Reportase : Pesta Pora Akhir Pekan di Gelaran LIMUNAS ke 12 Bersama Forgotten

Reportase : Pesta Pora Akhir Pekan di Gelaran LIMUNAS ke 12 Bersama Forgotten

Sumber foto : Dok. Pribadi Fatur Rahman Suryadi

Dengan mengusung tema “24 Years Into Kaliyuga”, kali ini Limunas mengajak salah satu band dedengkot death metal asal Ujung Berung, Forgotten, sebagai line up utamanya, yang menjadikan antusias tersendiri bagi para Terlaknat.

Limunas hadir kembali di kota Bandung. Sebuah perhelatan yang diadakan dengan tujuan bersenang-senang, dimana pada tahun ini telah menginjak angka ke-12, sejak gelaran pertamanya sekitar tahun 2011. Acara yang digelar pada hari Minggu, 5 Agustus 2018 kemarin ini merupakan prestasi tersendiri, dengan mengandalkan kolektif pertemanan dan suguhan penampilan yang menarik, set lighting yang memukau serta venue yang seperti sudah punya magnet tersendiri untuk mendatangkan kerinduan tiap tahunnya, baik itu bagi para penonton atau bagi para pengisi acaranya, seperti misalnya Komunal atau Rajasinga yang notabene nya jarang tampil untuk wilayah kota Bandung, sudah menjadi langganan dalam event ini.

Dengan mengusung tema “24 Years Into Kaliyuga”, kali ini Limunas mengajak salah satu band dedengkot death metal asal Ujung Berung, Forgotten, sebagai line up utamanya, yang menjadikan antusias tersendiri bagi para Terlaknat (julukan untuk penikmat karya Forgotten) dari luar kota maupun dalam kota untuk datang menyaksikan. Band yang sudah melanglang-buana selama 24 tahun di kancah musik cadas tanah air ini tumbuh dengan konflik sebagai nama tengah mereka. Hal ini terbukti lewat beberapa album dan EP seperti Future Syndrome (Palapa Records, 1997), Obsesi Mati (E.S.P 2000), EP Tuhan Telah Mati (Rock Records, 2001), Tiga Angka Enam (Rottrevore Records, 2003), Laras Perlaya (Rock Records, 2011), dan Kaliyuga (SEM Records, 2017), yang telah menemani pergelutan mereka.

Meskipun ini adalah gelaran yang memperingati 24 tahun berkarya dari Forgotten, tapi mereka tidak tampil sendirian, dengan hadirnya penampilan apik dari band Godplant, yang memainkan musik sludge metal ala Black Sabbath dan Black Flag. Mereka cukup bisa membakar atmosfir gedung IFI, Bandung, dimana Godplant hampir memainkan seluruh lagu yang ada di album terbarunya, Turbulensi, dan berhasil menghajar panggung malam itu.

Mengangkat tentang kritik sosial, Riza Prawiro alias Oyoy yang tidak lain dan tidak bukan adalah gitaris dari Godplant sendiri sempat membagikan Goodcap, yaitu sampah plastik bekas tutup botol minum yang dikemas kembali menjadi bentuk lain, yang dijual secara resmi di booth limunas, dengan harga Rp. 10.000. Goodcap ini dapat digunakan sebagai tempat untuk membuang sampah puntung rokok, sampai tempat menyimpan benda atau pernak pernik kecil lainnya. Dia menuturkan jika sekarang sudah sulit untuk mengurangi sampah, cara lain yang dapat kita lakukan adalah dengan menggunakannya kembali, meski dengan fungsi yang berbeda.

Usai penampilan dari Godplant, giliran Forgotten untuk menunjukan taringnya. Mereka menyuguhkan setlist panjang yang jarang terjadi dimainkan dalam format event festival, dengan dibuka oleh lagu “Bubuka” dari album Laras Perlaya, yang dibawakan hanya dalam waktu dua menit tiga puluh detik saja, namun mampu menjadi gerbang yang nampol untuk Forgotten lanjut menggeber musik ketat tanpa ampun. Menariknya, tidak jarang disela-sela jeda lagu, Addy Gembel sang vokalis nyeletuk menyindir suatu institusi tertentu, sebagai penegasan jika konser mereka akan tetap kondusif dan aman. Ini menjadikan suatu guyonan tersendiri bagi para audience, mengingat pembawaan sang frontman yang bisa dibilang nyentrik dan nyeleneh. Dia seperti mengingatkan jika kontroversi akan selalu jadi nama tengah dari dirinya dan bandnya, Forgotten.

Sang vokalis, Addy Gembel memandu para Terlaknat untuk menghangatkan suasana dengan berbagai ajakan untuk sing a long, stage dive maupun moshing di atas panggung, dengan aksen menarik lewat dinamika menarik dari set lighting yang sebelumnya memukau mewarnai panggung lalu perlahan menjadi redup ketika lagu berlanjut di “Mentalitas Fasis”. Sebuah lagu yang makin dikuatkan oleh narasinya Ucok (Homicide), hingga membuat atmosfir sekitar panggung menjadi semakin merinding. Ada yang unik dan menarik juga, dipertengahan pentas Forgotten mengajak Rifki 13 (Konfliktion) untuk mengisi posisi drum yang sebelumnya ditempati oleh Zalu, untuk memainkan dua lagu yaitu “Laras Perlaya”, dan “Tuhan Profane”. Seperti yang kita ketahui, Rifki sempat tergabung bersama Forgotten beberapa tahun silam. Dia juga terlibat penuh dalam pengerjaan album Laras Perlaya. Selain Rifki, ada juga Abah Andris (Nectura), sang drummer pertama dari band ini, yang menunjukan kepiawaiannya dalam bermain drum di lagu “Tiga Angka Enam”, dan “Tuhan Telah Mati”. Addy Gembel pun sempat menuturkan jika ia turut menghaturkan ucapan terima kasih bandnya sempat diisi oleh orang-orang hebat seperti mereka.

Seperti biasa, setiap Forgotten rilis album mereka selalu disertai dengan rilis buku. Namun di album Kaliyuga ini, Forgotten merilis buku dalam bentuk Tabulatur gitar dan drumm yang ditulis oleh Gan Gan dan Zalu. Satu hal yang menjadi catatan menarik, tentang sebuah band yang menolak untuk stagnan, dan terus melahirkan inovasi-inovasi yang membuatnya tetap hidup, dan memberi trigger bagi band-band baru untuk terus berkreasi. Malam yang akan dikenang sebagai malam yang penuh dengan passion dan semangat kolektif untuk berjejaring, hingga melahirkan pemikiran jika musik perlu dirayakan, dengan cara apapun.

BACA JUGA - Reportase : Hantaman Simfoni dan Akselerasi Musikal Burgerkill Lewat Killchestra

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner