Sebuah Drama Lepas Kendali Dari Mahamboro
For Dear Life…Petang itu Jalanan riuh dipadati mata-mata yang masih terjaga.
Lampu-lampu dan rambu jalan terbenam kegelapan, wajah-wajah yang separuh terlihat. Buram. Gemerisik dan klakson kehidupan dari sebuah malam di kota yang jantungnya nyaris tak pernah sungguh-sungguh kau singgahi, atau sekedar menyapa. Ya, mungkin hanya di sekitar nya saja. Sebagian kecil ,di pojokkannya lengkap dengan satu tiang lampu redup.
Dibelai mesra angin malam, jalanan yang lengang dihantui kesepian, laju kendaraan saling kejar seperti kebanyakan rentetan peristiwa di dunia. Bertumpuk. Malam hari ini temanya memupuk melankolia hampir setengah gila. Dipelupuk penuh harap segala gundah durjana menguap. Pikiran payah, badan yang lelah. Penuh daya dan upaya memaknai kata ‘ikhlas’. Lepaskan. Biarkan hidup sesukanya mengecewakanmu. Hancur lebur sekalian, jangan tersisa. Lagipula ini masih kiamat kecil. Kiamat besar sedang antri - masih menunggu giliran. Belum saatnya. Tunggu waktunya tiba, tiupan terakhir; sangkakala.
Saya tersadar, sebagai manusia yang diberkati dengan jiwa yang limbung tak karuan dan terus menerus digelayuti perasaan yang tidak masuk akal itu ternyata tidak apa-apa. Hal yang sama juga berlaku untuk para pembaca di luar sana. Hidup tidak harus selalu masuk akal, kan? Seperti kisah Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso yang berakhir tragis dan diluar logika. Ironi ganda; ironi di atas ironi. Dan terkadang membiarkan hidup sesekali lepas kendali juga tidak ada salahnya. Justru dengan begitu, bagi saya bisa menjadi pengalaman sekaligus pegangan untuk menjalani hidup, menjadikannya lebih bermakna. Seperti ragam pilihan-pilihan dalam hidup, memilih berpijak di sisi kegelapan, juga sebuah pilihan. Bukan begitu? Simak albumnya melalui platform Bandcamp https://mahamboro.bandcamp.com/
Comments (0)