Song Review : Impromptu – “I Love You, I Said”

Song Review : Impromptu – “I Love You, I Said”

Sumber foto : Diambil dari rilisan pers Impromptu

Single Impromptu “I Love You, I Said” itu manis dan sarat akan emosi. Mengingatkan diri tanpa bermaksud menggurui akan makna mencintai dan menghargai sisa waktu yang fana ini. Self love pop untuk semua orang!

Sebuah naskah atau catatan kecil manis dari kuartet indie alternative pop yang materi musiknya sesuai daerah asal mereka, “Istimewa”. Menawarkan gelimang riff, karakter vokal yang mumpuni dan spirit ‘p’ kecil yang terpatri dalam hati. Tentang bagaimana cara menyikapi hidup. Senang, sedih, ragu, gelisah dan perasaan tak menentu bercampur sebagai bumbu kehidupan. Berbunyi sama seperti makna dari nama bandnya, bermusik sesuai apa yang mereka tahu dan terlintas di benak para personilnya. Sebuah tembang apik dari Impromptu untuk kita semua.

Tulisan kali in dibuat tanpa berniat mengkomparasi (walaupun ujung-ujungnya nampak terkesan seperti itu) mendengarkan single Impromptu “I Love You, I Said” kali pertama mengingatkan saya kepada merdunya vokalis Catatonia, Cerys Matthews dan Sonya Madden, Echobelly. Dua biduanita berkarakter vokal kuat, unik, eksentrik, yang nampaknya selalu berada dibawah radar ketika invasi Britpop hasil impor langsung dari Britania Raya menyebar rata ke seluruh dunia.

Cerys Matthews dengan Catatonia-nya mampu menonjol sebagai band indie rock Welsh yang menerobos pada tahun 90-an dengan lagu-lagu kinetik yang penuh dengan sikap dan hookline ketat. Sedangkan Echobelly adalah band britpop kurang ajar yang dipimpin oleh Sonya Madan. Penulis syair hebat di generasinya yang menambahkan keragaman seni bertutur ke gerbong indies yang didominasi para lelaki berponi, berdandan casual, mod revival atau memilih berbeda dengan tema androgini. Mendobrak sekat gender, yang bahkan seorang Morrissey sekalipun mendaku diri sebagai fans garis keras Echobelly.

Saya pikir, ketimbang Justine Frischmann (Elastica) dan Louise Werner (Sleeper) yang terlalu basah ramai diidolakan, formula sosok vokalis perempuan yang ideal bagi saya terdapat pada kedua nama di awal dan daftar panjang nama-nama berikutnya cukup prima untuk mewakili sebuah era gerakan musik dan budaya yang menular di dunia pada pertengahan 1990-an ini.  Masa dimana pop/rock alternatif muncul lebih cerah, original dan menarik. Sebagian penampilnya bertindak membentuk serangkaian reaksi terhadap popularitas tema liris yang lebih gelap dari musik grunge pantai barat AS dan musik shoegaze dari Inggris itu sendiri.

Sebenarnya masih ada beberapa nama lagi, seperti Amanda McKinnon aka Manda Rin – vokalis dan keyboardist dari  band seminal asal Skotlandia, Bis yang menggabungkan energi riot grrrl, bouncing a la new wave, daya tarik visual anime dan kekanak-kanakan. Trio jebolan kompilasi C-86 yang unik. Rekaman awal mereka sangat primitif dan menarik, sehingga pada tahun 1996 mereka adalah band tanpa label pertama yang pernah muncul di program musik televise Inggris, Top of the Pops. Album debut mereka, The New Transistor Heroes (1997) memoles D.I.Y. sound dan mereka mulai menambahkan pengaruh seperti trip-hop, elektro, disko punk (pada single klasik "Eurodisco") dan pop synth selama beberapa rilisan berikutnya.

Berikutnya Lauren Laverne – Kenickie, yang menyempurnakan estetika riot grrrl menjadi sikap sederhana dan nakal, Kenickie adalah salah satu band punk-pop remaja Inggris yang muncul setelah kesuksesan Supergrass di pertengahan 90-an. Indie rock sejatinya lebih berhutang budi pada  Kenickie ketimbang Supergrass atau rekan-rekan mereka seperti Ash. Kenickie hadir jauh lebih nyaring, amatir dan imut daripada Bis. Musik Kenickie tidak selalu revolusioner, tetapi memiliki energi menyegarkan yang membuat mereka memiliki pengikut cult dalam pers musik Inggris.

Mengganti arah kiblat ke anorak pop yang sayang jika tidak disebutkan disini, selamat datang di “Secret world” twee pop-nya Sarah records. Daftar dimulai dari Mary Wyer (Even as We Speak), Amelia Fletcher (Heavenly, Talulah Gosh), Anne Marie Davis (The Field Mice, Northern Picture Library, Trembling Blue Star), Cath Caroll ( The Hit Parade) dan satu-satunya perwakilan dari Domino Records, Katrina Mitchell ( The Pastels). Tambahkan juga Wendy Morgan (The Popguns) yang memiliki aura keimutan tersendiri bagi saya pribadi. Saya juga berniat menyisipkan Stella Grundy (Intastella), Sarah Cracknell (St Etienne), dan Beth Gibbons (Portisheads) disini. Versi lokal yang saya rasa mampu mengemulasi dengan baik era tersebut beserta pernak pernik idealisme dan karya musiknya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner