Menyibak Hal-Hal Menarik dari Pesisir Pantai

Menyibak Hal-Hal Menarik dari Pesisir Pantai

Kenapa tertarik mengambil nama The Panturas? Apa yang melatarbelakanginya?
"Karena, awalnya kami memang ingin membuat band dengan warna musik surf rock, dan ada band bernama The Ventures, yang sedikit banyaknya mempengaruhi kita ketika membuat musik. Secara nama juga The Ventures terdengar catchy di telinga kami, dan memang ketika kami belum menemukan nama band, kami sering mengistilahkan kegiatan bermusik kita dengan sebutan “ke Ventures-ventures an”. Akhirnya, kami inisiatif untuk mem-plesetkan nama The Ventures menjadi The Panturas. Menurut kami, The Panturas terdengar Indonesia banget lah, jadi ada semacam ada kearifan lokal juga di nama itu, karena identik dengan Pantai Utara yang merupakan salah satu nama tempat di Indonesia."

Secara nama band, musik, dan image yang kalian tampilkan, bisa dibilang kalian merupakan band yang tematik. Apa kalian merasa ada hambatan dari segi proses kreatif kalian di band dengan hal itu?
"Kebetulan, untuk materi di album kami yang sekarang tema besarnya itu laut. Tapi, hal itu pun tidak menjadi patokan juga, karena tidak menutup kemungkinan di album berikutnya kami membahas planet atau membahas dunia hantu. Jadi kita bebas aja, yang penting ada tema besar yang diambil untuk dijadikan benang merahnya dalam setiap album yang kita hasilkan. Meskipun, secara musik kita sebisa mungkin konsisten dengan surf rock ini, tentunya dengan beberapa influence musik lainnya, yang kita kombinasikan dengan cara kita meramu musik ala The Panturas, atau dalam istilah yang kami karang sendiri. Kami namakan musik kami dengan istilah pub rock selancar kontemporer. Hal ini karena kami tidak ingin stuck dengan pakem si surf rock itu sendiri, makanya kami eksplor juga sebagai cara kita memperkaya musik sub genre surf rock ini."

Pandangan kalian sendiri tentang surf rock di Indonesia seperti apa?
"Kami mengakui jika panutan kami di ranah musik lokal itu band The Southern Beach Terror, sebuah band surf rock dari Jogja. Jika dilihat dari roots musik ini di California sana, sub genre ini punya semacam kekhasan dari ketukan drumnya, juga pemilihan sound reverb dan gitar crunch. Namun, The Southern Beach Terror memasukan sentuhan distorsi ke dalam lagu mereka. Hal itupun adaptasi juga ke dalam musik kami. Sayangnya, band itu sudah tidak ada, meskipun orang-orangnya masih ada. Salah satunya Frau, seorang solois yang terkenal dengan lagu-lagu klasiknya, dengan sentuhan piano yang kuat itu. Dulunya, itu keyboardis The Southern Beach Terror.
Setelah The Southern Beach Terror, sepertinya band-band yang memainkan genre musik surf rock ini tidak terlalu banyak juga, bisa dihitung dengan jari lah istilahnya. Menariknya, band-band yang memainkan musik seperti ini kebanyakan datang dari daerah dataran tinggi, kaya dari Bogor, atau Bandung, dan di Jakarta sendiri datangnya dari Pantai Ancol, yang sebenarnya bukan merupakan pantai untuk surfing juga. Uniknya di Indonesia seperti itu."

Lagu kalian yang berjudul "Fisherman’s Slut" punya tema menarik yang jarang diangkat dalam sebuah lagu. Apa yang melatarbelakangi proses kreatif penciptaan lagu itu?
"Awalnya, Abyan membuat riff gitarnya terlebih dulu, dan niatnya ingin membuat lagu instrumental bahkan dari konsep musiknya sendiri. Tapi, kami mikir lagi. Kayaknya bosan kalau membuat band instrumental, jadi kami bikin lirik juga, meskipun susah pada awalnya. Lalu, ada teman kami Gogon yang menginterpretasikan riff gitar yang dibuat Abyan tadi dan menggambarkannya seperti libido nelayan (tertawa). Akhirnya, dari hasil celetukan teman kami itu, kami sepakat membuat tema lagu tentang itu. Secara detailnya sih lagu ini menggambarkan seorang pelaut atau nelayan yang melaut jauh, dan punya hasrat yang perlu dituntaskan. Awalnya, lagu ini diberi judul "Fisherman’s Libido", tapi kami ganti menjadi “Fisherman’s Slut”.
Kami menangkap satu fenomena yang didasari ketika kami baca koran yang membahas tentang perdagangan wanita di pesisir pantai. Para wanita ini berdandan dengan gaya, yang sebenarnya pemandangan seperti itu menjadi tidak lazim, karena biasanya sering kami lihat di perkotaan. Sedangkan, mereka berdandan seperti itu di pesisir pantai, menjajakan dirinya kepada anak buah kapal asing."

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner