Selekta Pop: Cipta Nada Perjalanan Dua Dekade Club Eighties

Selekta Pop: Cipta Nada Perjalanan Dua Dekade Club Eighties

Sumber: Tulisan (Karlina ”Alin” Octaviany, Jurnalistik’03) yang disadur ulang dari laman https://jurnalin.wordpress.com/2012/07/24/clubeighties-lima-orang-goblok-dikumpulin-jadi-satu/ | Sumber foto dari siaran pers.

Mengambil resiko dengan zat merkuri yang terkandung dalam setiap polesan perias wajah. Menjajaki perangkat lawan jenis sejak 1998, tidak membuat sosok di balik Club Eighties terjerumus sport bra, g-string, dan serupa dengan yang mereka sebutkan di laman media sosialnya - tidak berlindung dibalik berdarah-darahnya masa PMS.

Tulisan ini tentang romantisme. Bisa dikatakan sebagai bentuk glorifikasi kepada sebuah grup musik bernama Club Eighties. Bagi mereka-mereka yang mengidolakanーtermasuk sayaーmungkin sebuah kehormatan apabila berkesempatan bersua dengan sang idola. Melihat setiap aksi panggung mereka, mencuri-curi ber-swafoto bersama, mengkoleksi setiap rilisan fisik dan juga merchandise-nya. Bahkan, mereka yang lebih beruntung, mungkin akhirnya dapat bekerja sama dengan idola mereka. Namun yang istimewa bagi saya, ‘kehormatan’ dan kesempatan itu tiba bersamaan, ditugasi menulis tentang mereka.

Idola saya, Club Eighties.

Tak segelintir orang yang tahu bahwa pada 6 Oktober 2019 lalu menjadi momen bahagia, nostalgia, reunian, dan haru biru dari Club Eighties. Namun, hanya segelintir juga orang yang tahu sejarah panjang dari grup musik yang dibentuk di kampus seni paling eksentrik se-Jakarta: Institut Kesenian Jakarta ini cukup berliku.

Di hari tersebut, Club Eighties reuni disaksikan oleh kerabat, keluarga dan rekan terdekat yang hadir merasakan bersama saat-saat paling emosional dalam hidup mereka ketika seksi ritem yang tak lain adalah dua personil lama yang sudah sebelas tahun tidak bersama: Vincent dan Desta kembali dalam satu panggung dengan Lembu (vokal), Cliffton (gitar, programmer), juga Yton (keyboard, synth). Mempertontokan repertoar-repertoar khas nuansa '80-anーnew wave, new romantic dan synth pop yang dinadakan Club Eighties saat pertama kali kemunculan mereka mewarnai kancah musik Indonesia tahun 1998, dua dekade silam.

Tidak hanya bagi Club Eighties. Ribuan pasang mata memadati area Gambir Expo yang datang dari segala cangkup jenis, rentang usia, dan selera musik masing-masing yang berbeda pun larut dalam momen indah yang entah kapan akan terulang kembali. Banyak cerita di hari itu, “kini tinggal kenangan, terukir selamanya di dalam hati,” seperti penggalan lirik dari lagu "Lamunan Sunyi" yang terdapat dalam album debut mereka: Clubeighties yang rilis tahun 2001, diproduseri langsung oleh musisi kawakan dan pencipta lagu di era '80an, Dadang S. Manaf. Berkat tangan dingin beliau, Club Eighties semakin kukuh dengan citra diri "delapan puluhan", baik dari segi penampilan dan elemen musik. Kaset demo berisi tiga lagu ini berhasil mengantarkan Club Eighties masuk ke dunia musik Indonesia.

Musisi jenius ini menurunkan bakat bermusiknya ke sang anak, Sukma Perdana Manaf alias Yton. Oh ya, jika lupa, ingat saja sebuah sampul album yang membuat mimpi basah setiap remaja yang sedang mengalami pubertas meninggi dengan melihatnya terpampang di gerai-gerai toko musik fisik ketika itu. Club Eighties juga tercatat sebagai ‘raja pensi’ di masa-masa awal mereka berkarya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner