Merayakan Hari Puisi Sedunia Bersama Bung Fiersa

Merayakan Hari Puisi Sedunia Bersama Bung Fiersa

Sumber foto : https://www.esdunn.com.au

Jika Katon dan Ariel lahir dari ranah musik mainstream, maka jika dikerucutkan lagi pada ranah musik indie, kita akan menemukan nama Fiersa Besari sebagai musisi yang identik dengan puisi.

World Poetry Day, atau Hari Puisi Sedunia diperingati setiap tanggal 21 Maret setiap tahunnya. Dilansir dari halaman resmi PBB, penetapan tanggal 21 Maret ini dibahas pada tahun 1999 selama lebih kurang 30 sesi oleh UNESCO. Lembaga tersebut mengakui kemampuan unik puisi untuk menangkap semangat kreatif dari pikiran manusia.

Di Indonesia, setidaknya ada dua tokoh (fiktif?) yang membawa puisi menjadi sesuatu yang populer, dan menjadi tren di kalangan remaja. Rangga dan Dilan. Dua karakter dalam sebuah film ini sedikit banyaknya menggunakan medium puisi untuk ‘jualan’, atau menguatkan cerita yang dibangun dalam film tersebut. Rangga yang introvert, dengan semua hal misterius yang ada pada dirinya, berhadapan dengan Dilan yang extrovert, dengan semua kenakalan dan seribu satu cara dia mencari perhatian, terutama pada wanita yang disukainya, Milea.

Rangga kerap menulis puisi tentang kesendirian, dan tentang segala hal yang ingin dikutuknya dalam keheningan. Kalimat yang terkenal darinya seperti “bosan aku dengan penat, dan enyah saja kau pekat”, menjadi gambaran betapa membosankannya dunia Rangga, hingga akhirnya semua itu berubah ketika dia bertemu Cinta. Sedangkan Dilan hadir dengan puisi yang terbilang komikal, karena gaya penulisannya yang ditingkahi gaya komedi. Terkesan garing, namun dengan pembawaannya yang menyenangkan, puisi buatannya bisa membuat sang pujaan hati tersenyum tersipu malu, hanya lewat baris kalimat “jangan rindu, berat, kamu ga akan kuat, biar aku saja”.

Jika di dunia film ada Rangga dan Dilan, maka di dunia musik ada nama Katon Bagaskara yang identik sebagai penulis lagu paling puitis pada eranya. Diksi-diksi yang Katon pilih dalam lagu-lagu yang dia buat merupakan metafora menarik, yang mungkin menjadi anomali tersendiri jika dibandingkan lagu Slank atau Iwan Fals, dengan gaya penulisan lirik mereka yang straight to the point, serta pilihan diksi yang bisa kita temui setiap hari. Katon. Dia lebih nyaman menulis perihal negeri di atas awan, bunga tidur, atau menjemput impian, yang mungkin terbilang mengawang karena berisikan metafora yang melahirkan multitafsir, dengan pilihan diksi yang sungkan berkata gamblang.

Setelah Katon, penulis lagu yang terbilang puitis berikutnya adalah Ariel (yang saat itu masih menyandang nama Ariel Peterpan). Senada dengan Katon, gaya penulisan Ariel pun kerap menggunakan metafora yang bisa dibilang susah dijangkau oleh awam. Kata-kata seperti bintang, langit, taman, atau mimpi, menjadi kata-kata favorit Ariel dalam membuat lagu. Dengan pembawaannya yang terbilang karismatik, hal tersebut menjadi ‘branding’ yang sesuai ketika disatukan dengan kemampuannya mengolah kalimat puitis dalam sebuah lagu. Tidak butuh waktu lama bagi Ariel menjadi idola banyak wanita di Indonesia saat itu, dan mungkin sampai hari ini.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner