Closure Angkat Realita Kehidupan di Album 'Innocence'

Closure Angkat Realita Kehidupan di Album 'Innocence'

Sumber foto : Diambil dari rilisan pers Closure

Konsep global dari album ‘Innocence’ menceritakan tentang perjalanan hidup manusia sejak masa kanak-kanak hingga beranjak dewasa dan menghadapi dunia nyata

Pada era internet dan smartphone ini ternyata membuat sebuah album musik tidak semudah yang di kira. Halangan dan rintangan tetap menanti, tak terkecuali yang dialami band post-punk dari Malang, Closure yang menghadapi cobaan demi cobaan ketika melalui proses produksi album mereka yang berjudul Innocence. Pada prosesnya merek menghabiskan selama 3 tahun development hell sejak tahun 2019 lalu.

Ada banyak hambatan yang mereka rasakan selama tiga tahun berproses, mulai dari file audio yang terhapus saat home recording di salah satu kolega musisi, kemudian setelah recovery sisa-sisa file yang ada ternyata masih harus menghadapi virus ransomware. Padahal Closure baru saja merilis sampler 3 lagu di Spotify. Meskipun begitu, Dheka (vokal), Afif (gitar), Ahmad “Biting” Ikhsan (drum), Axel (bass) dan Sabiella (gitar) menghadapinya dengan penuh ketabahan.

Akhirnya titik terang pun tiba ketika Closure memutuskan untuk rekaman ulang di Studio AA milik Gege Praseta di sekitar wilayah Sawojajar, Malang pada awal tahun 2020. Pula, tidak semulus yang dibayangkan karena masih ditambah kondisi pandemi selama 2020 dan 2021 yang membatasi mobilitas. Kini akhirnya album yang berisikan 10 lagu itu telah tuntas, 4 lagu yang pernah dirilis dalam EP dan split single, serta 6 lagu yang belum pernah dirilis sebelumnya.

Konsep global dari album Innocence sendiri menceritakan tentang perjalanan hidup manusia sejak masa kanak-kanak hingga beranjak dewasa dan menghadapi dunia nyata. Konsep ini dipengaruhi dengan teori psikoanalisis oleh Fairbairn dan Winnicott yang menganggap anak sebagai awalnya polos dan suci, namun dapat kehilangan kepolosannya di bawah pengaruh stres atau trauma psikologis. 10 lagu yang masuk dalam album Innocence merupakan kisah-kisah tentang trauma psikologis tersebut.

Lirik yang disampaikan pula lebih berbobot dari EP pertama, dengan menyentuh tema-tema realita pertumbuhan manusia seperti problematika pubertas remaja di “Puberty”. Penggalan lirik yang menggambarkan rasa penasaran kepada interaksi intim manusia yang berujung ke penyesalan merupakan secuil realita ‘pertumbuhan manusia’ yang ingin Closure paparkan. Bahkan muramnya kondisi psikosis Postpartum juga dihighlight, termasuk juga fenomena ekstremitas religi di lagu “Paradigm”, di mana perbedaan bisa membuat orang menjadi self righteous, pula, tak lupa Closure menyentuh nostalgia masa kecil di lagu “Warehouse” yang sangat kentara. Selain itu, Closure juga menyinggung impostor syndrome di lagu “Pawn” di mana manusia terlalu larut dalam pergaulan hingga kehilangan jati diri.

Berbagai variasi tema tersebut menunjukkan usaha Closure untuk menjelajahi berbagai tema yang mengitari kehidupan manusia baik yang riang gembira maupun gelap. Hal ini menjadikan konotasi post-punk di album Innocence tidak lagi melulu identik dengan ‘gelap dan suram’, namun lebih menyentuh berbagai sisi kehidupan manusia secara komprehensif.

Variasi mood ini pula menandakan transformasi Closure yang pertama kali muncul dengan nuansa bright hingga kini beranjak cloudy. Transformasi dari masa awal yang pekat dengan nuansa post-punk slavic kini beranjak lebih komprehensif dan kompleks dengan influence yang beragam, mulai dari skena Manchester hingga skena Australia. Kali ini di bawah bendera label rekaman Haum Entertainment, Innocence sudah bisa dinikmati dan dibeli di The Store Front mulai tanggal 16 Mei 2022.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Closure ? (@closureposts)

BACA JUGA - Ada Lara di Lantai 9 : Curhatan Crayon Cosmos Lewat Lagu “9th Floor”

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner