Music Video Review : Muschos Libre -

Music Video Review : Muschos Libre - "U La La"

Sumber foto : Diambil dari rilisan pers Orange Cliff Records, dan merupakan karya visual dari @dwikyka

Muchos Libre memfasilitasi orang-orang yang mengapresiasi karyanya agar mau berpikir liar, dengan menggabungkan manekin, gunung puntang, dan sang manajer yang mengabdikan hidupnya untuk pramuka.

Shahida Manzoor, dalam disertasinya yang mengutip Ovid Methamorposes, menyatakan bahwa “before ocean was, or earth or heaven, nature was all a like, a shapeless chaos”, yang menjelaskan tentang adanya keadaan tertib diawali dengan ketidaktertiban. Hal itu kemudian berbanding lurus dengan apa yang coba disajikan oleh Muchos Libre, dimana lewat musiknya mereka menghadirkan ketidakwarasan kolektif lewat lirik nihilis, dan dilengkapi pula dengan sajian visual video lirik single "U La La", yang berhasil mengimbangi itu.

Lagu “U La La” mewadahi keliaran berpikir diantara rasa sembelit yang dikejar deadline harus menyelesaikan pekerjaan menulis lirik, hingga kata-kata yang keluar menjadi serampangan, tumpang tindih tanpa arah, dan apakah itu menjadi masalah? Tentu saja tidak, mengingat Muchos Libre sepertinya tidak mengarahkan lagunya dengan interpretasi satu arah, dan tugas mereka hanya memfasilitasi pendengarnya agar bisa berpikir liar juga, dengan trigger yang mereka suguhkan.

Atau kalau pun pendengarnya malas untuk berpikiri liar, Muchos Libre berbaik hati memberikan ‘bocoran’ tentang lagu ini, dimana menurut mereka lagu "U La La" bercerita tentang watak kerasa kepala dan sifat malas sang gitaris, Rizky Varama, dalam mengasah bakatnya bermain gitar, yang kemudian ditimpali celotehan khas Syahrini berbunyi “U La La”. Bingung menemukan kaitannya? Temukan petunjuknya di video lirik yang mereka rilis, hasil kolaborasi dengan Fathur Rahman, Rizky Varama, Nizar Oktriyadi, Dally Anbar, dan diproduseri oleh Stuc Records.

Lalu apakah video lirik itu menjawab rasa penasaran tentang isi lagunya? Sayangnya tidak. Lagi-lagi mereka hanya memfasilitasi orang-orang yang mengapresiasi karyanya agar mau berpikir liar. Mereka menggabungkan manekin, gunung puntang, dan sang manajer yang mengabdikan hidupnya untuk pramuka, dengan ditingkahi teknik stop motion melalui kamera analog 35mm, hasil karya foto dari Fathur Rahman.

Menjabarkan apa yang Mucho Libre ingin hadirkan dalam karyanya bisa sebebas menulis kalimat “geliat perang dalam nadir memuncah dalam prahara getir darah yang tumpah ruah dalam rona jiwa hantu masa kini”, dimana kata-kata tidak dimaknai seperti seharusnya, ketika hitam tidak diartikan hitam, putih tidak diartikan putih. Bebas saja memaknainya, hingga pendengar maupun penikmat karya visual video lirik Muchos Libre ini menemukan kesenangan berimajinasi tentang piknik alam bawah sadar yang mengatakan jika bermusik itu menyenangkan.

Bermusik memang menyenangkan ketika si pemainnya tidak tahu mayor minor yang 'benar', tuning gitar, dan hal-hal detil lainnya yang membuat musik menjadi untuk dinilai dan didebatkan apakah musik ini terlalu indie, kurang indie, kurang cutting edge, kurang hipster, terlalu ngepop, dan lain sebagainya, hingga mengarahkan pendengar untuk jadi pengamat musik, bukan penikmat musik. Dan Muchos Libre beruntung dengan tidak dianugerahi bakat menulis lirik seperti Katon Bagaskara, yang bisa dengan runut bercerita tentang suasana Jogja dalam lagunya. Pun begitu dengan musiknya. Cukup bagi mereka menghantarkan sajian musik bertenaga, hanya dari sayatan distorsi yang dimainkan oleh Rizky Varama. Tidak perlu lah teknik tutti atau arpegio agar musiknya menjadi ‘berisi’, toh yang terpenting dari karya seni adalah esensinya, bukan pemanisnya.

1, 2, 3, 4, 5, 6 paragraf saya hitung, dan sampai paragraf ini saya lupa jika maksud tulisan ini dibuat adalah untuk mengulas video lirik lagu “U La La” ini. Tapi karena tidak ingin mencampuri imajinasi liar para penikmat karya Muchos Libre ini, saya tidak akan memberikan perspectif saya tentang video lirik ini, takutnya saya menjadi mengarahkan perspectif mereka dengan pandangan saya. Maka untuk itu saya kembalikan pada penikmat karya Muchos Libre saja. Yang jelas video lirik ini menjadi hiburan dikala band-band lain menyuguhkan karya visual mereka dengan cukup membosankan, karena hanya berkutat pada hal merajut citra agar dikagumi, dan membuat jarak antara dia dan penggemarnya.

Muchos Libre bisa ditemukan dimana saja, kapan saja, selama kita mau meluangkan waktu untuk bertingkah iseng saat mempersilakan imajinasi liar berada di kepala kita. Saat itulah kita bisa menemukan Muchos Libre. Bisa dalam bentuk Ahmad Dhani dengan kaos Hello Kitty, atau Ariel Noah dengan kostum Captain Amerika misalnya. Apa saja.  

BACA JUGA - Music Video Review : Dubyouth - "Roots"

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner