Seruan Anarki ‘Kota Seribu Industri’

Seruan Anarki ‘Kota Seribu Industri’

Sebagian dari kita semua mafum, sebelum Beastie Boys belok ke musik hip hop, mereka adalah band harcore / punk dari skena New York HC. Berikut ini, versi Tangerang Selatan-nya yang jauh lebih anarkis

Emzo adalah seorang rapper dari Pamulang, Tangerang Selatan. Ketertarikannya pada skena hip hop dimulai  sejak 2016. Hingga berselang waktu dua tahun kemudian, ia mulai jauh lebih serius menggondok karya demi karya. Emzo yang tergabung bersama kolektif bernama TANGSELVANIA,  terdiri dari pelaku-pelaku hip hop lainnya dari ‘kota seribu industri’ seperti; ComboTrial, Kareem Killah, Kaset Soak, BullsDawg, Penikmat Soto, Dirayha, Insthinc, dan Gabar. Gesekan dan rangkaian peristiwa sosial  salah satu pendorong besar musik hip hop yang Emzo ciptakan,. Dirangkum dengan cermat lewat  EP Lima War Mentality.

Buah karya hasil kegelisahannya bercampur baur dengan alam pikir kritis yang menjadi bagian dari gaya hidup Emzo sehari-hari.  Hasilnya, kombinasi bernas antara musik hip hop dan punk. Hal ini terlahir dari lingkungan punk dimana Emzo bertumbuh besar. Lingkaran itu sudah menjadi bagian erat dari diri kehidupan Emzo sejak lama, dimana ada dua hal penting yang memikat dari gerakan sub-budaya ini; lirik kritis penuh kritikan sosial, kejujuran dan tempo cepat, Singkat dan padat.

Dimatanya ideologi Punk adalah Iman. Sedangkan musik hip hop, dipandangnya sebagai mesin keselarasan bersikap, kesetaraan hak asasi manusia, bertutur dan berprilaku. Meski berasal dari latar belakang ghetto, sopan santun nomor satu. Walaupun ikut berdiri sebagai rapper arus pinggir, Emzo tidak pernah membatasi dirinya dalam hal eksplorasi musik dalam bentuk apapun, lewat medium apa saja. Digital, analog semua disantap untuk di-hibrid-kan dengan peristiwa sosial saat ini ke dalam barisan lirik dan rima; flow dan juga beat.

Melahirkan sebuah identitas diri yang dirangkum ke dalam album mini berjudul Lima War Mentality berformat kaset pita.  Di dalam EP ini, segala bentuk keresahan yang dirasakan diserap oleh Emzo. Rumitnya perbedaan keyakinan, angkuhnya gerbong satu rezim, politk dan konflik kepentingan yang  raksasa dan carut marut sistem yang sering kali tidak berpihak kepada sila ke-2 (kemanusiaan yang adil dan beradab) dan ke-5 (keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia). Semua itu, dikemas oleh Emzo lewat lima lagu yang tersemat dalam EP berformat kaset ini. Ia tidak sendirian, dibantu oleh kompatriotnya yang terdiri dari Dirayha dan Gadblayz juga diproduseri Rustyflec bertandem dengan Vintagebitclass.

“2000” adalah lagu pembuka EP Lima War Mentality. Ditempatkan di awal, karna di tahun 2000-anlah semua bermula.  Dari segi sudut pandang, Euforia reformasi, sehingga adaptasi sosial ikut berkembang. Peraturan makin banyak dimodifikasi. Emzo menegaskan, bahwa tahun 2000-an ini banyak kepalsuan. Merata terjadi di seluruh lapisan sosial, moral dan norma yang berlaku di masyarakat Indonesia. Pergesekkan antar kepercayaan satau dengan yang lain. Prioritas kepentingan satu pihak dan kemunculan banyaknya pengalihan isu yang dipolitisir para pembuat sistem itu sendiri.

Dilanjutkan lagu kedua, berjudul “Bhinneka Tinggal Nama”. Diilhami sebuah peribahasa, “Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh” - sikap yang masih saja sulit dilakukan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Emzo beranggapan, yang bertanggung jawab atas keterpurukkan dan ketimpangan sosial yang masih dialami sebagian besar rakyat jelata bangsa ini, dilakukan oleh politisi yang masih saja rakus mengejar keperluan isi perut masing-masing.  Dirayha ikut menyumbang suara dan menjadi produser pada lagu ini.

Lagu ketiga berjudul “Literatur Asing”, Emzo memberi pesan yang cukup tegas kepada dewan rakyat yang terhormat. Lagu yang dibuat untuk menyudutkan pihak yang terlalu banyak merampas hak masyarakat dengan cara kotor. Obral janji yang diberikan tidak pernah terealisasi. “Kami Menjadi Asing Di Tanah Luhur Sendiri,” salah satu penggalan lirik dalam lagu tersebut. Menyuarakan para buruh dan rakyat tertindas yang merasa bekerja sebagai mesin uang negara, dan tidak pernah sekalipun disinggung akan perannya dalam kemajuan ekonomi Indonesia.

“Lima” menjadi lagu paling ikonik dan benang merah cerita dari keseluruhan materi dari EP “Lima War Mentality”.  Emzo menantang kaum kapitalis, menghardik dan mengancam  mereka selalu mengucilkan dan tidak mempedulikan kesejahteraan rakyat.  Emzo muak dengan demam syariat keyakinan yang maha tunggal, perbedaan keyakinan sebagai tolak ukur dalam segala aspek kehidupan. Menilai diri mereka sebagai manusia-manusia unggul dalam banyak hal di dunia (dan akhirat). “Dikarenakan berbedanya pola keyakinan, Agama-lah yang sering kali digunakan sebagai alat perang antar umat,” terang Emzo.

EP kemudian ditutup dengan “Adopsi Anarchy”, instrumental boombap yang keras selaras dengan lirik yang tegas berkolaborasi bersama Gadblayz.  Lagu yang menyiratkan kesimpulan Emzo dari sudut pandang yang ia yakini. Seruan anarki yang dialamatkan pada oknum yang selalu memperalat rakyat. Pengambilan semena-mena keuntungan dari hak kaum papa. Genderang perang bagi maling besar yang mudah melenggang bebas dari jerat hukum dan mereka yang rajin memonitori pergerakan kaum bawah tanah yang memperjuangkan keadilan.

BACA JUGA - Lewat ‘Deathhymn’ WARKVLT Kembali Ke Jalan Yang Benar

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner