Deredia Hadirkan Imaji Budaya Pop Era 1950an Lewat Lagu Barunya

Deredia Hadirkan Imaji Budaya Pop Era 1950an Lewat Lagu Barunya

Sumber foto : Press release Deredia

Imaji budaya pop di era 1950 melekat cukup kuat di dalam benak para personil Deredia, yang akhirnya mereka aplikasikan dalam bentuk lagu berjudul "Lagu Dansa".

Deredia, sebuah band yang berasal dari timur Jakarta kembali lagi dengan single barunya yang berjudul "Lagu Dansa". lagu ini menurut mereka terinspirasi dari dekade 1950-an, saat dunia sedang bersuka ria, karena perang Dunia II yang merusak separuh bumi telah usai. Indonesia, salah satu medan perang itu, sedang menyongsong sinar matahari baru. Identitas kebudayaan nasional berusaha dibentuk oleh pendiri bangsa sebagai konsekuensi logis dari bangsa yang merdeka. Namun demikian, pengaruh produk budaya populer kolonialisme tak semerta-merta luntur. Keberadaan ruang dansa dan pasar malam, misalnya, masih membekas karena memunculkan estetika dan keriaan baru. Beragam corak musik populer, yang berkembang di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa berhasil diwariskan pada pemusik Indonesia.

Kesan itulah yang tersimpan pada gitaris Yosua Simanjuntak, Louise Monique Sitanggang (vokal), Papa Ical (bas), Raynhard Lewis Pasaribu (piano), dan Aryo Wicaksono (drum) di kolektif musik Deredia. Deredia memang terbentuk lebih dari enam dekade setelah Elvis Presley mencetak hits terbesarnya “(Can’t Help) Falling in Love”, namun imaji budaya pop di era 1950-an itu terpatri kuat di benak lima sekawan itu. Band dari timur Jakarta ini menghasilkan album perdana Bunga & Miles pada tahun 2016. Sembilan lagu di dalamnya mencerminkan inspirasi dari musik 1950-an. Dua tahun kemudian, Deredia datang kembali dengan karya teranyarnya berupa single “Lagu Dansa”.

Menurut penuturan mereka, lirik lagu itu menyiratkan keriaan pesta dansa rumahan, seperti yang jamak terjadi pada zaman itu. Dalam lagunya mereka menyebutkan tuan dan nona bersua bersukaria bersama. Mereka berdansa ke kiri dan ke kanan. Irama pop “Lagu Dansa” adalah pengantar bagi pesta kaum muda, yang juga menyajikan kudapan khas Nusantara; ada dodol, bakpia, onde-onde, lumpia, dan tak lupa kopi.

Lebih jauh, Louise menuturkan jika lagu “Lagu Dansa” ini menceritakan suasana pesta dansa di rumah-rumah. Dalam bayangannya, pesta ini adalah ajang kumpul kaum muda menikmati sore yang cerah. Sebagai gambaran, suasana pesta rumahan sedemikian tersaji baik dalam film Tiga Dara (1957) besutan Usmar Ismail. 

Peluncuran single “Lagu Dansa” serta klip videonya ini juga sekaligus jadi pengumuman bahwa Deredia bersiap melepas album penuh kedua. Yosua menuturkan, Deredia telah memilih sembilan dari lima belas lagu yang dihasilkan dari proses jamming. Album kedua itu direncanakan beredar pada Agustus mendatang. Mereka juga berencana menggelar tur di beberapa kota di Pulau Jawa untuk mengenalkan materi album itu. Keceriaan adalah nuansa besar album kedua ini. Deredia hendak menggambarkan keriuhan sebuah pasar malam. Tema itu merupakan hasil penelusuran Louise terhadap arsip-arsip yang menggambarkan suasana Indonesia pada dekade 1950-an. Ia mendapati bahwa Pasar Gambir di Jakarta Pusat adalah cikal bakal format pasar malam yang hingga kini terwariskan ke seluruh Nusantara.

BACA JUGA - Single 1- Menjadi Senjata Pertama Remissa Dalam Album Tegangan Tinggi

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner