Hompimpa Kritisi Serangan Personal dengan Single

Hompimpa Kritisi Serangan Personal dengan Single "Ad Hominem"

Foto didapatkan dari rilisan pers yang dikirimkan oleh manajemen Hompimpa.


Muatan pesan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari terkandung jelas dalam single ini, mengarahkan penikmat pada sebuah tendensi penyerangan personal yang begitu banyak terjadi. 

Kuartet grunge pendatang baru asal Malang, Hompimpa merilis single pertama bertajuk "Ad Hominem" yang diambil dari kependekan istilah latin "Argumentum ad hominem". Hompimpa mencoba menangkap fenomena sosial logical fallacies yang saat ini berkembang dan mengakar di masyarakat Indonesia. Istilah yang merujuk pada “penyerangan terhadap pribadi/personal daripada isi dari pendapat seseorang itu sendiri”. Dalam ilmu logika dan argumentasi, ini adalah sebuah bentuk cacat berpikir karena si pembicara tidak membahas “argumennya” tetapi justru mengkritisi sisi personal lawan bicara yang tidak relevan dengan inti masalah. Unit "kritis" ini merupakan side-project dari para personelnya. Mereka terdiri dari Iwan Ruby (Hutan Hujan, Colderra) pada vokal, Sockran Candra (Sumber Kencono) pada gitar, Bimo Donoseputro (Ekstremitas) pada gitar, dan Indra Zulkarnain (Fallen To Pieces, Stolen Visions) pada bass.

Muatan pesan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari terkandung jelas dalam single "Ad Hominem". Mengarahkan penikmat pada sebuah tendensi penyerangan personal yang begitu banyak terjadi dan semakin memanas di dunia nyata maupun maya. Layaknya parasit yang menghisap “vitamin’’ dari budaya ketimuran Indonesia yang sesungguhnya majemuk. Setiap pemilik kartu identitas Indonesia sejatinya wajib menghargai keberagaman atau kekurangan setiap individunya. Tanpa menyerang sisi personal atau privasi yang bersangkutan. Hal-hal yang tidak relevan dan berkorelasi dengan pembahasan argumentasi sebaiknya dibuang jauh-jauh.

"Biasanya (ad hominem) dilakukan kalau sudah gak punya argumen logis buat melawan, daripada kehilangan muka, lebih baik menyerang personalnya saja," terang Sockran dalam pesan surel yang kami terima. Sockran mencontohkan debat politisi, program kampanye hitam tokoh politik, perang komentar-komentar miring menjurus ke berita palsu yang menjamur di media sosial menjadi buah pikir mendasar terciptanya single ini.

Kami coba beri contoh, misalnya; Hunter S. Thompson – salah satu penggagas jurnalisme gaya baru atau gonzo journalism. Sebuah aliran atau jenis jurnalistik "ngawur" karna mencampuradukan pengalaman penulis, fakta dengan proporsi minimal, kaya akan opini memuja subjektivitas sebagai dewa dan imajinasi penulis. Semua bias dan menjadi kabur. Mengoceh bernarasi sebagai orang pertama bahkan penulisnya ikut digambarkan. Sambungkan lalu dengan habitnya yang tak lepas dari substans dan peminum alkohol kelas berat 24/7 ketika menulis. Sempat juga begitu narsisnya ia mengusung dirinya sendiri menjadi seorang Sherrif di Aspen Pitkin County, Colorado pada tahun 1970. Psikotik parah, narsis najis. Seorang maniak senjata yang lalu hobinya ini mengantarkannya pada kematian oleh satu tembakan shotgun ke congornya sendiri, oleh tangannya sendiri, dan keinginannya sendiri. Penulis buku “Hell's Angels: A Strange and Terrible Saga” merasa dia sudah terlalu usang untuk hal-hal baru abad 21. Karyanya dianggap gagal dan jenis aliran jurnalistiknya yang ’kaya’ dan dipionirkannya dengan segenap jiwa bersama angkatannya terhapus begitu saja oleh sifat buruknya. Itulah ‘Ad Hominem’.

Yang berbahaya dari hal ini adalah terkikisnya daya pikir kita. Kita akan cenderung melihat 'Siapa yang mengatakan' daripada 'Apanya': isi atau konten pendapatnya. Apakah semua yang dikatakan seorang public enemy bakal selalu salah, dan yang dikatakan oleh (sang) Idols akan selalu benar? 'Kan tidak seperti itu cara mainnya,” tegas Sockran.

Secara komposisi musik kami beri nilai cukup. Walaupun kalau boleh jujur, “kurang berisik” untuk sebuah band pengusung grunge. Departemen lirik juga terasa kentang *maaf. Kurang greget makna atau cerita dibalik single itu sendiri. Tapi secara literasi dan kritisi yang mereka usung. Kami acungkan jempol tinggi. Lagu yang diciptakan sendiri oleh sang gitaris - Sockran Candra, berbalut musik grunge yang menurut kami cenderung (mungkin) lebih halus. Karakter vokalnya disesuaikan dengan influence mereka yang datang dari Dream Theater, Mr. Big disuntikkan dengan Alice in Chains, Pearl jam dan Nirvana. Lagi-lagi tapi, distorsinya tidak terlalu bising. Cukup layak tetapi untuk kuping pemula yang masih perawan dan baru menikmati ’distorsi kotor’ itu macam apa. Satu hal lagi yang hilang, tidak adanya gelombang sonik berlapis tak berhenti yang khas dari semestinya sebuah band grunge.

Benang merahnya, kami mencoba menitikberatkan pada proses ‘’berpikir bersama’’ yang dijelaskan Hompimpa dalam surat digitalnya ke redaksi djarumcoklat.com. Hompimpa memompa pola pikir penikmat musik untuk tidak sekadar mendengarkan musik saja, tetapi memantik untuk (kembali) berpikir kritis para penikmat musik bawah tanah di Indonesia. Membangun kembali dan melahirkan lagi intelektual-intelektual kritis di bumi pertiwi.

Single ‘Ad Hominem’ direkam di Vamos Studio oleh Yasa Wijaya sebagai sound engineer, dan bertanggung jawab penuh atas hasil mixing dan masteringCoklatfriends sudah bisa mendengarkan single ini via Official Soundcloud dan Official Youtube Hompimpa per Agustus 2018 lalu.

BACA JUGA - "Mati Sebelum Mati", Single Perdana dari Brotherwolf Sistermoon

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner