BERSAMA HERU AJID 2
"Patah hati itu, Heru, adalah juga potensi. Setidaknya dengan itu kamu bisa membuat puisi, bisa membuat lagu. Tidak selalu harus hal baik atau hal positif yang harus engkau salurkan. Hal-hal buruk pun sama, harus, Heru, biar tidak menggenang di tempatmu"
Mendengar kata-kataku, Heru Ajid harusnya nangis, tetapi tidak. Dia pergi ke dapur, untuk lalu kembali membawa sepiring nasi, 2 potong ayam goreng dengan sambal di sisi piringnya. "Makan, Yah", katanya sambil duduk lagi di kursi ruang tamu. Kukira dia lupa kalau ini rumahku. Tapi harus maklum, Heru Ajid sudah terlampau berlebihan menganggap ini sebagai rumahnya sendiri.
"Tadi, pas makan kue, kamu malu. Kok kalau makan enggak?", aku nanya Heru Ajid. "Kalau makan mah prinsip, Yah. Kalau malu, bisa bahaya", katanya, "Yah, kenapa orang sakit?". Dia nanya. "Karena, ya, hatinya masih berfungsi, Heru". Hmm. Oke.
Atau sakit hati itu, karena kau nikmati, kalau tidak, sudah sejak lama akan kau abaikan. Kukira, masalah adalah apa yang kita anggap masalah, jika tidak, maka bukan. "Ayah, pernah disakiti oleh cewek?", Heru Ajid bertanya sambil ngunyah. "Pernah, Heru, tapi cintaku kepadanya, yang lebih besar dari itu, langsung bisa membantuku menyembuhkannya". Heru Ajid langsung memandangku dan senyum.
(Bersambung)
Comments (8)