Ragam Sudut Pandang Karya Musik Merespon Hari Kemerdekaan

Ragam Sudut Pandang Karya Musik Merespon Hari Kemerdekaan

“Sudahkah Merdeka?”, satu kalimat yang tidak asing diteriakan Serigala militia ini menjadi sejalan dengan ragam sudut pandang karya musik dalam merespon hari kemerdekaan.

Masuk bulan Agustus, maka yang pertama kali terlintas di benak masing-masing dari kita, akan tertuju pada satu hal, yakni hari kemerdekaan. Momentum perayaan hari kemerdekaan yang jatuh di bulan Agustus ini (tepatnya setiap tanggal 17 Agustus), menjadi satu hal yang banyak mengisi pola kreasi banyak orang, dari mulai orang sipil, yang belomba menghias gapura, atau bahkan sampai musisi yang terinspirasi membuat karya berdasar tema ini.

Outputnya beragam, ada yang sejalan dengan sudut pandang euforia kemerdekaan, ada juga yang menjadi 'agnostik' dengan mempertanyakan, seperti halnya Kelompok Penerbang Roket, dengan lagu “Dimana Merdeka”, atau bahkan Koil dan Seringai yang berujar sinis mengenai kemerdekaan, dan yang jauh lebih kompleks dari itu, yakni nasionalisme. “nasionalisme untuk negara ini adalah pertanyaan”, begitu ujar Otong, dalam sebuah lagu Koil berjudul “Kenyataan Dalam Dunia Fantasi”.

Hal yang mungkin menjadi kontras dengan tema kemerdekaan ini, salah satunya dengan gonjang ganjing RUU Permusikan beberapa waktu lalu. Alih-alih mendapati kebebasan dalam berkreasi, para musisi ini malah hendak dikebiri. Satu hal yang kemudian menjadi pertanyaan selanjutnya ketika pemangku kebijakan di tanah air mengusulkan Hari Musik Nasional. Karena seperti halnya bentuk selebrasi yang lain, Hari Musik Nasional pun hanya berujung pada satu momen perayaan tanpa satu hal berarti di dalamnya. Apa memangnya yang perlu dirayakan dari hari musik ini?

Untungnya, RUU itu berpotensi akan dibatalkan, dan kita masih bisa bernafas lega karena kreativitas masih menjadi pemenangnya. Kita masih akan mendengar band dengan daya kreasi dan konsep begitu matang macam Zoo, BVRTAN, atau pun Efek Rumah Kaca, yang kritis terhadap bentuk ketimpangan di negara dunia ketiga ini, hingga pada outputnya sanggup menghasilkan karya yang seru untuk diikuti. Entah itu hanya berujung pada gimmick atau sebuah lagu dengan segala esensi di dalamnya, respon dari beberapa band terhadap tema nasionalisme atau kemerdekaan ini jadi satu dinamika tersendiri, karena seperti yang ditulis di paragraf atas, ada yang sejalan dengan ‘branding’ si empunya negara, dan ada juga yang kontra, dengan semua kekuatan argumen serta narasi karyanya.

“Sudahkah Merdeka?”, satu kalimat yang tidak asing diteriakan Serigala militia di lagu “Mengadili Persepsi (Bermain Tuhan)” milik Seringai ini, menjadi sejalan dengan aneka ragam sudut pandang karya musik dalam merespon hari kemerdekaan. Bersama sang vokalis, Arian 13, mereka sama-sama menekankan jika setiap individu harus menjadi pribadi yang merdeka, dan tidak terjajah satu bentuk pemahaman, yang hanya diyakini kebenarannya oleh satu kelompok tertentu saja.

Dari mulai band cadas semacam Seringai yang berteriak tentang kemerdekaan, hingga band pop semisal Maliq n D’Essential (lewat album mereka Free Your Mind) sepakat untuk menjadi individu-individu merdeka, yang bebas berkarya dengan pola kreasi yang dipilihnya. Entah itu dalam bentuk musik metal, punk, atau pop sekalipun. Selama itu lahir dari keinginan untuk berkreasi dan berekspresi, maka para musisi tersebut telah menjadi pribadi yang merdeka. Mungkin bisa terbaca gamblang, seperti halnya Jasad dengan Bhineka Tunggal Ika nya, atau bisa lewat cara Tennage Death Star, yang memerdekakan diri berlaku seenaknya di atas panggung. Setiap musisi atau band punya cara sendiri dalam menunjukan sikapnya, yang bebas dan merdeka.

BACA JUGA - Musik dan Selebrasi Dunia Maya

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner