Wawancara Eksklusif, Blak-Blakan Personil Cokelat Tentang Indie Movement

Wawancara Eksklusif, Blak-Blakan Personil Cokelat Tentang Indie Movement

Delapan tahun tak begitu terdengar gaungnya di industri musik Indonesia, ditambah lagi dengan beberapa personil terdahulunya yang hengkang, banyak orang menyangka Cokelat sudah membubarkan diri. Tetapi, pada 26 Mei 2016 yang lalu, Cokelat yang kini berformasi Edwin (gitar), Ronny (bass), dan Jackline (vokal), kembali membuktikan eksistensinya dengan perilisan album #Like! yang mereka pertanggungjawabkan isinya di hadapan khalayak saat Pengadilan Musik #4.

Seperti apa transformasi yang dilalui Cokelat dalam hiatus panjangnya? Berikut ini wawancara eksklusif tim Djarum Coklat dengan ketiga personil band tersebut sesudah mereka terlepas dari ‘dakwaan’ jaksa di ‘persidangan’.

Deskripsikan perasaan Cokelat mengenai Pengadilan Musik barusan dalam tiga kata.
Seru, cerdas, berani.

Apa inovasi yang Cokelat bikin sekarang, yang berbeda dari Cokelat yang dulu?
Pertama, terobosan besar yang dibuat Cokelat setelah 19 tahun berada di mayor label adalah sekarang kami bergerak secara indie. Alasannya, karena menurut kami ini merupakan salah satu cara untuk tetap eksis dan tetap meriliskan album. Tapi, bukan berarti Cokelat jadi anti-mainstream atau tertutup pada mayor label. Bisa dibilang, ini adalah terobosan awal terhadap pergerakan penjualan album ini. Yang kedua, pastinya terobosan kami hadir dalam bentuk album terbaru. Album #Like! ini dirilis dengan konten-konten yang menarik, di samping personil Cokelat yang kini hanya kami bertiga. Ini juga merupakan album pertama Jackline setelah lima tahun bergabung dengan Cokelat.

Apa perbedaan yang Cokelat rasakan antara sebelumnya berada di mayor label yang istilahnya lebih ‘termanjakan’ dengan pergerakan sekarang yang lebih independen dan kalian harus melakukan segalanya secara DIY?
Sebenarnya bukan dimanjakan, tapi kami diajarkan untuk tidak terlalu intens di dalam hal-hal non-musikal. Saat ini, semenjak kami melakukan gerakan DIY juga seiring berjalannya waktu, sudah banyak hal yang kami pelajari mengenai percaturan di industri musik independen ini. Tidak hanya hal-hal musikal, tapi juga hal-hal non-musikal yang kami urusi sekarang. Jadi, sebenarnya kami tidak merasa kesulitan berada di ranah indie karena kami sudah mengantongi banyak bekal. Dan lagi, hasil yang kami peroleh saat ini rasanya sebanding dengan apa yang kami kerjakan. Dulu, karena kami tidak mau repot, jadinya banyak hasil-hasil yang tidak kami ketahui datangnya dari mana. Sedangkan sekarang, karena kami tahu bagaimana repotnya dan seperti apa setiap detailnya, apa yang kami peroleh terasa sebanding karena hasilnya langsung ada di depan mata.

Jadi, apa yang membuat Cokelat tetap optimis dengan memilih jalur independen ini?
Nomor satu, karena musik tidak akan pernah mati. Kami mengartikan musik ini sebagai sebuah karya seni, jadi keberadaannya tidak akan pernah selesai selama manusia masih beradab dan menggunakan akal pikirannya untuk mengolah keseharian. Kami bertiga tidak pernah memilih untuk menjadi musisi. Kami sejak lahir sudah dianugerahi Tuhan untuk menjalani ini. Jadi, tugas yang kami emban saat ini adalah benar-benar tugas yang kami dapat dari Tuhan. Setiap keseharian, kami mengisinya dengan tanggung jawab yang besar. Itulah yang membuat kami benar-benar sadar bahwa kami harus optimis. Jika kami sudah tidak percaya lagi dengan apa yang Tuhan berikan kepada kami, buat apa kami hidup.

Berbicara mengenai album #Like!, berapa lama proses kreatif, produksi, hingga album ini selesai?
Beberapa materi di album ini sebenarnya sudah ada jauh sebelum Jackline bergabung dengan Cokelat. Jika ditotal sampai sekarang, berarti prosesnya berjalan selama delapan tahun.

Ada berapa jumlah lagunya?
Isinya 11 lagu. Sebenarnya hanya ada 10 lagu, tapi salah satunya ada yang kami remix, jadi terdapat satu lagu dalam album ini yang punya dua versi berbeda.

Apa yang unik dari album ini? Kabarnya Jackline banyak menulis lagu di sini?
Jackline menulis tujuh lagu. Secara musikal, terdapat banyak hal baru dalam album ini. Misalnya, ada lagu funk yang dibalut alternative, ada lagu elektronik, grunge, pop, bahkan tradisional Jawa. Jackline sempat sengaja pulang ke Solo selama lima hari dan belajar sinden untuk mengisi lagu “Suara Damai”. Di album ini juga kami membuat kolaborasi dengan Che Cupumanik dan Marcell Siahaan. Dan satu hal lagi yang masih berhubungan dengan album #Like!, mulai tanggal 26 Mei 2016 ini kami membuka pre-order package yang di dalamnya berisi t-shirt, stick drum, pick gitar, dan juga CD. Package ini sangat limited karena hanya akan diproduksi sebanyak 200 buah.

Untuk Jackline sendiri, bagaimana pandangannya ketika banyak orang membanding-bandingkan vokalis Cokelat yang sekarang dengan yang dulu?
Dari awal saya bergabung dengan Cokelat, saya sudah sadar bahwa akan ada orang yang membanding-bandingkan dengan vokalis terdahulu. Itu wajar, karena Cokelat selama 14 tahun sudah menelurkan tujuh album. Jika saya tidak dibandingkan dengan vokalis sebelumnya, itu artinya mereka band yang gagal. Saya tidak akan mau bergabung dengan band yang gagal. Jadi kalau ada yang membanding-bandingkan, saya serahkan kembali pada pendengar karena itu hanyalah masalah selera. Malah, kami senang jika terdapat pro-kontra terhadap Cokelat karena itu berarti masyarakat masih menaruh atensi pada Cokelat, mereka menanggapi apa yang kami buat.

Terakhir, apa harapan Cokelat untuk album #Like! ini?
Tujuan kami sejak pertama kali bikin album hanya satu, yaitu niatan bahwa kami harus bisa menginspirasi orang banyak. Selama 20 tahun Cokelat berkarya, selain kami pernah jualan dan tur keliling Indonesia, yang paling tidak terbayarkan bagi kami adalah ketika ada orang bilang, “Tau nggak lo, lagu lo menyelamatkan hidup gue. Saat gue lagi patah hati, lagu lo yang menyelamatkan gue”. Pernyataan seperti itu merupakan apresiasi tertinggi bagi kami. Jadi harapan Cokelat untuk sekarang, untuk 10-20 tahun ke depan, bahkan sampai selamanya, adalah kami ingin punya karya yang bisa menginspirasi orang banyak. Itu aja.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner