Tentang Sisi Musikalitas Reality Club

Tentang Sisi Musikalitas Reality Club

Bicara tentang karya, Reality Club termasuk band yang cukup concern dengan eksplorasi musikal dalam pola kreasinya. Satu hal yang kemudian tergambar di album kedua mereka, What Do You Really Know?

Transkrip oleh Ganjar Pratama

Terbentuk pada akhir 2016, Reality Club menjalani empat tahun perjalanan karir bermusiknya dengan sederet pencapaian yang terbilang cemerlang, dari mulai terpilihnya mereka sebagai nominasi ‘Best Alternative Track Of The Year’ dan ‘Best Newcomer’ di ajang AMI (Anugerah Musik Indonesia) tahun 2018, hingga memperluas pendengar mereka sejak 2019 melalui showcase di berbagai negara seperti Tokyo, Malaysia, Singapore, dan Jeddah.

Band yang digawangi oleh Era Patigo (drum), Iqbal Anggakusumah (gitar), Faiz Novascotia Saripudin (vokal dan gitar), Fathia Izzati (vocal dan keyboard), dan Nugi Wicaksono (bass) ini mengetengahkan lagu-lagu yang berisi pesan-pesan emosional dan disampaikan dengan lirik yang mendalam dan suara yang catchy.

Menjadi salah satu band yang juga terkena dampak dari pandemi saat ini, Reality Club menyikapinya dengan “Caught In a Season”. Ditemui disela-sela syuting DCDC Musikkita, mereka mengatakan jika pada awalnya “Caught In a Season” dibuat untuk mengisi kekosongan, karena udah 4 bulan tidak manggung, jadi mereka membuat season sendiri. Tentang hal ini menurut sang vokalis, Fathia menjadi keseruan sendiri karena mereka bisa membuat konsepnya sendiri, dari mulai tata panggung hingga look yang akan mereka sajikan. Menariknya, di gelaran “Caught In a Season” ada juga materi yang unreleased yang belum pernah didengar dan mereka bawakan disitu.

Bicara tentang karya, Reality Club termasuk band yang cukup concern dengan eksplorasi musikal dalam pola kreasinya. Satu hal yang kemudian tergambar di album kedua mereka, What Do You Really Know? Tentang hal ini menurut mereka pada awalnya jadi ketakutan tersendiri dengan semua perubahan musikal yang mereka buat. Tapi ternyata mereka mendapat dukungan dari para penikmat karyanya. Satu hal yang diakui mereka cukup melegakan, karena ternyata perubahan itu tetap bisa berbuah manis bagi Reality Club.

Tentang eksplorasi musikal sendiri, seperti halnya band-band lainnya, Reality Club juga menemukan dinamika tersendiri kala berhadapan dengan ide-ide yang mungkin berseberangan. Namun tentang hal itu menurut mereka bisa dicari jalan tengahnya. Asal percaya ke semua personil, karena tujuan kita sama. Walaupun cara translate kita beda tapi tujuan kita sama, makanya kita suka cekcok sehat untuk mencari jalan tengahnya gitu sih yang penting selama tujuan kita membuat musik bagus ya pasti bagus sih”, ujar sang drummer, Era Patigo.

“Selain itu kita juga kalo workshop itu ada moodboard nya, jadi kaya udah tahu arahnya kemana berdasarkan referensi yang kita sodorkan”, ujar Fathia. Satu hal yang juga dikuatkan oleh Faiz jika rujukan lagu itu membantu personil yang lain mengetahui arah lagunya. “misalnya gua bikin lagu seringnya gua kasih referensi arahnya kemana, jadi diceritain dulu biar yang lain ngeuh oh arah lagunya kesini”, ujarnya.

Di akhir wawancara DCDC mengajukan pertanyaan tentang Reality Club ingin dikenal dan ngga ingin dikenal sebagai band yang seperti apa, dan inilah jawaban mereka.

“Band yang gamau jadi sesuatu yang kaya orang tapi kita pengen jadi kita aja”

“Band yang mahal”

“Band dengan lirik yang oke, relevan, dan puitis”

“Pengen dikenal sebagai one and the best”

 Dan ngga pengen dikenal sebagai band....

“Band yang gamau ngomongin isu yang lagi panas gitu”

“Gamau dikenal sebagai band yang sombong dan ga sopan”

“Gamau dikenal sebagai band yang terkenal lalu redup”

BACA JUGA - Syarikat Idola Remaja ; Kumpulan Musafir yang Menemukan Rumahnya di Dunia Musik

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner