Menyimak Dangdut Rasa Baru Dari 7 Nada Solmisasi Saptarasa

Menyimak Dangdut Rasa Baru Dari 7 Nada Solmisasi Saptarasa

“Awalnya pengen bikin musik kaya gini justru pas gua dengerin The Beatles yang perkusinya pake tabla india gitu. Terus gua kepikiran kenapa gua ngga bikin dangdut kaya gini”, ujar Dewo.

Terbentuk pada tahun 2016 lalu, Saptarasa menjalani tiga tahun perjalanan bermusiknya dengan ragam pola kreasi seru yang mereka sajikan dalam musiknya. Mengamini musik dangdut sebagai musik rakyat yang lumrah disuguhkan di Indonesia, sebagai bagian dai khasanah budaya dalam negeri, kemudian hal tersebut mereka kombinasikan dengan ragam genre musik dunia seperti folk, rock, blues, hingga psychedelic. Dangdut eksperimental menjadi nama yang dirasa tepat menggambarkan musik mereka.

Ditemui disela-sela syuting DCDC Musikkita, mereka sedikit menarik kembali awal mula mereka terbentuk hingga tercetus nama Saptarasa yang menurut mereka memiliki arti perasaan dalam pikiran yang terbuat dari 7 nada solmisasi. Hal tersebut menjadi sejalan dengan musiknya yang mampu membuat pendengarnya menemukan rasa baru dari 7 nada solmisasi tersebut.

Banyak mengangkat perihal cinta, manusia, harapan dan kehidupan, mereka kemudian mengerucutkan hal tersebut lewat beberapa single yang mereka rilis, seperti contohnya lagu berjudul “Joyfull Laif”, yang diakui sang gitaris Erick sebagai sebuah lagu dangdut dengan sedikit sentuhan gospel serta akan mengingatkan pendengar pada sebuah game lawas. Tidak hanya itu, selain penulisan “Joyfull Laif” yang terbilang nyeleneh, artwork untuk single ini juga terbilang unik mengingat mereka menggunakan foto preweddingnya Ayu, sang kibordis Saptarasa.  

Kolektif musik yang digawangi oleh Dewo (vokal), Bramono (bas), Erick (gitar), Ayu (kibor), dan Ajo (perkusi) ini mengaku jika pada awalnya Saptarasa dibentuk dengan keinginan untuk memainkan musik dangdut/orkes dengan banyak eksperimen di dalamnya, Dewo yang merupakan anak dari musisi kawakan Joni Iskandar mengaku jika sedikit banyak dia terpengaruh dengan iklim keluarganya yang memang berkecimpung di dunia seni/musik.

“memang kepengaruh keluarga, tapi dari gua nya sendiri juga memang pengen eksplor. Awalnya pengen bikin musik kaya gini justru pas gua dengerin The Beatles. Jadi ada lagunya mereka yang berjudul “Within You Without You” yang perkusinya pake tabla india gitu. Terus gua kepikiran kenapa gua ngga bikin dangdut kaya gini. Jadi musiknya dipadukan dengan musik yang ada sekarang kaya Radiohead atau Arctic Monkey misalnya. Terus gua bikin demonya dan gua kasih ke anak-anak. Mereka juga paham arah musiknya kemana. Jadi lah musik Saptarasa kaya sekarang”, ujar Dewo menjelaskan musik Saptarasa.

Satu hal yang diamini oleh Erick jika musik dangdut sudah ada dimana-mana sejak mereka kecil. Hal tersebut kemudian tertanam di alam bawah sadar mereka, hingga musik dangdut bukan menjadi sesuatu yang asing bagi mereka. Bicara tentang dangdut atau lebih dikerucutkan ke orkes, satu hal yang kemudian menjadi sejalan dengan Saptarasa adalah pendahulunya, Orkes PMR (di mana Joni Iskandar (ayah Dewo) sempat menjadi ikon di grup tersebut). Namun ketika ditanya ada tidak keinginan untuk berkolaborasi dengan mereka, dengan disambut tertawaan dari Dewo dan personil lainnya mereka menjawab “ngga, udah keluar. Sama Phil Collin aja deh”, ujar mereka seraya tertawa.

BACA JUGA - Tak Anggap Serius, Musik Menjadi Arena Bermain Bagi Project Hambalang

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner