Menyelami Ranah Virtual  Sebagai Pola Normal yang Baru

Menyelami Ranah Virtual Sebagai Pola Normal yang Baru

Dunia maya secara singkatnya adalah dunia yang kita reka melalui, -salah satunya- sosial media. Kita bisa mencitrakan diri kita ingin seperti apa dengan pola kreasi yang kita buat di dunia maya tersebut.

Segala macam keterbatasan yang terjadi saat ini kemudian membuat pola hidup banyak orang menuju tatanan pola normal yang baru, di mana yang biasanya pergi bekerja ke luar rumah, kini harus meletakan perangkat komputer jinjingnya di meja rumah, seorang guru yang biasa pergi mengajar di kelas, kini harus mengajar dari rumah, musisi yang biasa berkeliling manggung untuk tur, kini menjalani serangkaian konser virtual di kanal youtube atau live instagram juga dari rumah, dan banyak lagi lainnya yang menjalani serangkaian pola hidup normal yang baru tersebut.

Dunia digital kemudian menjadi solusi bagi banyak orang untuk tetap melakukan aktivitasnya, termasuk untuk musisi atau sebuah band. Segala macam yang musisi tawarkan kemudian bermuara pada kedigdayaan sosial media sebagai jembatan mereka muncul ke permukaan, atau bagi band lama, sebagai penanda jika mereka masih cukup keras kepala dalam melahirkan karya. Dunia digital juga bisa jadi ‘arena’ bagi mereka ‘menjual’ karya. Tidak lagi secara konvensional lewat promo tur yang panjang, kini ‘amunisi’ berupa lagu-lagu rilisan mereka dikenalkan di dunia maya, lengkap dengan persona yang ingin mereka citrakan di sana.

Dunia maya secara singkatnya adalah dunia yang kita reka melalui, -salah satunya- sosial media. Kita bisa mencitrakan diri kita ingin seperti apa dengan pola kreasi yang kita buat di dunia maya tersebut. Hal seperti itu kemudian bisa menjadi sesuatu yang positif ketika dipakai sebagai branding sebuah kolektif musik. Layaknya sebuah produk, seorang musisi atau sebuah band perlu mencitrakan dirinya sebagai produk terbaik yang bisa publik konsumsi. Jika itu band rock, maka tulislah jika itu band rock terbaik di dunia, jika itu seorang penyanyi, maka tulislah jika suaranya merupakan suara termerdu di dunia, dan seterusnya.

Tidak sedikit kita temui -beberapa diantaranya- ada band yang baru dibentuk setahun dua tahun, dengan pengalaman panggung minim, namun dengan bantuan tim di dunia maya band tersebut bahkan sanggup terlihat seperti sudah malang melintang puluhan tahun di belantika musik Indonesia. Tujuannya, publik bisa tertarik dengan karya yang mereka tawarkan, hingga akhirnya membeli album band tersebut, mengundangnya untuk manggung, atau bahkan jauh lebih dari itu, melibatkan bandnya dalam rangkaian promo ‘produk’ yang jauh lebih besar.

Bagi mereka, dunia maya perlu dirayakan layaknya sebuah gerbang yang membuka banyak band untuk tampil ke permukaan. Bahkan tidak hanya urusan musik, setiap harinya kita ‘dipaksa’ tahu dengan ragam selebrasi yang terjadi di dunia maya. Kita tahu jika teman kita sedang merayakan ulang tahun pernikahannya, ulang tahun anaknya, atau saat dia mendapat bonus sebuah mobil atau rumah baru.

Pun begitu dengan musik, atau band yang menjadi subjek utamanya. Tengok akun instagram band .Feast, yang menjadikan para personilnya sebagai tajuk utama di akun instagramnya. Mereka merayakan banyak hal di dunia maya, dari mulai perayaan perilisan single, album, atau bahkan ketika salah satu personil .Feast bertambah usia. Mereka merasa perlu merayakan itu, agar penikmat karyanya merasa jika .Feast adalah bagian dari mereka, dan para penggemarnya tersebut bisa ikut larut dalam selebrasi yang mereka buat, meski hanya di dunia maya. Caranya? Tuliskan caption “selamat & sukses” dalam kolom komentar instagram. Cukup.

Dunia digital dan segala macam kegiatannya sebagai pola normal yang baru tersebut adalah panggung yang masing-masing dari kita ciptakan sebagai ‘dunia’ kita. Setiap kanal bisa jadi rumah bagi siapa pun yang hendak berkunjung untuk sekedar melihat apakah penghuninya cukup ramah menyambut kita, atau apakah ‘isi’ rumah tersebut cukup menarik atau tidak. Semua punya cara masing-masing dalam menciptakan personanya.  

Barasuara, jadi salah satu band yang mencoba menerjemahkan itu dengan ragam cara mereka memperlihatkan ‘dapur’ rumahnya. Dari mulai dibalik layar pembuatan lagu-lagunya, hingga ketika mereka membeberkan koleksi album favorit yang membentuk musikalitas mereka di Barasuara. Apapun itu, sepertinya dengan atau tanpa adanya pandemik seperti sekarang ini, tatanan ‘dunia baru’ memang menuju ranah digital sebagai pola normal yang baru bagi banyak orang, termasuk pemusik dan para penikmat karyanya.

BACA JUGA - Serupa Tapi Tak Sama, Dua Lagu Ini Kisahkan Kebosanan Saat di Rumah

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner