitu akrab dengan playlist industrial. Sisanya ya kabar dari majalah musik, zine, dan katalog rekaman dari luar negeri. Sampai kemudian kita akhirnya mengenal internet di era 2000-an yang bikin dunia ini semakin terbuka sekaligus terlipat. Sejak itu, semuanya menjadi lebih mudah dan praktis. Sekaligus mulai tidak menarik lagi untuk diceritakan. Sori.
Nine Inch Nails | Fans Share
Ketika suatu kali menonton konser underground di GOR Saparua Bandung pada tahun ‘97, saya bersama kawan-kawan sempat berkenalan dengan salah seorang personel Helm Proyek. Entah bagaimana detil ceritanya, kami langsung klop dan ngobrol banyak soal musik industrial. Dia merekomendasikan banyak nama yang masih asing di telinga kami yang minim referensi. Untungnya dia tidak menyerah begitu saja menulari kami soal musik industrial. Saya lalu dikasih kaset rekaman “rumahan” (sebut saja mixtape) berisi lagu-lagu yang tidak pernah ada di toko kaset seperti materi album Pretty Hate Machine (Nine Inch Nails), Psalm 69 (Ministry), Antichrist Superstar (Marilyn Manson), sampai Angst (KMFDM).
Seperti itu biasanya beberapa remaja yang baru kenal bisa sangat girang dan langsung akrab hanya karena mereka semua ternyata memiliki pegangan “agama” yang sama. Bahkan kaset mixtape itu lumayan mencerahkan kuping saya dan kawan-kawan sealiran di Malang. Kerap kami setel bareng di kamar sampai pitanya kusut dan sudah hilang entah ke mana. Terima kasih banyak buat…ngngng, siapa ya namanya tadi?!
Jujur, selama bertahun-tahun saya sempat lupa siapa nama personel Helm Proyek tadi. Untungnya hampir dua dekade kemudian kami dipertemukan kembali lewat internet dan media sosial. Justru dia duluan yang masih ingat soal kaset mixtape-nya tadi. Ya, usut punya usut ternyata dia adalah Adhit Android, yang masih aktif di Helm Proyek dan juga sound engineer untuk rekaman album-album lokal Indonesia. Sampai sekarang kami berdua masih suka berkomunikasi baik lewat Twitter maupun Instagram.
Comments (1)