4.20 Mari Kita (Tidak) Mengganja: Kumpulan Lagu Anti Ganja Era 70-an

4.20 Mari Kita (Tidak) Mengganja: Kumpulan Lagu Anti Ganja Era 70-an

“Istana Kepresidenan akan mempelajari usulan dewan parlemen untuk melegalisasi ganja dan menjadikan komoditas tersebut sebagai andalan ekspor,” isu ini masih dibahas oleh media di pembuka tahun 2020. Atas ide seorang anggota Komisi VI DPR RI fraksi PKS bernama Rafli Kande, salah satu Dapil Aceh yang membawa wacana budidaya dan pemanfaatan ganja Aceh sebagai bahan baku kebutuhan medis berkualitas ekspor kepada presiden Joko Widodo saat rapat kerja dengan Kementrian Perdagangan di Jakarta beberapa waktu lalu. Tentunya pro dan kontra pun terjadi, jujur usulan tersebut tentunya cukup mengejutkan khususnya di Indonesia mengingat secara historikal posisi ganja tak pernah mendapatkan dukungan sebelumnya.

Sebenarnya, saya tidak akan membahas lebih dalam mengenai wacana ini, namun ada hal menarik lainnya mengenai hubungan antara anak muda dan ganja, khususnya terkait dengan budaya populer di Indonesia. Musik adalah kendaraan paling kasual dalam tatanan budaya populer sejak dahulu, maka ada sebuah fenomena menarik perihal hubungan antara anak muda dan ganja di dalamnya. Peta ini dapat ditelusuri semenjak hadirnya orde baru di Indonesia mengingat orde baru membuka keran masuknya kembali budaya barat masuk ke Indonesia. Hal ini telah saya bahas bersama rekan saya David Tarigan dalam sebuah siniar bertajuk “Siniar DNA #4: Tembang Nasional Anti Gandja” tahun lalu. Sebelum kita bahas lebih jauh tentang fenomena tersebut, ada baiknya kita tarik kembali sejarah hadirnya ganja di Indonesia dan mengulas sedikit tetek bengeknya. 

Tercatat tiga bukti otentik hadirnya ganja di Nusantara, satu di antaranya ada pada relief Candi Kendalisodo yang berada di Gunung Penanggungan, Mojokerto. Disinyalir relief bergambar daun ganja ini berhubungan dengan ritual keagamaan umat Hindu saat itu, namun sampai saat ini semua masih dalam penelitian, jadi apabila daun tersebut adalah benar relief daun ganja maka di Pulau Jawa jauh lebih tua mengenal tanaman ganja dibandingkan dengan Aceh. Bukti lainnya ada pada manuskrip kuno bernama Kitab Tajul Muluk yang ditemukan di Aceh. Sebuah kitab berbahasa Arab ini dibawa masuk ke Aceh oleh saudagar dan pedagang dari Persia serta Negeri Rum (Turki) di abad 16, disebutkan khasiat ganja untuk mengobati beberapa penyakit dan bumbu dalam masakan. Bukan hanya di Aceh, jejak ganja juga tercatat di Maluku, khususnya Ambon. Ahli botani Jerman-Belanda, G. E. Rumphius pada tahun 1741 menulis buku berjudul Herbarium Amboinense. Dalam buku itu, ganja digunakan oleh masyarakat Maluku untuk kepentingan ritual dan pengobatan. Selama beratus tahun, ganja dimanfaatkan oleh masyarakat Nusantara untuk kepentingan ritual, pengobatan, bahan makanan dan pertanian.

Lahir di Bandung 28 Juni 1977, mengawali karir bermusik bersama Harapan Jaya sebagai vokalis sejak 1996 hingga band ini diyatakan bubar. Membuat Teenage Death Star sebagai gitaris bersama Sir Dandy di tahun 2002. Sejak 2005 hingga 2012 menjabat sebagai Feature Editor di Trax Magazine. Pada tahun 2013 hingga sekarang membentuk Yayasan Irama Nusantara. Sebuah Yayasan pengarsipan musik populer Indonesia pra kemerdekaan hingga 1980 (sampai saat ini).

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner