"Setiap Musim di Tanah Kami": Bahwa Indonesia Belum Baik-Baik Saja

Foto didapatkan dari siaran pers. Kredit foto tidak disertakan.

Kota & Ingatan segarkan kembali peristiwa di bulan September lalu, ketika demonstrasi massa terjadi hampir di seluruh Indonesia sebagai respon kekecewaan pada wakil rakyat. "Setiap Musim di Tanah Kami" angkat kembali kisah pilu tersebut.

Ingatan kita semua masih segar dengan peristiwa di bulan September lalu, ketika mahasiswa dan massa lainnya turun ke jalan dengan mengangkat tagar #reformasidikorupsi. Berbagai protes dan kekecewaan disuarakan selama beberapa hari, menyikapi gonjang-ganjing dan anomali sosial pun politik yang masih panjang umur di negeri ini. Aksi demonstrasi terjadi di mana-mana, hampir di seluruh Indonesia, mencolek kepekaan banyak pihak termasuk band asal Yogyakarta, Kota & Ingatan.

Herda Mukti Setiyawan (gitar), Addie Setyawan (bas), Maliq Adam (gitar), Aji Prasetyo (drum) dan Aditya Prasanda (pelafal teks) ciptakan karya yang berkaitan dengan peristiwa itu. "Setiap Musim di Tanah Kami" adalah single yang mereka rilis, diangkat dari catatan-catatan selama aksi demonstrasi paling masif pasca reformasi tersebut berlangsung.


Artwork "Setiap Musim di Tanah Kami"

Kota & Ingatan bersama teman-teman yang turun ke jalan bekerja sama selama lebih kurang satu bulan untuk mengumpulkan footage dan teks yang tersebar saat itu. Kumpulan footage yang mereka kantungi kemudian digarap menjadi video klip lagu "Setiap Musim di Tanah Kami" yang dirilis melalui kanal YouTube mereka, sementara teksnya digubah menjadi lirik. Audionya juga mereka sebar di berbagai kanal musik digital.

"Seluruh teks dalam catatan ini dihimpun dan digubah dari poster aksi teman-teman demonstran #reformasidikorupsi. Pun sebagian besar footage dalam catatan ini merupakan hasil tangkapan beberapa teman yang turun ke jalan selama aksi berlangsung," papar Aditya Prasanda melalui siaran pers. Bentuk-bentuk poster aksi bernada satir sekaligus nyeleneh yang tersebar di sosial media jadi pilihan Kota & Ingatan untuk direspon menjadi karya. Kata mereka, hal tersebut tidak bisa dianggap sebelah mata.

"Sekilas, cara menyatakan pendapat demonstran di generasi kita: generasi milenial dan Z yang tumbuh pasca reformasi, tampak lebih nyeleneh dan santai. Poster aksinya tidak setegang saat Soeharto dilengserkan. Wajar, sebab zaman terus bergerak. Namun jangan pernah anggap remeh yang santai dan nyeleneh, sebab ada pernyataan sikap yang begitu menggigit di sana," Aditya melanjutkan.

Ia juga menyatakan, "Meski tidak dapat semua dirangkum, saat kumpulan nada-nada protes tersebut dilagukan, tak menutup kemungkinan bisa jadi lebih efektif, baik sebagai arsip zaman maupun kumpulan kebisingan yang mengganggu siapa pun yang tidak siap dengan kritik tersebut. Sebab pada dasarnya, banyak orang sudah muak dengan politik berbagi kekuasaan, Orba kemasan baru."

Kota & Ingatan menggarisbawahi bahwa ketika lagu "Setiap Musim di Tanah Kami" dirilis pada 1 November 2019, Indonesia belum beranjak dari status darurat demokrasi. Aktor pelanggar HAM masih lenggang kangkung menikmati hidup yang serba segalanya. Selayaknya, lagu ini bisa jadi sarana untuk membukakan mata pendengar musik Kota & Ingatan yang acuh pada keadaan negara ini; bahwa tanah air kita tidak baik-baik saja.

BACA JUGA - 'Merapal Kurun', Gubahan Debut Album Kota & Ingatan dalam Format Live

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner