Tolak Tunduk, More Grind More Fat!

Tolak Tunduk, More Grind More Fat!

Wawancara eksklusif dengan Tolak Tunduk :

Voila Coklat Friends! Kali ini saya berkesempatan bertatap muka sambil berbincang-bincang dengan band grindcore asal Bandung, Tolak Tunduk. Di Rabu (8/10) siang yang panasnya sangat menyengat itu, kita bertemu di salah satu studio di kawasan Buah Batu, bernama Vandani Studio. Grup yang terdiri dari Tekuy (vokal), Afet (gitar), Lukman Pampam (bas), dan Gebeg (drum) ini menjelaskan kepada kami awal terbentuknya Tolak Tunduk. Dengan ditemani sebungkus gorengan dan teh manis dingin yang menyelamatkan dahaga dan menahan kucuran keringat siang itu, mereka begitu antusias menceritakan kepada saya proses terbentuknya band tersebut. “Dari obrolan dan reuni sih, ya pas ada acara donasi di acara anak-anak Cibadak namanya CBGB (Cibadak Gudang Baju) dan yang buatnya Sultan (scenester dari Cibadak), kebetulan buat menghargai acara dia dan kita ikut berpartisipasi di acara tersebut secara spontan”, ucap Tekuy sang frontman mengawali percakapan.

Dia juga mengaku sebelumnya namanya bukan Tolak Tunduk, melainkan Pasukan Babi Buntung.”Nama Tolak Tunduk itu pemberian Ayah Themfuck (vox Jeruji), awalnya mau bikin proyekan (dengan Themfuck) tapi enggak kesampaian, jadi kita izin ke dia buat namain band kita”, tambah eks-vokalis band grinding punk, Error Brain ini yang menyebut juga bahwa awal tahun 2013 adalah tahun dimana mereka lahir.

Mereka dengan lugasnya menjelaskan kalo pengaruh besar musik Tolak Tunduk terdiri dari band grindcore yang pastinya berbahaya dan membuat telinga kalian pecah. ”Kita dengerin Pig Destroyer, Anal Cunt, Terrorizer, dan pastinya Napalm Death sebagai bapaknya grindcore mah wajib”, tukas Afet, sang gitaris yang lengannya dipenuhi rajah tersebut. Selain itu warna musik lainnya juga mengadopsi permainan Tolak Tunduk itu sendiri.

“Lagu-lagu kita ada pengaruh kuat hardcorenya juga dan buat album baru nanti mau nyoba ke  sound-sound punk rock sama d-beat kaya Discharge”, tambah si drummer ‘sejuta’ band, Gebeg.

Mereka berempat sudah mengeluarkan album pertama yang betajuk “Negara Kami”. Rilisan yang dirilis bertepatan pada hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2014 itu menceritakan realita di negara ini yang memang kondisinya memprihatinkan dan mereka menganggap situasi sekarang sudah sudah disembuhkan. Selain itu kenyataan dan kebersamaan dalam pergerakan skena independen pun mereka masukkan untuk ke dalam album yang dibuat hanya dalam kurun waktu empat bulan itu.

Keunikan dari komplotan ini yakni ukuran tubuh mereka yang besar-besar. Makanya dari itu, Tolak Tunduk mempunyai jargon yang cukup mengundang sedikit gelak tawa, ‘More Grind, More Fat’. “Kita ritual sebelum manggung ya makan dulu bro yang penting perut keisi dulu lah, tong nepi kalaparan lah pokona mah (jangan sampai kelaparan lah pokoknya-RED)”, jelas Gebeg sambil terbahak-bahak.

Pampam, yang sedari awal perbincangan sibuk dengan pengerjaan artwork ‘mengerikan’ pada buku gambar A3 tebal ini tiba-tiba nyeletuk yang membuat ruang tunggu studio menjadi tambah cair.”Matakna tong nganganggu jalma nu keur kalaparan, bener teu, bro? Leuwih bahaya eta hahaha (makanya jangan mengganggu orang yang sedang kelaparan, bener enggak, bro? Lebih bahaya itu-RED)” tuturnya dengan tertawa lepas.

Kuartet gempal ini menilai bahwa skena maupun industri musik independen di Indonesia berkembang sangat pesat. Mulai dari karya musik itu sendiri hingga menyentuh sisi fashion, label, hingga dunia ilustrator. Mereka pun notabene berkecimpung di semua aspek tersebut. “Sekarang mah maju pisan industrti musik teh, kita lihat Kuya (Tekuy) dengan Errorizer Recordsnya, Afet dengan usaha farmernya, sampai artwork Pampam yang dipakai dimana-mana”, ucap Gebeg serius.

Mereka berempat berharap bahwa semua orang yang terlibat dalam dunia musik terus berkarya dan tetap jalan di jalurnya.. “Mau karya itu bagus atau jelek juga karya kita-kita juga loh, terus hajar aja dan tetap jalan di jalurnya weh”, Afet menutup perbincangan hangat yang berjalan hampir satu jam itu.

 

Words & Interview : Karel

Foto : Tolak Tunduk Docs

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner