Rock yang Dibenci, Rock yang Abadi

Rock yang Dibenci, Rock yang Abadi

Menarik sekali menyimak linimasa di media internet terkait dengan kembali maraknya band-band cadas yang menggeliat dan mulai menyemburkan apinya lewat album baru. Musik rock dari waktu ke waktu seolah selalu menemukan momentum untuk kembali bangkit dan mengaum kembali. Berbicara tentang musik rock tentu tidak bisa dilepaskan dengan betapa keras kepalanya para penggemar setia mereka. Tidak salah lantas dijuluki sebagai metalhead yang mampu menghiasi semangat zaman dari waktu ke waktu.

Musik rock adalah semacam agama yang diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Tentu lengkap dengan para nabi-nabi yang menggiring massa menuju masyarakat spektakel yang khotbahnya terangkum dalam album-album musik yang melegenda dan menjadi kitab suci bagi panduan telinga dan bagaimana cara bersikap.

Musik ini tidak mengenal batas usia, namun yang perlu digarisbawahi adalah musik ini menjadi semacam konduktor yang mengalirkan semua energi dengan berbagai macam luapan perasaan. Hidup memang tidak baik-baik saja dan kadang manusia tidak tahu bagaimana cara meluapkan kegelisahan tersebut. Musik rock hadir untuk menjawab semua kebutuhan itu. Musik yang menjadi penanda sekaligus pengingat pada saat kapan kita untuk pertamakalinya melakukan pemberontakan terhadap norma-norma mapan. Melakukan sesuatu yang dilarang dan tabu dilakukan menurut standar norma di masyarakat.

Musik ini selalu berangkat dari kegelisahan. Memang, sebetulnya tidak hanya musik rock saja yang mencoba menyampaikan kegelisahan baik yang dialami secara personal maupun yang terjadi di masyarakat. Sebetulnya, media musik apapun bisa melakukan hal itu. Lantas, apa yang membedakan ekspresi kegelisahan musik rock dengan musik lain? Apa yang membuatnya menjadi sesuatu yang membius dan memiliki daya persuasif yang tinggi bagi pendengarnya?

Jika dirunut sejarahnya, musik ini lahir dari ekspresi kesedihan para budak kulit hitam yang mengalami represi lewat kebijakan politik rasial di Amerika. Para budak kulit hitam menciptakan nada-nada murung dan depresif dengan gaya menyanyi yang ekspresif sebagai bagian dari mereka untuk menemukan katarsis dan muara perasaan mereka. Kesedihan, kemarahan, rasa kecewa mereka tumpahkan lewat nyanyian dengan iringan musik yang kita kenal dengan blues. Esensi inilah yang akhirnya terus hadir dalam perkembangan musik rock yang akhirnya bermutasi kedalam berbagai sub genre dan berkembang di belahan dunia lainnya.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner