Dipantaraloka Menyapa Dunia Lewat Single Terbarunya

Dipantaraloka Menyapa Dunia Lewat Single Terbarunya

Sumber Foto : Diambil dari rilisan pers Dipantaraloka

Lagu “Morning Down” adalah cara Dipantaraloka memahami situasi dunia dalam dua tahun terakhir

Dalam sebuah band tak sedikit personil yang memutuskan untuk membuat sebuah proyek musik dengan warna berbeda dari band sebelumnya. Biasanya proyek musik sampingan ini adalah bentuk representasi dari setiap personilnya yang mencoba untuk bereksplorasi lebih jauh tentang musik. Hal tersebut pula lah yang akhirnya menjadi latar belakang terbentuknya sebuah band ska asal kota hujan, Bogor bernama Dipantaraloka. Bermaksud untuk menelurkan karya pertamanya, Dipantaraloka kemudian merilis single debut berjudul "Morning Down". Single debut ini sengaja diterbitkan setelah jeda proyek musikal dari setiap personilnya.

Lirik yang ditulis Anggit Saranta (keyboard, pengolah MIDI dan penyintesis). Dia bercerita tentang pagi yang tak ideal, yang mengerucut pada kisah orang-orang yang hidup dalam prasangka yang tak seharusnya. Tak semua dalam kondisi baik-baik saja, ada kala-nya ia murung, jatuh, bahkan sakit meski tak nampak demikian. Semua adalah siklus kehidupan yang harus dinikmati.

“Morning Down” adalah cara kita memahami situasi dunia dalam dua tahun terakhir. Melihat dari sisi dunia yang murung, gelap dan membersamainya dengan logika. Masalah berkaitan pandemi kemarin tak cukup diatasi dengan kata ‘cinta’ dan ‘peduli’ atau kebijakan yang dipertentangkan, ia perlu aksi agar survival kehidupan tetap berjalan” jelas Anggit.

Dibawakan dengan pendekatan musik Low Fidelity (Lo-Fi), “Morning Down” tak terdengar seperti berusaha keluar dari standar ska-reggae yang biasa dimainkan para personilnya. Ketiganya menikmati persinggungan ska-reggae dengan eksperimen bunyi yang dilakukan Suryana Ramadhan (gitar, bass, pengolah MIDI dan penggambar tempo).

Lirik yang ditulis dalam bahasa Inggris dan dibawakan secara natural namun terdengar eksperimental ini dikerjakan oleh Ridha Rakhman (vokal dan pembaca lirik). Menghempaskan nuansa ska layaknya lo-fi yang digandrungi remaja era 1990-an, di mana pada masa itu hip-hop dan jazz dicampur dan dimodifikasi menjadi musik yang lebih sederhana.

Single ini adalah jejak pertama Dipantaraloka yang sedang menyiapkan diri dengan #proyekcacahjiwa. Proyek yang kami niatkan akan berakhir dengan album dan berbagai guliran kreatifitas lain. Mohon doanya,” ungkap Suryana Ramadhan.

Sedikit mengenal lebih jauh tentang Dipantaraloka, band ini bisa dikatakan sebagai sebuah wadah kreatif yang mempertemukan Ridha Rakhman (Coffe Reggae Stone), Suryana Ramadhan (Cocktails, Bombomcar) dan Anggit Saranta (Cocktails, Transheet). Ketiganya sempat terlibat kerjasama rekaman untuk unit jamaican sound lainnya seperti The Partikelir. Mengusung musik dengan DNA kreatif yang bersumbu pada dub, reggae, ska dan berkutat pada tata suara musik elektronika, Dipantaraloka lebih menyukai disebut sebagai pengumpul bunyi dengan alunan musik dan lirik yang suka-suka. Tak ada maksud untuk filosofis atau menggurui generasi, musik Dipantaraloka muncul untuk sekedar memberikan alternatif bagi penikmat musik tanpa harus memperdulikan sekat-sekat musikalitas.

Terinspirasi dari diksi yang terdapat dalam buku "Bumi Manusia" karya Pramudya Ananta Toer, kata "Dipantara" dipandang sebagai gugusan pulau-pulau. Sebuah keragaman yang memperkuat makna kata "Nusantara". Lalu untuk kata selanjutnya, "loka" dipilih sebagai bukti kesadaran para pengusung band ini yang tak mau menjebakkan diri dalam sauvinisme (fanatik ekstrim).

Dipantaraloka tak lebih dari sebuah reka ulang kronik ruang hidup yang pernah terjadi pada suatu masa, lantas menyesuaikan dengan kenyataan sebagai bentuk resistensi terhadap segala niat jahat,” jelas Ridha Rakhman (vokal dan pembaca lirik).

BACA JUGA - Seperti Apa Anak SMA Tahun 80an? Temukan di Video Musik Rasyiqa dan Vintonic

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner