Video Music Review : Tulus - Langit Abu-Abu

Video Music Review : Tulus - Langit Abu-Abu

Sumber foto : Diambil dari video klip Tulus - Langit Abu-Abu

Balutan lirik yang lahir dari curahan hati, ketika disajikan tanpa iringan musik, membuat kita jauh lebih terfokus, dengan semua yang tertangkap dalam ruangan. Tulus tampil "telanjang", dengan hanya mengandalkan suaranya saja.

Pada Tahun 1952 seorang komponis musik klasik bernama John Cage membuat sebuah proyek yang fenomenal sekaligus kontroversial, tentang sebuah upaya pembuktian dan kritisisme akan adanya konsep dikotomi Bunyi dan Sunyi. Dia mendekonstruksi konsep bunyi-sunyi dengan menghadirkan pertunjukkan orkestra diam, pada ratusan audiens yang menghadiri penampilannya, dimana seluruh pemain instrumen dalam orkestra itu hanya diam tanpa memainkan alat musiknya. Bahkan Cage selaku dirigen juga terdiam dan membisu.

Lewat pertunjukan itu lahirlah sebuah komposisi berjudul ”4:33”, yang cukup terkenal itu. Menurutnya, kosong, sunyi, tak bersuara, titik nol, netral, tak berpihak, semuanya hanya persepsi. “Jika ada seseorang yang memposisikan dirinya dalam sebuah kekosongan dan kenetralan, itu hanya persepsi mental-nya, yang berusaha menempatkan diri di luar titik-titik biner yang dia persepsikan pula ada”. Hal yang dilakukan Cage mungkin serupa dengan beberapa musisi berikut, yang juga sama-sama mendekonstruksi konsep bunyi-sunyi, dimana kesunyian itu justru mampu menerjemahkan musiknya itu sendiri. Ada Boards of Canada dengan lagu berjudul “Magic Window”, Coheed and Cambria “A Lot of Nothing”, Soulfly “91101”, John Lennon & Yoko Ono "Two Minutes Silence”, dan Soundgarden “One Minute Of Silence”.

Menghubungkan apa yang dilakukan oleh John Cage, dengan seorang penyanyi dan penulis lirik yang cukup diperhitungkan di Indonesia bernama Tulus, lewat video klip terbarunya yang berjudul “Langit Abu-Abu”. Mereka punya benang merah yang sama, ketika menghadirkan atmosfir ruangan dalam lagunya. Bedanya, Tulus tidak benar-benar terdiam seperti yang dilakukan oleh Cage, namun dia tampil bernyanyi tanpa iringan musik, dimana suara gema dan kekosongan ruang dalam video klip tersebut menjadi instrumen “musik” itu sendiri. Hal ini membuat lagunya terasa begitu menyentuh, karena setiap tarikan nafas yang Tulus hembuskan terasa begitu dalam, dengan caranya menyampaikan lagu itu.

Balutan lirik yang lahir dari curahan hatinya tersebut, ketika itu disajikan tanpa iringan musik, membuat kita jauh lebih terfokus, dengan semua yang tertangkap dalam ruangan itu. Tulus tampil "telanjang", dengan hanya mengandalkan suaranya saja. Analoginya mungkin seperti ini : kamu akan pergi berperang, dan saat kamu menghela nafas, ambience ruang kosong yang hanya bersuara lewat gemanya itu memiliki kombinasi nada, yang berpotensi menginjeksi nyali, dan nyaris melenyapkan rasa takut, bahkan saat ragamu sedang melemah. Hal itu jadi suntikan energi dimana kamu menghabiskan sisa tenagamu untuk sebuah pertempuran, atau dalam hal ini (lewat lagu berjudul “Langit Abu-Abu” ini) jadi sebuah pertempuran hati, antara Tulus dan sosok yang dicarinya di bawah langit abu-abu.

Tulus seperti sedang menghabiskan semua upaya dia menyuarakan isi hatinya lewat lagu ini, dan cukup bagi Tulus, yang hanya dengan suaranya saja mampu membuat air mata pendengarnya jatuh, andai itu dihadapkan pada cerita yang sama dengan cerita lagu ini. Tidak adanya bunyi instrumen musik dalam video ini menepis kemungkinan yang bisa mengalihkan perhatian, andai itu ditimpali bunyi piano atau gitar misalnya. Ketidakadaan bunyi instrumen musik ini jadi sejalan dengan suara hati yang dinyanyikan oleh Tulus, dengan penegasannya jika apa yang tidak terdengar sesungguhnya tidak benar-benar terdiam, termasuk suara hati.

Dengan konsep video klip seperti ini, ungkapan yang berbunyi “Musik adalah perasaan yang bisa didengarkan”, menjadi terasa relevan, terlebih ketika itu disajikan secara gamblang oleh Tulus dalam klip ini, yang jika dihubungkan dalam artian sebenarnya gelap, maka gelap bukan berarti tak ada cahaya, namun kurang cahaya. Pun begitu sunyi yang masih bisa kau dengar bisikannya. Beruntung Tulus mau berbaik hati menyuarakan isi hatinya lewat klip ini, dengan segala konsepnya, yang membuat kita tersadar jika suara hati jauh lebih terdengar ketika disajikan "telanjang", tanpa olah tata suara instrumen lainnya, lewat replika digital layar datar dan bermacam manipulasi suaranya.

BACA JUGA - Video Music Review : Menerjemahkan Agresivitas Melodi Lagu Ke Dalam Bentuk Tarian

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner