Ultraviolence Menuntun Ber-Safari Menuju Sisi Gelap

Ultraviolence Menuntun Ber-Safari Menuju Sisi Gelap

Foto dan artwork didapatkan dari siaran pers. Kredit tidak disertakan.

Era post-punk dengan segala sensibilitas avant-garde bertema gelap dan suram memang telah jauh terlewat. Peter Murphy sudah uzur, Lowlife ditinggal mati vokalisnya, Robert Smith menunggu giliran, Mark E Smith tinggal nisan, Au Pairs tidak galak lagi, Siouxsie sudah terlupakan, dan seterusnya. Generasi pasca punk ini sedang menuntun jalannya menuju kegelapan yang abadi. Sama seperti manusia, para pencetak musik jenis ini satu per satu mulai gugur. Entah karna usia, penyakit, dan dampak (buruk) dari totalitas jargon paling nikmat tapi bahaya di dunia musik - sex, drugs, and rock’n’roll.

Memang, saat ini masih banyak musisi yang membawa aura post punk ke dalam musiknya, baik luar maupun dalam negeri. Sentuhannya kadang kala dikawinkan dengan jenis musik darkwave, atau sepupunya dreampop - tetapi hanya segelintir saja yang memiliki karya epik dan patut bersanding di jajaran musisi yang memainkan musik gelap (tetapi tidak keras) di industri musik saat ini. Bahkan rapper-rapper bertato pecandu anti depresan mengakui dengan terang-terangan bahwa musiknya terinspirasi dari ranting musik post punk.

Namun di balik kepunahan salah satu dari banyaknya aliran musik terbaik yang lahir di era ini, muncul samar-samar bergaung dari kota di Jawa Timur, Malang. Namanya cukup gahar untuk grup pengusung jenis musik ini, lebih cocok menjadi nama band metal atau hardcore. Asumsi saya, mereka kebanyakan mendengarkan Lana Del Ray rupanya.

Ultraviolence hadir sayup-sayup tersamar bayangan hitam. Grup musik ini terdiri Bayu Silalahi pada bas, Maulana Akbar di vokal dan Rizky Ramadhan yang baru saja masuk menggantikan Torkis Waladan di mana sebelumnya bertanggung jawab di gitar. Rizky Ramadhan cukup bertaji, karena pernah ikut ambil bagian dalam kugiran stoner rock yang menjanjikan bernama Xaverius.

Di dalam paket siaran pers nya, grup musik Ultraviolence mengumumkan telah merilis single "Safari" pada 12 Mei 2019 berformat cakram padat melalui label mandiri Heavenpunks. Selain dalam bentuk single, grup musik ini juga merilis "Safari" dalam bentuk audio visual – music video.


Artwork single "Safari"
 

Single "Safari" dirasa sebagai persembahan yang padu untuk pencetak (jenis musik ini) dan penikmat musik post-punk yang identik dengan keterpurukan dan masa-masa kelam. Ultraviolence merayakannya dengan dentuman keras, bassline konstan, drumbeat yang menghipnotis, berbau pesimistis, meliuk-liuk jika mengutip linear notes dari Samack yang terlampir dalam siaran persnya kepada kami. Single ini merupakan yang pertama yang diambil dari album perdana berkelas (jika tidak ingin menyebut klasik) milik mereka yang disebar resmi pada tahun 2019 berjudul Referensi.

Ultraviolence menampilkan sebuah performa yang belum pernah direkam atau bahkan didengar oleh khalayak umum sebelumnya, bahkan oleh grup musik sejenis. Upaya Ultraviolence menggambarkan dunia secara alamiah memang gelap adanya, membusuk dari inti bumi, mengakar ke hati masing-masing makhluk hidup dengan porsi kemisteriusan yang sepadan. Dengan gamblang Ultraviolence menegaskan, sebuah hal yang mustahil jika kita semua terpisah dari hal negatif. Apapun bentuknya, apapun mediumnya, sebaik apapun individu tersebut tetap saja negativitas itu tetap ada tertanam dengan sempurna dalam benak dan perilaku. Ultraviolence menafsirkan hal itu dengan gamblang, tanpa tipu daya, mutlak. Kita tersadarkan dengan mendengarkan musik karya Ultraviolence, bahwa bentuk warisan budaya timur jauh milik kita yang menjunjung segala hal yang katanya baik, tidak serta merta dapat terlepas dari keburukan dan unsur negatif. Omong kosong tentang hal ini, dan saya setuju dengan Ultraviolence.

“Kita semua menilai diri kita sendiri dan orang lain, biasanya secara tidak sadar. Terus-menerus membandingkan diri kita dengan orang lain atau membandingkan hidup kita dengan beberapa ketidakpuasan keturunan ideal. Sudah menjadi sifat manusia untuk memikirkan yang negatif dan mengabaikan yang positif. Pikiran kita memiliki cara yang cerdas dan gigih untuk meyakinkan kita tentang sesuatu yang tidak benar,” isi dalam siaran pers nya kepada redaksi DCDC.

Dilihat dari sudut pandang umum, puisi berbalut unsur-unsur gotik lekat kentara terasa dari karya single "Safari" milik Ultraviolence. "Safari" menggambarkan tentang teror mengenai keadaan. Penderitaan yang menerpa di kala depresi dan stres melanda. Rasa khawatir berkepanjangan, frustrasi, marah, tertekan, mudah marah, kewalahan akan segala hal yang datang bertubi-tubi dalam kehidupan tanpa henti. Kesal dan takut. Hal manusiawi dan lumrah dapat terjadi pada siapa saja. Sisi gelap memang nyata adanya, tersimpan dengan baik di dalam hati setiap manusia dan Ultraviolence menuntun kita bersafari menuju ke lembah gelap beriringan.

Desain sampul Ultraviolence single "Safari" digarap oleh Andro KLabel dari HeavenpunksMusic. Seluruh lirik Ultraviolence ditulis oleh Maulana Akbar, serta proses rekaman sekaligus mastering dipercayakan kepada Peteng Production. Sedangkan pengarah music video oleh Miftah Zulfikar selaku director. Untuk penyempurna sumbang narasi, ditulis dengan baik oleh Anida Sabrina dan Samack.

BACA JUGA - Kuantitas di Atas Kualitas, Dengarkan 'Mudah dan Murah' dari Jono Terbakar

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner