'The Next Big Thing' : White Chorus

DCDC menobatkan White Chorus sebagai ‘The Next Big Thing’, mengingat apa yang mereka buat tidak hanya dalam konteks bagus, tapi juga punya impact bagi pendengar

Katanya, menurut peribahasa, “dua lebih baik dibanding sendiri”. Satu hal yang diamini Ayu Ting Ting yang menawarkan mie instan isi dua, yang juga dikuatkan dengan pernyataan dua lebih baik dibanding satu. Namun dalam konteks ini, tentu hal itu berhubungan dengan urusan perut (dua = kenyang). Sebuah pembuka yang aneh sebenarnya, tapi lepas dari itu, menghubungkan esensi dari duo, kita akan menemukan istilah “The Dynamic Duo”, seperti halnya Lennon & McCartney, Gallagher bersaudara (meski sering berantem, tapi sayang kan), atau mungkin Anang & Krsidayanti, Anang dan Syahrini, hingga Anang dan Ashanty, yang bersinergi menghasilkan karya yang saling melengkapi. Kecuali mas Anang, sinergi dalam berkarya bersama berlanjut pada urusan asmara. Mantap mas Anang.

Bicara tentang “The Dynamic Duo”, kolom pencarian spotify seakan mengarahkan saya untuk menulis grup musik White Chorus. Sebuah duo (gimana sih sebuah tapi duo) yang digawangi oleh Emir Mahendra dan Clara Friska. Konon katanya dua orang ini merupakan pasangan kekasih yang punya ketertarikan yang sama dalam urusan musik. Untungnya mereka bermusik, jadi minimal kegiatannya disibukan dengan urusan musik, bukan dengan saling repost instagram mengumbar hal romantis ke khalayak ramai, karena dalam konteks mereka, yang mereka umbar dan pamerkan bukan kemesraan, tapi karya musik.

Pamer boleh saja asal keren, kalo mobil lamborghini dicat pink seperti rumah barbie terus dipamerkan, itu ngga keren dan sebaiknya jangan dipamerkan. Cover lagu “Lathi” dari Rosa Meldianti, juga tidak berhak dipamerkan, karena (ya cek sendiri lah ya, rame di internet). Untungnya apa yang dipamerkan White Chorus lewat single-single yang mereka rilis semuanya keren, hingga hal tersebut kemudian bermuara pada sebuah album berjudul FASTFOOD.

Album ini berisi sepuluh lagu bernuansa electro-pop yang ringan, singkat, namun variatif dengan aneka sentuhan warna musik. Selain diisi dengan olahan musik yang ear catchy lagu-lagu dalam album ini banyak pula membicarakan tentang isu-isu, baik sosial maupun personal, yang banyak terjadi di sekitar kita hari ini. Mulai dari trauma masa lalu, jatuh cinta yang sepaket dengan patah hati, seksualitas, maupun perasaan senang yang dialami. Album ini menandai fase terkini dari White Chorus, di mana mereka berdua sedang "nyaman-nyamannya" membuat lagu berdasarkan spontanitas. Namun lepas dari itu, yang paling menarik dari album ini adalah perannya yang mampu menjadi teman bagi pendengar White Chorus ketika menjalani momen-momen kecil sehari-hari.

Atas dasar itu, rasanya tidak berlebihan jika DCDC menobatkan White Chorus sebagai DCDC Rocka Rookie untuk bulan Agustus, yang bukan tidak mungkin kedepannya duo ini bisa jadi 'The Next Big Thing’, mengingat apa yang mereka buat tidak hanya dalam konteks bagus (secara estetika musik) saja, tapi juga punya impact bagi pendengar. Adanya energi yang bersinergi antara Emir Mahendra dan Clara Friska terasa dalam setiap lagu yang mereka buat. Produksi olah suara yang baik, musik yang ciamik, dan album dengan produksi rekaman yang baik, sudah cukup jadi alasan jika mereka layak diperhitungkan. Khusus untuk Emir, dia pernah mengawang dan menawarkan sesuatu yang ‘gelap’ dan ‘dalam’ bersama Loner Lunar, namun kali ini, bersama yang terkasih Emir hadir dengan musik yang lebih terang dan berwarna, dan sejalan dengan Fastfood, mudah melekat dan mendatangkan adiksi tersendiri.

White Chorus bisa menarik pendengaran dua generasi sekaligus, dari yang masih mengalami kisah romansa hingga yang pernah mengalami kisah itu. Untuk yang seumuran dengan Emir dan Clara mungkin mereka akan merasa terwakili dengan cerita yang ditulis White Chorus dalam lagunya. Untuk generasi lama, mereka akan merasakan romantisme masa remaja mereka lewat lagu yang White Chorus sajikan.