Temukan Gaya Baru Musik Ketimuran dalam 'Kirata' dari Parahyena

Temukan Gaya Baru Musik Ketimuran dalam 'Kirata' dari Parahyena

Foto didapatkan dari siaran pers. Kredit foto: Daffa Faturohman dan Bokas.

Lima tahun bersama dalam Parahyena, Radi Tajul, Saipul Anwar, Fajar Aditya, Iman Surya, Fariz Alwan dan Sendy Novian kini memasuki fase baru. Setelah pada 2016 merilis debut album bertajuk Ropea, kini band pengusung genre akustik folk world music ini merilis album kedua yang diberi judul Kirata. Berbeda dengan album sebelumnya, sajian musik instrumental menjadi pilihan Parahyena untuk album kedua ini.

Kirata adalah akronim dari "dikira-kira tapi nyata". Kata ini dipilih berdasarkan proses kreatif yang mereka lalui kala menciptakan tujuh lagu dalam Kirata, yang mana mereka membuat lagunya terlebih dahulu ketimbang judulnya, sehingga tafsir lahir setelahnya. Dalam Kirata, Parahyena masih tetap menyuguhkan kekayaan idiom musik lokal Indonesia sebagai unsur dominan, lalu kemudian dipadupadankan dengan racikan gipsy, melodic core, swing, Melayu, Arabic hingga Latin.

Pilihan genre ini dilatari oleh dasar bermusik para personil yang memiliki ketertarikan dan mayoritas mendalami musik tradisional. Ini juga masih terkait dengan kata folk sebagai predikat genre pada Parahyena, yang mana musik folk Parahyena bukan folk versi kopi-senja-hujan, tapi tentang pemahaman dasar bahwa folk berarti "rakyat", yang diartikan sebagai "musik rakyat", sehingga Parahyena memainkan musik yang erat dengan kehidupan masyarakat lokal. "Bubuka", "Lutung Bingung" featuring Agus Roekmana, "Jogjog", "Celeme n Tree", "Jalil", "Kalikuna" dan "Lagemi" adalah nomor-nomor yang bisa ditemui dalam Kirata.

Ada beberapa cerita menarik terkait penggarapan album Kirata, sepenuturan para personil yang sempat ditemui. Beberapa materi yang terdapat dalam album ini sebenarnya sudah ditabung sejak penggarapan album perdana mereka, Ropea. Menariknya lagi, lagu-lagu dalam Kirata sudah dibawakan sebelum album ini dirilis, dalam perjalanan tur mereka pada 2018 lalu. Tur tersebut dianggap menjadi ajang pra-promosi, sekaligus cara ampuh dalam mengobati kejenuhan di panggung lewat lagu-lagu terbaru.

Dalam rangka perilisan Kirata, Parahyena menggelar sebuah showcase bertajuk KIRATA "Ryhthm of Neweast". Gelaran ini terlaksana pada 4 September 2019 lalu dengan menghadirkan beberapa seniman lain untuk turut meramaikan rangkaian acara, tak hanya dalam bentuk musik, tapi juga tari dan pertunjukan wayang. Tak luput, sisingaan yang kerap hadir di panggung Parahyena ditampilkan juga di showcase tersebut. Acara yang terselenggara di NuArt Sculpture Park ini mendapatkan respon positif dari pengunjung yang hadir, karena keunikan yang terkandung serta tentunya kehandalan Parahyena dalam meracik musik. Atas dasar eksplorasi musik Parahyena, mereka menyebut bahwa musik yang mereka mainkan adalah "gaya baru musik ketimuran", seperti yang diwakili lewat titel showcase-nya.

Kirata sendiri dirilis dalam format cakram padat. Album ini direkam dan melalui proses mixing-mastering di Monkey Melody. Parahyena bekerjasama dengan beberapa pihak untuk penggarapan Kirata, yaitu dengan Setia Adhi Kurniawan (Swrks.Idn) sebagai ilustrator dan desainer, Warkop Musik sebagai publisher dan Daffa Faturohman dan Bokas untuk dokumentasi foto. Album Kirata ini bisa didapatkan di Warkop Musik atau dengan menghubungi langsung pihak Parahyena.

Ke depannya, Parahyena berencana untuk merilis video klip dari lagu-lagu dalam Kirata, juga merilis album tersebut dalam format digital.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by parahyena (@parahyena) on

BACA JUGA - Mengulas Karakter Binatang Dalam Sebuah Band

 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner