RANGGILA
RANGGILA
Waktu si Didin duduk denganku, aku sedang makan kue. Kataku padanya : "Kamu bisa membuat aku pelit". "Gimana caranya?" Tinggal minta kue ke aku, terus akunya gak ngasih. Didin ketawa dan katanya : "Mudah ya?". Ya mudah.
Kau tau kenapa aku botak?. "Udah takdir, Ayah". Bukan ih! Tapi sengaja, biar kamu menjadi kurang ajar kalau kamu bilang aku botak! Kau tau kenapa aku merasa lebih suka ngaku jelek sejak awal? "Kenapa, Yah?". Biar kalo ada yang bilang aku jelek, maka bagiku orang itu bukan sedang menghinaku, melainkan sedang mendukung pernyataanku.
Didin tersenyum. Kenapa kau tersenyum, Didin? "Karena ingin, Ayah". Ya, atau mungkin karena kau tau ada aku, sebab kalau kau senyum-senyum sendiri Mama mu akan bilang kamu gila.
Kamu harus berterimakasih kepada orang yang menciptakan handphone, Didin. "Iya, banyak manfaatnya". Banyak, termasuk berkat handphone orang yang ngomong sendiri sekarang sudah tidak lagi disebut gila.
"Kenapa orang gila suka jalan telanjang, Ayah?". Kukira dia tau, buat apa pake baju, toh sudah gak akan ada yang mau. "Iya".
Sekarang, kamu harus mikir, Didin. Lihat kita, yang katanya normal ini. Justeru malah membuang sampah sembarangan. Orang gila, kau tau? Dia tidak, dia membuang sampah ke rambutnya. Dan juga selalu senyum, ramah sekali dia itu, bahkan ketika tidak ada orang.
Comments (3)