Berosilasi Diantara Hitam dan Putih, Sieve Rilis “Fake Ballad”

Berosilasi Diantara Hitam dan Putih, Sieve Rilis “Fake Ballad”

Sumber foto : Diambil dari rilisan pers Anoa Records

Berkat Anoa Records, Kita berkali-kali berkesempatan memasuki mesin waktu dan kembali ke tahun 2000-an. Salah satunya lewat single “Fake Ballad” dari Sieve

Sieve, band seminal darkwave dari Bandung yang sudah berdiri sejak 1999, merilis single ketiganya berjudul “Fake Ballad”.  Resmi mengudara di berbagai layanan musik streaming pada tanggal 15 Desember lalu, single “Fake Ballad” menjadi salah satu lagu krusial sepanjang 22 tahun band ini berkarya.

“Lagu ini sebenarnya adalah lagu demo yang belum pernah dirilis sebelumnya dan sudah dibuat sejak awal 2000-an” Jelas Sieve via keterangan persnya.

Lagu ini dibuat paska EP Biara berserakan terjual dari tangan ke tangan dengan sekelumit kisah tentang dua perempuan yang menjadi frontwoman Sieve, dibantu sosok misterius laki-laki yang kian melengkapi trio tersebut.

Goth rock, darkwave dan musik industrial pernah menjadi bagian catatan penting kota Bandung pada tahun 1999. Tanpa bermaksud jumawa, Getah cukup sahih didaulat sebagai pendahulu dan bertunas berkat para suksesornya seperti SEL, Koil, Silent Sun, Kubik dan Sieve, yang tentu saja muncul dengan karakternya masing-masing. Nama yang disebutkan terakhir cukup menonjol berkat aura gelapnya yang intens. Baik dari segi musikalitas, tema kostum yang dipakai setiap tampil secara live maupun kumpulan cerita oral yang pernah menyaksikan langsung aksi panggungnya.

Single “Fake Ballad” bisa dikatakan sebagai tolak ukur intesitas musik khas Sieve yang kelam. Hal ini terekam dengan apik dalam durasi 4 menit 1 detik di single tersebut. Meski baru berbentuk lagu demo saat direkam, namun lagu ini justru tampak utuh dan layak untuk disimak.

Petikan gitar clean Regina Rina, lalu layer demi layer synth yang dihajar oleh heavy riffs bagaikan badai yang seketika datang hendak meratakan daratan bumi dibagian akhir; hingga kemudian alur menuju klimaks yang dibangun Richard Riza berhasil membungkus lantunan suara Alexandra J. Wuisan atas barisan lirik “Fake Ballad” yang  dijahit begitu tajam dan bernas.

Alexandra sendiri menegaskan lirik-lirik yang ditulisnya untuk Sieve tidak mengandung unsur politik apalagi menyasar agama, tetapi lebih condong ke arah humanisme. “Hampir semua lirik Sieve menguak kepelikan humanis akan self righteousness, ignorance, herd stupidity, blind faith, hypocrisy, and cowardice,” katanya yang mengagumi karya-karya literatur Edgar Allan Poe, folklore dan mitologi.

Sieve menjadi salah satu bentuk ekspresi Alex, Rina dan Riza yang saat itu sulit mengutarakan keadaan mental emosional dan spiritual mereka secara lugas dan masih terasa sulit diungkapkan oleh kata-kata. Bermusik adalah media ‘katarsis’ yang tepat. “Basically di tiap lirik selalu ada story. Ada struggle, striving and ends with hope,” ungkap Alex.

"Persepsi kita sebagai penulis lirik itu berosilasi diantara hitam dan putih, dan maknanya ada di dalam spektrum tersebut. Berosilasi di antara polaritas, tidak cuma satu dimensi, atau separuh persepsi,” katanya. Kedalaman lirik “Fake Ballad” bisa disimak di berbagai kanal musik, selain melalui album fisik Sieve, bertajuk Biara yang beberapa waktu lalu sempat dirilis Anoa Records dan  sudah tersedia di berbagai toko musik terpilih.

BACA JUGA - Rindu Seseorang? Dengerin Aja Lagu Baru Dari Fox Fort

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner