Ucok Harahap: Godfather Rock Indonesia

Ucok Harahap: Godfather Rock Indonesia

Sumber Foto : kamarmusik.id

Segala perkembangan musik rock Indonesia tentunya tak lepas dari apa yang sudah dilakukang sang legend, Ucok Harahap. Entah apa jadinya jika pada saat itu Ucok memilih jalur lain selain rock

Geliat industri musik rock di Indonesia kini sudah memiliki ragam warna dan irisan-irisan genre di dalamnya. Musisi/band rock di Indonesia saat ini tetap menunjukkan semangat “rock” tersebut melalui karya-karya, pergerakan, hingga aksi panggung mereka yang saya rasa kini semakin atraktif. Akan tetapi, semua hal-hal yang disebutkan tadi sebenarnya tak lepas dari peran sosok para ‘sesepuh’ musik rock, dan Ucok AKA adalah satu dari sekian banyak sosok itu yang mampu mempengaruhi –atau bahkan menjadi acuan– para rockstar saat ini.

Lahir pada 25 Mei 1943 di sebuah kediaman elit di Surabaya, dengan nama asli Andalas Datoe Oloa Harahap, Ucok memilih untuk tidak tenggelam dalam kemapanan keluarganya saat itu. Meski tinggal di rumah gedong dengan segala kemewahannya, nampaknya Ucok lebih nyaman bermain ke daerah Kupang, Grudo dan Pandegiling, yang mana daerah tersebut tidak se-elite tempat Ucok tinggal. Diketahui juga pada saat itu Ucok sering mencuri lauk pauk di rumahnya untuk dibagikan kepada anak-anak kampung sekitar.

Selama masa kecilnya, pria keturunan Batak dan Prancis ini diperkenalkan musik oleh ayahnya, Ismail Harahap melalui musik-musik keroncong dan Hawaiian pop yang populer pada era 1960-an. Seiring bertambahnya usia, referensi musik Ucok juga semakin beragam, apalagi di tahun 1966 Ucok mulai rajin berburu musisi di Taman Hiburan Rakyat (THR), Jalan Kusumah Bangsa, Surabaya, meskipun di tahun itu musisi belum terlalu banyak seperti sekarang. Dari pencarian itu akhirnya Ucok bertemu dengan Leo Kristi dan Mus Mulyadi, dan dari situlah awal perjalanan musik Ucok AKA dimulai.

Setelah pertemuannya dengan Leo Kristi dan Mus Mulyadi, kemudian melalui pergaulannya saat itu Ucok bertemu dengan Zainal Abidin (drummer grup musik Ariesta Birawa) yang semakin membuat hasrat bermusik Ucok semakin bergejolak. Kemudian Ucok mulai mengajak teman-teman THR lainnya seperti Haris Sormin (gitar), Peter Wass (bass), Soenata Tanjung (gitar) dan juga Zainal Abidin (drum) untuk bermain musik di studio miliknya. Setelah kemistri terjalin satu sama lain, akhirnya mereka memutuskan untuk membuat band dengan nama AKA – diambil dari nama apotek ayah Ucok, Apotek Kali Asin, dan di salah satu tempat di apotek itu menjadi markas serta studio AKA. Setelah melakukan beberapa penampilan, Peter Wass diganti oleh Lexy Rumagit karena cedera yang dideritanya setelah terluka akibat ledakan granat, yang sudah disiapkan sebelumnya untuk aksi panggung, dan peran Lexy Rumagit pun tak bertahan lama hingga akhirnya digantikan oleh Arthur Kaunang. (fun fact: semua bassist AKA bermain dengan tangan kidal)

AKA hadir dengan warna musik yang sarat akan nuansa psikedelik rock, di mana pada saat itu musik tersebut masih asing di telinga para penikmat musik. Berkat suguhan segar tersebut, gaya bermusik AKA disambut baik hingga perlahan memiliki basis penggemar. Hal yang menjadi eksentrik dari Ucok ketika tampil bersama AKA adalah aksi-aksi panggunnya selalu berhasil membuat penonton geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak, saat tampil di atas panggung Ucok sering menampilkan aksi teatrikal, peforma yang maksimal, dan tak jarang juga Ucok melakukan hal-hal di luar nalar – memakan ayam hidup-hidup, digantung terbalik, keluar dari peti mati dan hal-hal ‘gila’ lainnya.

Dari penampilan nyentrik atau bahkan bisa dibilang ‘nyaris sinting’ yang dilakukan Ucok di atas panggung, sempat terjadi kerusuhan ketika AKA pentas di Yogyakarta pada tahun 1974, di mana pada saat itu penonton ‘kurang suka’ dengan aksi panggung yang ditunjukan oleh AKA, hingga kursi dan benda-benda yang ada di sekitar berterbangan bahkan sampai melukai para personil AKA dan berujung perawatan intensif di Rumah Sakit. Namun karena memiliki karakter keras seperti batu dan idealis yang kuat, Ucok tak kapok-kapok untuk tetap menyuguhkan kegilaannya di penampilan-penampilan setelahnya.

Setelah mendapatkan pamor, penggemar yang merebak dan kesuksesan, membuat eksistensi AKA berada di atas angin, dan sosok Ucok dipandang sebagai rockstar sejati. Namun atas semua keberhasilan itu membuat Ucok terlena dan mulai tidak mampu menjaga konsistensi AKA sebagai band rock yang paling disegani waktu itu. Setelah beberapa pertimbangan, akhirnya ketiga personil lainnya mendirikan band baru tanpa Ucok dengan nama SAS band, yang diambil dari nama setiap personil.

Dari kejadian tersebut tak membuat Ucok kehilangan semangat berkeseniannya, bahkan Ucok banting stir dengan menjamah dunia perfilman dan memulai debutnya dalam film “Timang-timang Anakku Sayang”. Berkecimpung dalam dunia film membuat Ucok kemudian bertemu dengan Ahmad Albar, dan keduanya mulai akrab hingga mereka mendirikan grup musik Duo Kribo. Keduanya sangat ikonik dan menjadi idola baru bagi para remaja pada saat itu. Setelah mendapatkan popularitas, sejoli ini kemudian menumpahkan hasrat berkeseniannya dalam film dengan judul yang sama, “Duo Kribo” pada tahun 1977.

Selama berkaya bersama AKA, Ucok menjadi bagian penting di setiap penulisan materi lagu dan menghasilkan 12 album & dua album kompilasi – dengan eksplorasi musik yang berbeda-beda. Bersama Duo Kribo, dirinya dan Ahmad Albar menuangkan karyanya dalam album Duo Kribo yang berisikan Sembilan track. Selain AKA dan Duo Kribo, Ucok juga pernah menumpahkan hasrat musiknya dengan menciptakan beberapa grup musik, diantaranya: LSG (Love Sweet Gentle), Ucok & His Gang, Choksvanka, Pasport, Sweet Opini dan Warrock.

Bukan Ucok namanya jika hidupnya lurus-lurus saja, semuanya terlihat dari kebiasaan Ucok yang sering melakukan ritual-ritual ilmu hitam dengan melakukan semedi di kedalaman hutan atau di gunung-gunung. Seperti yang tertulis dalam buku “Antara Rock, Wanita & Keruntuhan”, kehidupan rumah tangga Ucok tak seindah status keuangannya. Terhitung sudah sembilan kali Ucok menikah, bahkan dari kisah percintaanya itu Ucok depresi hingga harus masuk ke dalam Rumah Sakit Jiwa. Ilmu hitam nampaknya masih mengikat pada diri Ucok, dan dengan bekal spiritualnya ia sempat menjadi seorang Dukun.

Pada 11 Juli 2008, Ucok kembali tampil dalam pagelaran Jakarta Rock Parade yang masih konsisten dengan ‘kegilaanya’. Saat itu Ucok tampil membawakan lagu andalannya, “Badai Bulan Desember”, lengkap dengan aksinya menggantung diri di atas tiang. Memasuki bulan Desember, tepatnya tanggal 3 Desember 2009, belantika musik rock Indonesia berduka karena kehilangan sosok ‘Rockstar Sejati”. Ucok meninggal dunia setelah berjuang melawan penyakit paru-paru yang menggerogoti di masa tuanya. Ucok kemudian disemayamkan di Kebraon, Kalang Pilang, Surabaya.

Segala perkembangan musik rock Indonesia tentunya tak lepas dari apa yang sudah dilakukang sang legend, Ucok Harahap. Entah apa jadinya jika pada saat itu Ucok memilih jalur lain selain rock. Saya mengamini bahwa sosok Ucok adalah Godfather Rock Music Indonesia. Berjuta-juta respek saya lontarkan!

BACA JUGA - Arina Ephipania dan Paket Komplit Musikalitasnya

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner