Yang Harus Kita Pahami Dari Barasuara

Yang Harus Kita Pahami Dari Barasuara

Sumber foto : Diambil dari official Facebook Barasuara

Untuk yang tidak bisa menangkap konsep dari Barasuara, akan menganggap band ini jadi sebuah angin lalu saja. Tapi jika untuk yang bisa, akan menganggap Barasuara adalah sebuah band yang mampu membuat dunianya sendiri.

Barasuara menjadi perbincangan kembali, usai mereka merilis album terbarunya, Pikiran dan Perjalanan. Lazimnya perilisan album musik yang baru dirilis, beberapa media memberitakannya, dan beberapa diantaranya mengulas isi album tersebut. Selayaknya sebuah ulasan yang dimaknai subjektivitas penulisnya, hal itu ternyata malah menjadi polemik ketika poin-poin yang menjadi kritikannya dianggap hanya mengejar klik saja (setidaknya menurut penuturan beberapa orang yang beradu argumen di twitter)

Ada kesan (mengutip dari akun twitter @torantula) it's cool to hate Barasuara, hingga hal itu jadi extra hipster points bagi beberapa orang. Ketika tahun-tahun sebelumnya, orang-orang justru berlomba-lomba memuji Barasuara, bahkan sampai ada istilah ‘polisi skena’, saat sang ‘polisi’ seperti mengharamkan penonton untuk mematung, tanpa ikut berjingkrak, atau terkesan tidak mengapresiasi saat Barasuara tampil dengan semua limpahan energinya di atas panggung, yang memang aktraktif.

Pencapaian artistik Barasuara dalam album Taifun mungkin sedikit mengingatkan pada Koil saat mereka merilis album Megaloblast. Bukan perkara kesamaan warna musiknya, tapi tentang cara mereka melewati zamannya, atau dalam istilah sederhananya, terlalu canggih pada eranya. Hal tersebut menjadi pujian sekaligus kutukan, karena baik Barasuara atau pun Koil, keduanya seperti kesulitan melewati pencapaian albumnya tersebut, baik secara artistik atau pun pencapaian secara komersil. Koil bahkan tidak merilis album baru selama sepuluh tahun lebih, usai merilis Blacklight Shines On. Dan malah merilis ulang album Megaloblast dalam format vinyl. Terkesan seperti susah move on, karena Otong cs ini seperti kesulitan melampaui pencapaian yang dibuat oleh Megaloblast.

Beberapa poin yang menjadi perdebatan tentang ulasan album Barasuara tersebut, diantaranya menyoroti soal formula, yang menurut sang penulis, masih sama dengan apa yang dipakai Barasuara di album Taifun. Hal tersebut kemudian memancing pertanyaan tentang apakah itu adalah sebuah konsistensi atau stagnasi? Sebuah pertanyaan yang juga diarahkan untuk Seringai, lewat album terbarunya Seperti Api.

Seperti halnya Barasuara, Seringai juga mendapat tanggapan yang lebih kurang sama, perihal formula yang mereka pakai dalam album barunya. Beberapa orang berpendapat jika apa yang Seringai sajikan dalam album Seperti Api, adalah sesuatu yang sebenarnya sudah pernah mereka suguhkan dalam album-album terdahulunya (High Octane Rock, Serigala Militia, Taring-red). Entah itu dari cara Arian menulis lirik, atau pun cara Ricky meramu riff-riff gitarnya. Tapi toh nyatanya kritikan perihal formula tersebut, tidak berpengaruh besar, selama masih banyak para Serigala Militia mengepalkan tangan ke udara menyanyikan bait lirik lagu “Mengadili Persepsi” (Bermain Tuhan), yang anthemic itu, “Individu, individu merdeka”. Begitu kuat dan membakar, untuk ukuran band rock tanah air, dengan semua kejelian mereka menyuguhkan branding yang keren tentang bandnya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner