Peewee ; Band ‘Mitos’ yang Akhirnya Menampakan Diri ke Permukaan

Peewee ; Band ‘Mitos’ yang Akhirnya Menampakan Diri ke Permukaan

“kita tuh lebih sering di studio karena emang dari awal tujuannya membuat band ini tuh karena pengen bikin lagu, bukan bawain lagu orang lain”, ujar Septa.

Pasca merilis debut mini albumnya pada kisaran tahun 1999/2000an, Peewee masih produktif sampai sekarang. Lagu-lagu mereka seperti “Old and Grey” dan “Nopie” jadi satu artefak menarik kala membicarakan scene indie pop di Bandung. Sempat lama tak terdengar, mereka kembali lagi dengan formasi baru, menambah spirit bermusik mereka yang makin menyala, dan belum menunjukan tanda-tanda kelelahan. Terbilang salah satu pionir di scene musik indie di Bandung, Peewee seakan menegaskan jika usia hanyalah perkara angka, karena jiwa mereka masih sama dengan era 90an, kala band ini masih muda dan ‘berbahaya’.

Menggali informasi tentang Peewee terbilang butuh tenaga ekstra, mengingat band ini -dengan segala kerendahan hati- bisa dibilang sebuah ‘mitos’, karena terbilang sangat jarang muncul ke permukaan. Penasaran dengan predikat band ‘mitos’ yang disematkan pada Peewee, DCDC  berkesempatan menemui mereka disela-sela syuting DCDC Musikkita. Sang gitaris mereka, Septa menuturkan jika pada awalnya band ini terbilang cukup ‘keras kepala’ dengan pilihan bermusiknya.

Diakui oleh dirinya (dan diamini oleh personil lainnya) jika pada tahun 90an sampai awal 2000 banyak band (khususnya di Bandung) yang muncul ke permukaan sebagai ‘band cover’, sedangkan Peewee kurang nyaman dengan pola seperti itu dan kekeh membawakan lagu sendiri. Hal tersebut rupanya menjadi anomali tersendiri bagi Peewee, di mana ada kesan jika band ini asik sendiri dengan semua pola kreasi seru mereka dalam bermusik.

“kita tuh lebih sering di studio karena emang dari awal tujuannya membuat band ini tuh karena pengen bikin lagu, bukan bawain lagu orang lain”, ujar Septa. “terus kita juga pernah beberapa kali menolak tawaran manggung sebelum lagu benar-benar fix jadi. Mungkin itu sebabnya dulu kita terbilang jarang manggung atau muncul ke permukaan”, tambah Septa.

Tentang pendokumentasian sendiri diakui oleh mereka jika Peewee tidak punya ‘akte kelahiran’ pasti, namun sekitaran tahun 1996-1997 mereka sepakati sebagai tahun berdirinya band ini, dengan formasi awal ada Samsi (vokal & gitar), Beni (bass), Septa (gitar), Dirlan (drum), dan Lukman (gitar). Lebih kurang tiga tahun sejak berdirinya band ini kemudian EP Hate This Band rilis, dengan enam buah lagu di dalamnya seperti “Lara”, “396”, “Noppie”, “Sepi”, hingga “Ballerina”.

Menarik jika membahas tentang EP satu satunya dari Peewee ini, mengingat pada prosesnya masih dilakukan dengan proses analog lewat VHS, bukan dengan pola track digital recording seperti hari ini. “itu track nya juga terbatas, paling cuma 16 track, sama drum aja udah kepake 8 track. Udah setengahnya itu”, ujar Septa seraya tertawa.

Formasi Peewee kemudian berganti dengan masuknya Omen yang bermain bass menggantikan Beni pada tahun 2001, sampai akhirnya pergantian formasi kembali terjadi di tubuh band Peewee kala sang vokalis mengundurkan diri. Lucunya, sang vokalis mengundurkan diri dua hari menjelang penampilan Peewee di salah satu radio di Bandung.

“Jujur kita kelabakan mencari vokalis pengganti karena jadwal kita buat tampil di radio tersebut sudah mepet banget. Tapi setelah ngobrol lagi dengan pihak radio akhirnya mereka mau atur jadwal ulang sampai kita nemuin vokalis baru. Nah itu kita bikin audisi tuh. Tapi karena ngga gampang cari vokalis, akhirnya kita berempat audisi di dalam band, sampai akhirnya pilihan jatuh ke saya. Karena kata mereka diantara berempat cuma saya yang nyanyi nya ngga terlalu fals hahaha”, kata Omen menjelaskan

Bicara tentang scene pop atau katakanlah indie pop di Bandung terbilang timbul tenggelam, bergantian dengan scene musik lainnya yang juga terus bergeliat. Namun jika bicaraa scene pop di Bandung, hal tersebut kemudian tercatat di sebuah buku karya penulis muda Irfan Popish berjudul “Bandung Pop Darlings”, di mana di dalamnya berisikan band-band yang ada di scene ini dalam rentang waktu tahun 1995 sampai 2015, termasuk Peewee yang mencatat sedikit catatan kecil di buku tersebut.

Hal ini menurut Omen berpengaruh juga pada kemunculan kembali Peewee. Meskipun sebenarnya band ini masih terus produktif untuk bermusik, namun Peewee seperti menemukan momennya kembali tahun 2020, dan si ‘band mitos’ tersebut kini menampakan dirinya ke permukaan, meski menjadi berat karena mereka harus kehilangan vokalis tahun ini. “kita mah selalu semangat sih, dan mungkin kali ini lebih semangat untuk terus melahirkan karya”, ujar Omen. “Tunggu aja tanggal mainnya hahaha”, ujar Septa menambahkan.

BACA JUGA - Lebih Jauh Tentang Citra dan Cipta Karya The Panturas

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner