Dialog 5 Presiden: Cuma Ada di DCDC Ngabuburit at Rolling Stone Cafe!

Dialog 5 Presiden: Cuma Ada di DCDC Ngabuburit at Rolling Stone Cafe!

DCDC Ngabuburit di Rolling Stone Cafe kembali digelar pada Jumat (24/6). Kalo biasanya DCDC ngundang 4 presiden, kali ini presidennya ada 5, sob! Kebayang dong, serunya gimana? Ada 4 biji presiden ngocol aja orang-orang udah ketawa sampe sakit perut, apalagi ini ada 5. Panggungnya bisa pecah! Haha..

Sore itu emang agak mendung, tapi pengunjung yang dateng ke Rolling Stone Cafe tetep aja rame. Kebanyakan sih didominasi sama kawan-kawan dari klub motor Brotherhood. Mereka pastinya nggak mau ngelewatin obrolan santai bareng gegedugnya, El Presidenté Budi Dalton, yang jarang-jarang juga nyengajain dateng ke Jakarta buat acara ngabuburit.

Tarian sufi yang menghipnotis penonton
Ngabuburit bersama DCDC sore itu dibuka oleh penampilan Candra Malik & Minladunka Band. Mereka ngebawain lagu ‘Seluruh Nafas’ dan ‘Jiwa Merdeka’ yang diiringi tarian sufi. Bukan, bukan Candra Maliknya yang nari. Tapi, emang ada dua orang penari berbaju putih dan bertopi panjang—namanya topi ‘Sikke’—yang didaulat untuk menari berputar-putar selama puji-pujian bagi Sang Pencipta dilantunkan oleh Candra Malik dan bandnya.

Tarian bernama Whirling Dervishes (Darwis yang Berputar) ini cukup menyedot perhatian pengunjung yang mungkin takjub ngeliat orang bisa nari muter-muter secara konsisten dalam waktu lama tanpa kepalanya jadi pusing. Ternyata, emang nggak sembarangan orang bisa ngelakuin tarian sufi kayak gini. Kalau orang umum bisa tiba-tiba kena vertigo gara-gara disuruh berputar tanpa henti selama kurang lebih 10 menit, para penari ini bisa tetap tenang karena mereka menari sambil berdzikir. Tarian yang berasal dari timur tengah ini sebenernya jadi salah satu cara meditasi seseorang untuk mendekatkan diri dengan Penciptanya.

Dialog 5 Presiden, emang nggak ada matinya!
Setelah penampilan tadi, Eddi Brokoli sebagai MC mengundang para presiden buat naik ke mini stagenya Rolling Stone. Yang pertama hadir waktu itu adalah Imam Besar The Panasdalam, Pidi Baiq. “Assalamualaikum, saya Pidi Baiq. Saya jelas ketua pembela front Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha di Bandung. Saya mendirikan negara namanya The Panasdalam, akronim dari Atheis, Paganisme, Nasrani, Hindu, Buddha, dan Islam. Jadi semua agama ada, yang penting adalah saling memberi uang. Kristen yang baik adalah yang mau nraktir saya, Hindu Buddha yang baik adalah yang mau nraktir saya, Islam yang baik adalah yang mau ke saya,” kata Pidi Baiq dalam speechnya yang bikin penonton tergelitik.

Setelah itu, berturut-turut Man Jasad dari Republik Gaban, Budi Dalton dari Republik Pacantel, Sujiwo Tejo dari Republik Jancukers, dan Candra Malik dari Republik Sufi Kota, hadir di atas panggung. Mereka memperkenalkan diri sambil juga memberikan speech tentang negara bentukannya masing-masing. Pidato kenegaraan yang biasanya serius dan formal itu bisa dibikin twist menjadi ‘guyonan kelas atas’ oleh para presiden ini. Biarpun begitu, di antara pernyataan-pernyataan yang bikin rahang penonton pegel karena nggak berhenti ketawa, mereka juga suka nyelipin bahan-bahan renungan yang secara nggak langsung bikin orang pada mikir.

“Republik Jancukers adalah satu-satunya negara yang nggak punya dasar, oleh sebab itu mendalam. Kalo kita punya dasar, berarti kita punya dogma. Dogma itu yang bikin kita takut, belom apa-apa nggak mau mempelajari Kristen karena takut ini, nggak mau mempelajari Buddha karena takut itu. Jancukers adalah hidup tanpa dasar, karena itu mendalam. Dan di negara Janckukers, tidak ada iklan minuman, vitamin, atau apa pun yang tujuannya untuk memperkuat puasa, karena puasa itu sendiri sudah menyehatkan. Iklan-iklan untuk mensupport puasa dianggap menghina puasa. Di negara Jancukers, seruan ‘Allahu Akbar’ dipake untuk mengusir penjajah zaman dulu, bukan seperti di negara tetangga, ‘Allahu Akbar’ dipake untuk melawan orang makan di warung tegal,” ujar Presiden Republik Jancukers, Sujiwo Tejo, yang disambut tepuk tangan penonton.

Obrolan 5 presiden tentang negara, agama, dan keseharian mereka ini mengalir begitu saja. Pas di tengah-tengah diskusi, ada penonton yang ngajuin satu pertanyaan. Pertanyaannya ini berkaitan sama kostum para presiden yang emang unik-unik, “Saya mau nanya, kenapa 5 presiden topinya beda-beda? Apa itu simbol dari sesuatu? Gunanya apa?” “Saya jawab duluan ya,” kata Man Jasad yang hari itu pake iket khas Sunda, “Ini mah biar gaya. Udah gitu aja. Panjang kalo jelasin filosofinya”. Dari Republik The Panasdalam, Pidi Baik terus nimpalin, “Kalo saya pake topi karena saya punya. Dan sengaja juga biar kamu tadi nanya kayak gitu,” ujarnya. Berbeda dengan kedua presiden ini, Sujiwo Tejo menjawab kalau di negaranya, pertanyaan tentang guna suatu hal itu dilarang, “Nanti lama-lama merembet jadi nanya solat itu gunanya apa, punya istri gunanya apa, puasa gunanya apa… Di Negara Jancukers nggak dibolehkan, pertanyaan tentang guna itu cenderung ke kufur,” sahutnya.

Nggak kerasa, obrolan ngalor ngidul para presiden yang berlangsung selama sekitar satu jam ini harus diakhiri karena waktu berbuka akan segera tiba. Warga Jakarta yang kayaknya jarang banget dapet tontonan ngabuburit seabsurd dan semenghibur itu nggak pada langsung pulang setelah talkshow selesai. Mereka semua nungguin momen buka bersama di Rolling Stone Cafe sambil ngumpul sama teman-teman atau komunitasnya masing-masing. Sebagai penutup acara ngabuburit hari itu, Sujiwo Tejo mempersembahkan sebuah lagu berjudul ‘Mirah Ingsun’ dengan iringan musik dari Minladunka Band. Lagu berbahasa Jawa yang dilantunkan dengan tempo lambat ini nambahin nuansa khidmatnya ‘DCDC Ngabuburit Bersama 5 Presiden’ sore itu. ***

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner