Pengamat Musik, Riwayatmu Kini

Pengamat Musik, Riwayatmu Kini

Tentang kekosongan para pengamat musik di arus utama, apakah karena tidak ada lagi hal esensial dalam musik popular, atau memang sudah tidak ada lagi orang yang mau bersusah-susah menggali ‘pesan’ dari sebuah musik?

Menempatkan musik pada ranah yang lebih luas maka perannya akan jauh lebih besar dari artiannya sebagai salah satu jenis kesenian saja. Musik bisa mencangkup budaya hingga sosial politik dengan ragam hal esensial yang dibawanya. Namun tidak semua musisi mau mengeluarkan energi lebih untuk menjelaskan karyanya. Jadi, ketika sampai akhirnya sebuah karya musik bisa bicara lebih, salah satu faktornya adalah karena adanya para pengamat, jurnalis, dan para kritikus musik yang membawa ‘pesan’ sebuah lagu lebih jauh lewat point of view yang mereka paparkan.

Remy Sylado, Bens Leo, dan Denny Sakrie mungkin menjadi tiga nama yang muncul ke permukaan dan menjadi identik sebagai seorang pengamat musik. Remy dan Bens yang berangkat dari Majalah Aktuil, kemudian bertemu dengan Denny Sakrie yang bisa kita baca paparannya di beberapa majalah ternama dari mulai Hai sampai Rolling Stone. Ketiganya sering dijadikan rujukan ketika kita ingin membahas musik.

Kiprah ketiganya kemudian berujung pada sebuah pertanyaan ‘hari ini’ tentang para pengamat musik itu sendiri...‘’setelah mereka bertiga, lalu siapa lagi?”. Bukan lantas tidak ada pemerhati musik dengan kredibilitas mumpuni, karena jika konteksnya urusan kualitas kita akan mudah menemukan penulis/pemerhati musik jempolan pada era hari ini. Namun jika bicara tentang siapa yang bisa menjadi ‘ikon’ seperti halnya Bens Leo atau Denny Sakrie, rasanya belum ada yang sanggup muncul ke permukaan dan berada di arus utama seperti mereka.

Nama-nama seperti Taufik Rahman, Sammack, Rudolf Dethu, Wendi Putranto, Nuran Wibisono, Idhar Resmadi, hingga penulis muda hari ini, Irfan Muhammad, merupakan nama-nama yang bisa bicara lebih dengan karya literasinya tentang musik. Tapi kemudian, siapa diantara mereka yang akhirnya muncul ke permukaan? Dunia digital yang dinamis agaknya memberi ruang terlalu luas hingga kolam tentang musik bisa diisi siapa saja, dan sulit untuk menemukan salah satu nama yang akhirnya jadi identik nan ikonik.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan era sebelum internet menjadi masif seperti saat ini. Kolam yang tidak terlalu luas tersebut hanya diisi sedikit saja orang yang mau bersusah-susah bicara tentang musik. Namun baiknya, tiap-tiap orang yang ada di sana pada akhirnya bisa cukup mudah muncul ke permukaan. Bens Leo misalnya. Selain sebagai jurnalis yang terkenal dan diakui di bidang musik, ia juga bisa dibilang ikonik jika kita bicara tentang pengamat atau pemerhati musik. Keberadaannya kemudian diakui dan dijadikan rujukan, hingga dalam perjalanan karirnya dia bahkan termasuk anggota awal tim sosialisasi Anugerah Musik Indonesia (AMI), serta dikenal sebagai seorang pencari bakat dan produser musik, di mana ia berhasil berhasil memproduseri album perdana Kahitna, Cerita Cinta pada tahun 1993.

Padahal Bens jauh dari kesan kontroversial layaknya Lester Bangs yang kerap mengkritik musik lewat tulisannya. Bahkan, Jim DeRogatis menyebut Bangs sebagai “kritikus rock terbesar di Amerika”. Pada era Bangs menulis di Rolling Stone sekitar tahun 70an, majalah musik tersebut menabalkan diri sebagai media musik yang melek politik, hingga melahirkan genre jurnalisme gonzo. Salah satu yang melatarinya adalah tulisan Hunter S. Thompson berjudul “The Battle of Aspen”, yang menceritakan kisah dirinya saat ikut dalam pemilihan kepala sheriff di Colorado. Pada masa itu pula, Rolling Stone melahirkan penulis-penulis musik yang namanya kemudian menjadi rujukan banyak orang jika ingin bicara soal musik, dari mulai Lester Bangs itu sendiri, lalu ada pula Joe Klein, Ben Fong-Torres, Greil Marcus, dan Cameron Crowe, yang kemudian membuat film Almost Famous (sumber : https://tirto.id/majalah-rolling-stone-sejarah-kejayaan-kisah-keruntuhan-c9AJ)

Sedikit intermezo. Menjadi menarik mengingat film Almost Famous sendiri merupakan kisah tentang wartawan muda bernama William Miller yang mengikuti band fiktif Stillwater untuk ditulis ke Rolling Stone. Kisah Miller diambil dari pengalaman Crowe ketika mengikuti tur bareng The Allman Brothers, Led Zeppelin, juga Lynyrd Skynyrd. Sosok Lester Bangs yang diperankan oleh aktor Philip Seymour Hoffman cukup mencuri perhatian dalam film tersebut. Meski durasi penampilannya pendek, namun beberapa pernyataan Bangs di film tersebut menarik untuk diikuti, seperti obrolannya dengan William Miller tentang betapa tidak kerennya para pemerhati/jurnalis musik. Namun disaat bersamaan Bangs meyakinkan Miller jika orang-orang seperti mereka adalah musuh bagi musisi, atau dalam istilah yang Bangs sebutkan sebagai “The Enemy”.

Bangs pernah melontarkan pernyataan tentang betapa tidak kerennya dia yang hanya di rumah saja menulis tentang musik, sementara rockstar yang ditulisnya sedang berkeliling dunia. Satu hal yang diamini Miller saat dirinya harus menelan pil pahit bahwa perempuan yang disukainya lebih memilih seorang rockstar dibanding penulis sepertinya, meski dia berusaha keras membuat citra sebagai “The Enemy”. Mungkin senada dengan itu, para pemerhati musik hari ini menjadi sulit muncul ke permukaan, apalagi menjadi ikonik dan terkenal.

Atau mungkin memang bukan itu tujuan mereka menulis/memperhatikan hal-hal esensial dalam musik? Atau memang sudah tidak ada hal esensial dalam musik popular, seperti yang diyakini Bangs saat dia berujar “I don't see that there are any particular changes in popular music”. Atau memang sudah tidak ada lagi orang yang mau bersusah-susah menggali ‘pesan’ dari sebuah lagu?

Apakah musik sudah terlalu banal untuk kemudian melahirkan sosok pengamat musik yang bisa dijadikan rujukan? Apakah mereka memang hanya nyaman berada di kolamnya masing-masing, dan menilai arus utama bukan tempat yang cocok untuk taman bermain mereka? Coklatfriends punya jawabannya? Tulis di kolom komentar ya.

BACA JUGA - Memilih Musik Berdasar Pada Jurusan Kuliah

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner