Resensi Lagu Efek Rumah Kaca  - “Normal Yang Baru”

Resensi Lagu Efek Rumah Kaca - “Normal Yang Baru”

Sumber foto : Diambil dari hasil tangkapan layar video lirik lagu “Normal Yang Baru”

Mungkin seperti layaknya Efek Rumah Uya, Efek Rumah Kaca merupakan band yang selalu mengangkat polemik dalam lagunya.

Efek Rumah Kaca kembali melahirkan karya terbarunya yang kali ini digambarkan lewat single berjudul “Normal Yang Baru”. Diambil dari mini album terbarunya, Jalan Enam Tiga, sama seperti single sebelumnya, “Tiba-Tiba Batu”, Efek Rumah Kaca masih mengetengahkan aransemen dan komposisi musik yang sederhana, seakan pola seperti itu sengaja mereka buat untuk membawa pendengarnya kembali pada album pertama Efek Rumah Kaca yang lugas, straight to the point, dan minimalis.

Di lagu “Normal Yang Baru” (dan lagu-lagu lainnya di mini album Jalan Enam Tiga) Efek Rumah Kaca seakan menanggalkan ‘kemewahan’ yang mereka buat di album Sinestesia, dan kembali ‘bermain’main’ dengan musiknya. Meski diakui, penulisan lirik di lagu ini masih tajam. Dibuka oleh pukulan ritmis dari drumer, Akbar, selanjutnya Cholil dan Poppie sedikit saja menambahkan lick pada instrumen masing-masing, terdengar raw, namun masih mampu ‘ditambal’ dengan penulisan lirik dan konsep ‘bermain-main’ itu tadi.

Terasa menyenangkan mendengar Efek Rumah Kaca tidak menyajikan musiknya dengan ‘tegang’, hingga hal itu seakan menandakan jika band ini masih menyimpan ‘romantisme’ kala mereka pertama kali ngeband, dengan semua ‘ke-amatiran’ dan ‘kegagapan’ yang mereka rasakan sebelum sebesar sekarang. Menyimpan ‘romantisme’ menjadi penting kala sebuah band butuh asupan energi dan menemukan alasan “kenapa dulu akhirnya mereka memutuskan untuk ngeband”. Efek Rumah Kaca melakukan itu dengan pola kreasi yang membuat pendengarnya dejavu dengan suguhan album pertama mereka.  

Lepas dari konteks isian lirik lagunya, “Normal Yang Baru” seperti menyiratkan jika Efek Rumah Kaca sedang ingin bersantai, setelah lelah dengan tensi tinggi yang mereka lakukan di album sebelumnya. “gua pernah ngeliat Cholil sama Akbar itu tegang banget pas lagi garap album Sinestesia. Itu kayaknya persoalan aransemen musik dipikirin banget. Jadinya kaya ngedumel sendiri kalo ngga bisa dapetin komposisi atau aransemen yang pas buat lagu itu”, ujar sang basis, Poppie Airil dalam sebuah wawancara bersama Soleh Solihun.

Pernyataan Poppie Airil tersebut seakan menegaskan jika Efek Rumah Kaca sebelumnya memang tengah berada di tensi tinggi dengan ‘tuntutan’ sebagai band paling disoroti agar menghasilkan karya yang matang, dan tidak berlebihan jika dikatakan masterpiece. Mereka berhasil melakukan itu, hingga setelah melewatinya mereka tidak perlu membuktikan apa-apa lagi. Mereka seolah ingin bermain-main lagi dengan musiknya yang sederhana dan istilah pop minimalis yang mereka usung (kembali) menjadi relevan dengan musiknya.

Lagu “Normal Yang Baru” mungkin tidak akan berakhir di ruang-ruang diskusi seperti halnya lagu “Di Udara” atau pun lagu “Sebelah Mata”, dengan semua hal-hal esensial yang terdapat dalam lagunya. Namun meski begitu, Efek Rumah Kaca masih bisa ‘menampar’ dengan caranya sendiri lewat lagu ini. “Normal Yang Baru” adalah paradoks yang membenarkan sesuatu yang salah, dan menganggap benar sesuatu yang bohong, hingga kesalahan dan kebohongan terasa menjadi normal. Kenapa menjadi normal? Karena kita yang membiarkan. “Kabar miring yang kita biarkan lurus dengan sendirinya”, begitu ujar mereka dalam lirik lagunya. Mungkin seperti layaknya Efek Rumah Uya, Efek Rumah Kaca merupakan band yang selalu mengangkat polemik dalam lagunya. Bedanya, mereka menyajikan polemik tersebut tanpa settingan, tapi karena mereka perlu bersuara.

BACA JUGA - Resensi Lagu Nisa Haryanti - "Kau Tak Sendiri"

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner