Anti-tesis Mooner; Headbang dengan Jempol Bergoyang

Anti-tesis Mooner; Headbang dengan Jempol Bergoyang

Foto didapatkan dari rilisan pers yang dikirimkan oleh Mooner.

O.M menjadi sebuah anti-tesis pasca Tabiat. Perpaduan banyak unsur musik yang diacak-acak sedemikian rupa membuat karya terbaru Mooner menjadi tantangan berat untuk para headbangers menahan jempol mereka untuk bergoyang.

Sejenak setelah Tabiat yang dihasilkan oleh Absar (The Slave), Tama (Sigmun), Rekti (The Sigit) dan Marshella (Sarasvati) rilis 20 April 2017 lalu - eksplorasi kuartet rock Mooner merambah kolaborasi selanjutnya dalam O.M.  Ketertarikan keempat-nya terhadap jenis musik yang sama, kemudian mendekatkan mereka kepada band-band rilisan Vertigo dan Akarma Records, teracuni kugiran rock cadas Indonesia era 1970-an seperti AKA dan Panbers; hingga eksotisme timur tengah, orisinalitas tradisional hingga kerahayuan musik dangdut. Semuanya terangkum dengan baik dalam Tabiat ketika itu. Mengejentawahkan influence mereka sebaik mungkin. Sosok Absar memposisikan dirinya sebagai komposer utama, terus mendorong untuk membuat riff serta melodi yang sarat bernuansa 'kemelayuan' dan 'ketimuran' di mana sentuhan kota Padang - tanah kelahirannya lah kemudian memunculkan daya tarik sendiri yang tak terelakan. Selaras menyambung bersama gaung hingar bingar musik rock yang menjadi kegemaran utama dalam dirinya.

Di dalam Tabiat, penikmat musik seakan merasa didekatkan dengan kesan musik stoner rock yang druggy, padang gurun di bawah terang bulan penuh dan kecenderungan berkaleng-kaleng bir dipaksa masuk dalam kerongkongan yang cenderung pada akhirnya menggoda mereka untuk headbanging. Tidak sadar.

Beralih ke O.M menjadi sebuah anti-tesis dari akumulasi kecenderungan tersebut yang sudah disebutkan sebelumnya. Penjudulan album ini secara tidak langsung mengindikasikan sumber inspirasi utama. Peminjaman konteks musikal maupun tematis melekat pada kata O.M. Komposisi yang menjadi pakem grup musik orkes melayu pun diacak-acak oleh mereka dengan sedemikian rupa. Mengkonstruksi ulang susunan bahasa Indonesia, merajutnya semau mereka dan kemudian diurai menjadi bait demi bait lirik yang menggelitik hati. Semakin paripurna sudah lirik-lirik tersebut, ketika sumbang suara merdu oleh Marshella kian menonjol, berpadu melodi dan riff gitar yang mengayun berpacu bagai piston Pontiac Firebird jebolan 1969 disupiri penyihir Salem. Sedikit namun pasti, (tetap) mengandung unsur heavy yang kentara terjaga dengan baik. Maka tak salah apabila O.M akan menjadi tantangan berat bagi para headbangers untuk menahan jempol mereka bergoyang sendirinya. Reflek ikuti alunan.

Produksi album kembali ditangani oleh Rekti dan Avedis Mutter. Mengambil tempat di Red Studio dan Rebuilt 40142 Studio Bandung, unutk sentuhan akhir mastering oleh James Plotkin.

Format digital sendiri telah dirilis per tanggal 30 November 2018 lalu. Sila bagi Coklatfriends untuk mendengar secara eksklusif bisa mengaksesnya melalui Joox. Sedangkan rilisan fisiknya berupa pita kaset dan cakram padat sudah mulai tersedia per awal bulan Desember ini melalui Bhang Records.

Khusus bagi para audiophile masih harus bersabar untuk menikmati sensasi penuh album O.M, yang rencananya format piringan hitam baru mulai tersedia di bulan Maret 2019 melalui Outer Battery Records.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by O.M.Mooner (@moonermooner) on

BACA JUGA - Persembahan Spesial Nissan Fortz bagi Para Pengidap Kanker; Teruslah Ber"Cahaya"

 

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner