Rekam Aja Dulu, “Musik Aing Kumaha Aing!”

Rekam Aja Dulu, “Musik Aing Kumaha Aing!”

Menggaris bawahi kalimat “musik aing kumaha aing”, outputnya kemudian jadi beragam dan tidak selalu sejalan dengan penjabaran tentang 'musik'. Bahkan disatu sisi bisa menembus dinding tebal bernama ‘pakem’

Ada tiga artian tentang revolusi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang pertama, revolusi/re·vo·lu·si/ /révolusi/ n merupakan perubahan ketatanegaraan (pemerintahan atau keadaan sosial) yang dilakukan dengan kekerasan (seperti dengan perlawanan bersenjata); yang kedua, perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang: dialah pelopor -- dalam bidang arsitektur bangunan bertingkat; yang ketiga, peredaran bumi dan planet-planet lain dalam mengelilingi matahari. Namun, bagi Oasis dalam lagunya yang berjudul “Don't Look Back in Anger”, revolusi adalah apa yang mereka (Noel khususnya) mulai dari dalam kamar tidurnya ; “So I start a revolution from my bed. 'Cause you said the brains I had went to my head...”

Menghubungkan revolusi dan apa yang Oasis nyanyikan tentang sesuatu yang dimulai dari dalam kamar tidur, maka kita akan menemukan sesuatu yang personal yang lahir dari dalam diri kita. Bagi musisi, hal tersebut bisa jadi sebuah lagu atau bangunan komposisi musik yang tercipta sebagai output dari banyaknya bunyi yang dia serap. Apa yang mereka serap tentu saja beragam, ada yang seluruh waktu dalam hidupnya khatam melahap musik jazz, namun ada juga yang kenyang dengan bebunyian distorsi dalam ‘daftar pustakanya’. Beberapa diantaranya ada yang kemudian merekamnya menjadi sebuah karya, namun ada juga yang terendap lama dalam pikirannya.

Musisi pada fitrahnya memang bermusik, baik itu yang didasari keinginan berkarya, atau pun ingin berjualan lewat musik. Satu hal yang menghubungkan keduanya adalah keharusan untuk rekaman agar musik kemudian menjadi sebuah ‘produk’ yang bisa dikonsumsi. Perihal hasil akhirnya menjadi sesuatu yang menjual atau hanya menjadi artefak itu urusan nanti, karena yang terpenting disini adalah rekam aja dulu, “musik aing kumaha aing” (musik saya gimana saya-red). Begitu kata orang sunda kala menentukan sikap dalam bermusik.

Menggaris bawahi kalimat “musik aing kumaha aing” dengan pola menarik musisi dalam melahirkan karya, outputnya menjadi beragam dan tidak selalu sejalan dengan apa yang bisa orang jabarkan tentang musik. Bahkan disatu sisi bisa menembus dinding tebal bernama ‘pakem’. Tengok cara bermusik grup band Leftyfish yang menggabungkan jazz, metal, noise rock, dan banyak hal lainnya sebagai ambience menarik dalam pola kreasinya. Atau juga grup musik Zoo dan Senyawa, yang mungkin bagi sebagian orang dianggap menyuguhkan produk musik yang kurang populer dan susah dimengerti. Namun balik lagi, rekam aja dulu, “musik aing kumaha aing”.

Atau mungkin ada yang masih ingat tentang pernyataan seorang musisi ‘mapan’ asal Jakarta yang menganggap jika noise music tidak bisa dikategorikan produk musik, hingga hal tersebut memancing pro dan kontra, karena bagi orang-orang yang ada dalam scene musik ini noise music merupakan produk musik yang ternyata punya pasarnya sendiri. Beberapa artefak rekamannya pun ada dan bisa dicari, baik itu yang berupa digital atau pun fisik. Beberapa netlabel seperti salah satunya Yes No Wave Music bisa menjadi rujukan, sebagai netlabel yang cukup konsisten menyajikan rekaman-rekaman unik bagi yang ingin berpetualang dengan musik, atau produk ‘bunyi’ sarat eksplorasi di dalamnya.

Bicara tentang rekaman juga kemudian kita akan bertemu dengan para musisi kamar, yang dengan semua nyala kreasi yang mereka punya sanggup menyajikan musik secara jujur, tidak pretensius, dan tulus, yang mereka rekam dari dalam kamarnya. Menariknya, tidak jarang beberapa musisi kamar itu kemudian menjadi muncul ke permukaan dan bahkan sanggup ‘berjalan lebih jauh’ dengan musik yang mereka buat.

Tiga nama yang cukup identik dengan itu adalah Adhitia Sofyan, Endah N Rhesa, dan Bottlesmoker. Mereka kemudian menjadi muncul ke permukaan dengan warna musiknya masing-masing. Mungkin mereka juga mengamini jika yang terpenting dalam bermusik adalah rekam aja dulu, musik mereka gimana mereka. Teknisnya pun bisa dibilang beragam dan tergantung cara mereka mensiasati keterbatasan. Salah satu yang menarik pernah dilakukan Endah N Rhesa, kala duo ini pernah menyulap kamar tidurnya jadi sebuah 'studio rekaman'. Simak videonya berikut ini. 

BACA JUGA - Akankah Isu ‘Mental illness’ Kembali Mengudara di Tahun 2021?

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner