Resensi Lagu Kurosuke -

Resensi Lagu Kurosuke - "Little Joy"

Sumber foto : Diambil dari rilisan pers Kurosuke

Jargon yang berbunyi “Bahagia itu sederhana” nampaknya menjadi sejalan dengan apa yang ditulis oleh Kurosuke dalam lagu “Little Joy” ini.

Semua orang ingin merasakan kebahagiaan. Saya salah satunya. Beberapa orang menggambarkan kebahagiannya dengan banyak versi. Ada yang dengan menyaksikan tim sepakbola idolanya menang, lalu merasa senang, ada yang dengan mendapatkan hadiah dari yang terkasih, lalu membuatnya senang, dan masih banyak lagi. Kurosuke menjadi salah satu orang yang menggambarkan kebahagiannya lewat lagu, dan diterjemahkan dalam visual menarik, dimana dia memilih es krim sebagai analogi dari perasaan bahagia, yang dia dan lingkaran pertemanannya rasakan.

Lagu “Little Joy” sejatinya berkisah tentang hal-hal kecil yang bisa membuat seseorang bahagia. Jargon yang berbunyi “Bahagia itu sederhana” nampaknya menjadi sejalan dengan apa yang ditulis oleh Kurosuke dalam lagu ini. Bahagia memang sederhana, tapi hal tersebut tergantung sejauh mana kita meletakan ekspektasi, serendah yang bisa kita raih. Semakin tinggi ekspektasi, rasanya akan semakin susah kita bisa merasakan bahagia. Kurosuke lewat lagunya ingin berpesan jika dengan es krim dan senyum tulus dari orang-orang terkasih adalah hal kecil yang berdampak besar, karena dilingkari oleh rasa tulus, sebagai sesama manusia, yang fitrahnya butuh orang lain untuk berbagi.

Dengan olah musik yang terbilang groovy, Kurosuke menekankan musik pada fungsi utamanya, yakni untuk menghibur. Bukan untuk diperdebatkan di ruang-ruang diskusi tentang apakah sebuah lagu punya muatan estetika tertentu, atau bahkan mendebatkan apakah lagu tersebut cukup esensial untuk bisa dikatakan sebagai lagu jazz, pop, atau apapun itu, yang berujung pada adu argumen alot demi memenangkan predikat “yang paling ngerti musik”. Hipster biasa mereka disebut, yang biasanya hadir lewat pamer selera musik dengan tagar #nowplaying nya itu.

Lagu ini juga bisa jadi tentang penggambaran romantisme dan nilai-nilai nostalgic yang dirasakan Kurosuke, sebagai orang yang sedang atau -minimalnya- pernah bahagia. Dulu ketika dia masih kecil, dan belum berhadapan dengan hal-hal dilematis yang biasa dirasakan orang dewasa. Sedikit mengingatkan pada lagu Puppen dan Seringai, dimana Arian 13 sebagai penulisnya kerap melabeli dirinya sebagai bagian dari generasi yang menolak tua.

Dalam versi Arian 13, lagu “Berhenti di 15” merupakan gambaran ketika musik rock atau metal pertama kali menjadi juru selamat, dari banyak petuah bijak yang menghendaki hidup di jalur orang tua inginkan. Sedangkan dalam versi Kurosuke, cukup dengan makan es krim, dan biarkan rasa manis nan dingin yang ditawarkan es krim tersebut membawa memoar manis yang dia rasakan ketika dia masih kecil. Sesederhana itu. Dan ketika Kurosuke pada akhirnya menemukan musik sebagai jalan hidupnya, dia menjadikan itu sebagai kendaraannya menuju ruang imajinasi menyenangkan yang dia ciptakan.

Lagu “Little Joy” seperti episode baru dari lagu-lagu sejenis, dengan karakter dan ambience yang cheerfull pada balutan musiknya. Jika terlalu muluk berharap Papa T Bob kembali membawa kesenangan lewat lagu anak-anak, maka mari persilakan Kurosuke membawa kesenangan kecil itu lewat lagunya.

BACA JUGA - Resensi Lagu Hindia - "Jam Makan Siang"

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner