Sudio Gigs: Sebuah Pilihan di Tengah Keterbatasan

Sudio Gigs: Sebuah Pilihan di Tengah Keterbatasan

Budaya studio show/ studio gigs  semacam ini memang sebuah pergerakan kecil, namun tidak jarang pula menjadi ombak besar ketika itu dilakukan secara konsisten. Banyak pula band-band yang sudah punya nama mengawali karirnya di sebuah gelaran studio show/studio gigs semacam ini

Ada masa pada era 90an beberapa studio musik dilabeli poster bertuliskan “No Underground” sebagai bentuk protes para pemilik studio bagi para pelaku musik ‘keras’. Faktornya bisa banyak hal, dari mulai pengetahuan tentang musik semacam ini yang masih sangat minim, sampai adanya indikasi diskriminasi karena melihat geliat komunitas musik semacam ini yang mulai membesar. Maklum, bagi para pelaku musik industri arus utama, riak geliat musik bawah tanah bisa jadi ancaman karena disinyalir akan merebut pasar yang tengah mereka petakan, sampai kemudian jika bicara dalam konteks hari ini hal tersebut kemudia menjadi usang, karena masing-masing skena pada akhirnya punya pasarnya masing-masing.

Namun ketika menggaris bawahi tentang studio musik, ada satu fenomena budaya yang seru perihal studio musik. Setelah selesai dengan drama diskriminasi ‘no underground’ tersebut para pelaku musik kemudian berinisiatif membuat mini gigs di studio-studio tersebut. Penamaannya menarik, dari mulai Studio Show, Studio Gigs, sampai Latgab alias Latihan Gabungan. Ini menarik karena budaya semacam ini kemudian menjadi ‘peluru’ bagi band-band yang ‘belum punya nama’ untuk berpenetrasi memunculkan namanya ke permukaan. Pun menjadi ajang pengumpulan kekuatan bagi band-band tersebut untuk berkomunal dan saling mendukung satu sama lain, karena si penampil dan si penonton merupakan circle yang mereka buat.

Budaya studio show/ studio gigs  semacam ini memang sebuah pergerakan kecil, namun tidak jarang pula menjadi ombak besar ketika itu dilakukan secara konsisten. Banyak pula band-band yang sudah punya nama mengawali karirnya di sebuah gelaran studio show/studio gigs semacam ini.   

Mengedepankan semangat kolektif, gelaran mini gigs semacam ini memang berbanding lurus pula dengan pola swasembada. Misalnya saja sebuah gelaran yang diprakarsai YELLOWROOM ENT yang membuat gelaran mini gigs “Silahkan Rehearsal Show” yang melibatkan band-band indie-pop di Bandung seperti Clubwater, Roamnce Holiday, Piccadilly, dan Goodship Lollypop.  Gelaran ini menjadi ‘ajang silaturahmi’ sesama penyuka musik pop sebagai perkenalan dari mereka sebagai –istilahnya- “ini loh scene indiepop ini belum mati, dan masih punya passion untuk membuat sebuah gelaran untuk senang-senang/ngumpul bareng, atas nama musik dan pertemanan”.

Acara seperti ini bisa terasa lebih ‘intim’ karena kedekatan para pengisi acaranya sendiri, ditambah band-band yang tampil pun menyuguhkan nafas yang sama (dalam hal ini musik indie-pop) dengan intrepetasi yang beragam dalam menyuguhkan warna dan karakter musik yang diusung setiap band. Ada yang seperti pop anu atau pop itu, atau apapun itu, yang jelas semua musik ditampilkan dengan menyenangkan. Makin menarik ketika di gelaran tersebut juga setiap band yang tampil menyumbangkan satu lagu untuk direkam dan dijadikan album kompilasi live.

Saya ngga tahu apakah di skena musik lain juga melakukan hal yang sama atau tidak, tapi inisiasi semacam ini menjadi penting untuk menguatkan geliat pergerakan musik bawah tanah, mau itu pop, rock, metal, atau jazz sekalipun. Setidaknya ada bentuk konkrit dari para pelakunya dalam pendokumentasian gerakan mereka. Salah satunya lewat album kompilasi live tadi contohnya.

Kata orang bijak sih pernah bilang kalau kita tidak bisa melakukan hal yang besar tanpa diawali dengan hal yang kecil. Nah, inisiasi semacam ini bisa menjadi awal yang bagus untuk para pelaku musik bawah tanah mengawali pergerakannya. Memang tidak harus dengan ide membuat studio show/studio gigs, tapi intinya teruslah bergeliat meskipun ditengah segala keterbatasan. Sewa tempat konser mahal, susah izin, dan lain sebagainya, baiknya sih tidak kalah dengan hambatan semacam itu, karena jika kita mau jalan kayaknya bakal selalu ada.  

BACA JUGA - Sumbangsih Komunitas dan Pergerakan Skena untuk Industri Musik Indonesia

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner