Kekompleksivitas dan Pendewasaan Sajama Cut Dalam Hobgoblin

Kekompleksivitas dan Pendewasaan Sajama Cut Dalam Hobgoblin

By: Karel

Setelah lima tahun lalu merilis “Manimal” - album yang banyak mendapat pujian dari kritisi musik lokal dan internasional – band indie rock asal Jakarta, Sajama Cut kembali dengan “Hobgoblin”, Sebuah album yang berisikan 11 lagu yang kembali mendefinisikan mereka sebagai salah satu band dengan ambisi artistik terbesar di negeri ini. “Hobgoblin” menawarkan satu lagi langkah kedepan dari band yang dikenal dengan progresi dan dinamika musik-nya ini. Melodi-melodi pencakar langit yang mencabik hati dengan ketulusannya, diselimuti dengan aransemen yang semakin kompleks. Nuansa guitar rock kompleks dan nan-virtuoso dari Dion Panlima Reza yang semakin kental berpapasan dengan nyaman dengan sentuhan bass yang melodius-nan-fluid yang belum ada duanya di kancah musik lokal dari Randy Apriza Akbar. Disisi lain, sentuhan synthesizer melankolis dan throwback dari Hans Citra Patria mereferensi elemen yang variatif  dari soundtrack anime 1980an hingga pendekatan megah brass section yang sedikit melirik kembali ke “Manimal”.

Semua ini tentunya diselimuti oleh penulisan lagu dan aransemen dari Marcel Thee, leader dan multi-instrumentalist Sajama Cut yang telah memimpin band ini sejak konsepsinya pada tahun 1999. Di album ini Marcel memfokuskan diri pada instrumentasi kibor dan synthesizer – dengan sengaja lebih meninggalkan gitar, alat musik yang biasanya menjadi fondasi dasar lagu-lagu Sajama Cut.

“Setelah Manimal, gue tertarik untuk lompat keluar dari zona aman gitar. Kibor dan synthesizer – instrumen dimana gue tidak memiliki keahlian sama sekali – menjadi sesuatu yang sangat menarik; instrumen dimana kenaifan dan 'kebodohan' gue malah akan memberikan kejutan-kejutan baru. Dengan tidak mengenal sama sekali teori atau cara main yang 'benar' di instrumen-instrumen tersebut, kita mendapatkan perspektif dan pendekatan yang sama sekali baru. Benang merah emosi dan sense of melody yang khas Sajama Cut tentunya sangat ada – tapi kali ini kita memiliki fondasi lagu yang sedikit lebih kompleks dan secara emosi lebih dewasa lagi,” jelas Marcel dalam siaran pers yang termuat dalam label Elevation Records, Senin (18/5).

Hasilnya adalah musik khas Sajama Cut dengan kompleksitas lirikal, musikal, emosional, dan aransemen yang semakin dalam. Seringkali lagu-lagi di album ini berakhir jauh dari titik mulainya dari chorus yang meluap ke bridge yang meloncat-loncat, kebreakdown yang kembali tenang. “Kita bukan band yang pernah dapat di rangkum dengan satu kalimat – Baik itu indie rock, alternative, punk, shoegaze, lo-fi, atau apapun yang ingin disebut orang,” ujar Marcel. “Dan album ini semakin memperjalas itu. Elemen-elemennya begitu banyak; dari rock berbagai era, pop berbagai era, ambient dan punk berbagai era, kami mengambil semuanya tanpa terdengar sebagai band fusion yang membosakan dan tidak organik.”

Ke-11 lagu di “Hobgoblin” direkam sendiri oleh Sajama Cut di berbagai studio berbeda – profesional dan home studio mereka selama 5 tahun. Sejak tahun 2011, Marcel memulai rekaman draft dasar lagu-lagu ini di rumah, sebelum memulai pengerjaan lebih serius sendiri hingga 2013, dimana, seperti ia jelaskan, “Palette warna mengagumkan dari Dion, Randy, dan Anes mulai dimasukkan.”

Dion menambahkan, “Album ini adalah kejujuran dari para personil, respon langsung tanpa filter, dan hasil dari serunya belajar bersama.” Ketiga anggota band ini yang mulai terlibat Sajama Cut sejak era “Manimal”, menurut Marcel memiliki keseimbangan yang sempurna antara emosi dan ketrampilan bermusik. “Kami sekarang sudah menjadi satu pikirian, dimana gue hanya perlu memberikan gambaran yang kasar – kadang hanya sebuah perasaan, warna, atau visualisasi non-musikal – dan mereka bukan hanya dapat mengeksekusi, tapi menyerahkan sesuatu yang sangat lebih bagi lagunya. Dari 3 dimensi menjadi 5 dimensi.”

Dimensi itu bukan hanya terbatas di musik Sajama Cut yang baru. Dengan “Hobgoblin”, Sajama Cut memaksimalkan nilai musik sebagai sebuah wadah emosi via seni. “Hobgoblin” hadir dengan sebuah art book yang mengkoleksi intrepetasi akan setiap lagu di album ini, dari seniman, ilustrator, penulis puisi, kolase artist, dan fotografer dari pelbagai penjuru nusantara: Eric Krueger, Dwiputri Pertiwi, Ebes Rasyid, Aditya Kuncoro, Ivan Timona, Raditya Ramadhan, Banu Satrio, Katherine Karnadi, Mufti “Amenk” Priyanka, Joseph Putra Wibawa, dan Dimas Wijil Pamungkas. Kendra Ahimsa, Rhoald Marcellius, Eric Wiryanata, Robby Wahyudi Onggo, Rega Ayundya Putri, dan Anzi Matta, Fandy Susanto, dan Mahendra Nazar.

Marcel kembali berucap, “Sejak pertama kali Sajama Cut didirikan, lebih dari 10 tahun yang lalu, kami selalu mengaplikasikan pendekatan artistik terhadap musik yang kami buat. Tanpa menggubris kesadaran bahwa kata “artistik” sendiri kerap digunakan dengan pretensi, SC selalu terdorong untuk mengolah rilisan-rilisan kami hingga menjadi lebih dari sebuah koleksi lagu yang hanya hadir untuk dipasarkan dan dijual.”

Selain itu, “Hobgoblin” juga menampilkan musisi-musisi tamu berkelas, baik lokal (Ken Jenie dari Jirapah dan sound creator Danif Pradana) serta internasional (Will Long dari Celer, dan Catriona Richards). “Hobgoblin” akan dirilis dalam 3 format: CD, kaset, dan digital pada tanggal 10 Juni 2015 dan Vinyl (TBA). Masing-masing format memiliki kover berbeda yang unik – semuanya dilukis oleh seniman asal Amerika, Eric Krueger. Layout dan fotografi yang konseptual pun diselesaikan oleh rumah design asal Jakarta, Table Six. Hari Minggu, 17 Mei 2015. “HOBGOBLIN” sendiri akan dirilis pada 10 Juni 2015 via Elevation Records, dengan bantuan distribusi dari Demajors Industri.

 

Foto: Sajama Cut Docs.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner