Synchronize X Archipelago : Mengulas Pola Promosi dan Membangun Jejaring Di Ranah Digital.

Synchronize X Archipelago : Mengulas Pola Promosi dan Membangun Jejaring Di Ranah Digital.

Foto : Fikri Ihsan

Synchronize X Archipelago mengadakan suguhan talk show yang membuka wawasan tentang pentingnya berjejaring dan mengulas lebih jauh tentang pola marketing di ranah digital.

Bicara tentang musik dan industri yang melatarinya, ada hal-hal yang terbilang menjadi sangat relevan dihubungkan dengan itu. Contohnya networking, atau jejaring yang menjadi ‘nyawa’ agar industri ini tetap hidup. Hal tersebut kemudian diangkat ke permukaan oleh Synchronize yang berkolaborasi dengan Archipelago untuk menggelar program talk show dengan tajuk “Jejaring : Terhubung dan Terdukung”.

Dengan melibatkan nama-nama seperti Liza Fuady (Ingrooves Asia), Eben (Burgerkill), dan Vidi Nurhadi (Maternal Disaster) sebagai pembicaranya, acara yang digelar pada hari Sabtu, Jumat 23 Agustus di WU Backroom & Lounge ini, jadi satu hal yang membuka wawasan tentang pentingnya berjejaring dan mengulas lebih jauh tentang pola marketing di ranah digital, serta hal-hal apa saja yang bisa dilakukan sebuah band/musisi dalam memperkenalkan karyanya, agar bisa dikenal dan muncul ke permukaan.

Dibuka oleh Teguh Wicaksono sebagai moderator, acara dibuka sekira pukul tiga sore hari, dengan Eben yang didaulat untuk membuka pembahasan dengan sedikit kilas balik perjalanan Burgerkill di awal karirnya. Pola jejaring yang dilakukan oleh Burgerkill pada awal perjalanan karirnya terbilang konvensional, dengan banyak bersentuhan dengan komunitas. Dalam hal ini Eben menyebutkan nama Richard Mutter sebagai orang yang berjasa membawa Burgerkill muncul ke permukaan, lewat sebuah album kompilasi yang diinisiasi oleh Richard Cs.

Pola seperti ini terus dibawa oleh Eben bersama bandnya, Burgerkill, dimana diakui olehnya jika meskipun pola berjejaring sudah melalui ranah digital, hal-hal konvensional seperti pada era 90an awal dulu masih dilakukan, namun dengan skala yang jauh lebih besar, seperti kita bandnya menginvasi eropa. Eben membangun jaringan dengan orang-orang yang dianggap punya peran penting, seperti misalnya Dom Lawson, dari majalah Metal Hammer, dimana dirinya mengulas Burgerkill, hingga impact nya cukup signifikan bagi perkembangan karir band ini.

Berlanjut pada pembicara berikutnya, Liza Fuady, yang cukup banyak mengulas tentang pola marketing plan di ranah digital. Menurut Liza, bersama Ingrooves Asia dirinya memetakan konsep cukup detail, baik dari isu yang ingin ditampilkan musisi/band, maupun ‘gimmick’ yang berhubungan dengan karya yang ingin mereka lempar. Ditambahkan pula oleh Liza jika tidak seperti agregator lainnya yang hanya memajang klien nya tanpa berfokus pada pengolahan konten dan marketing plan nya, Ingrooves Asia terbilang cukup concern dengan materi lagu atau album yang mereka pegang.

Sedangkan Vidi Nurhadi (Maternal Disaster), menyoroti soal jejaring yang didasari oleh kesukaannya dengan musik, hingga hal tersebut menjadi kuat sebagai branding image dari clothing brand yang dibangunnya. Merasa sejalan dengan penciptaan branding nya, Vidi kemudian membuat Disaster Records, sebagai wadah band-band (biasanya band baru), yang dinilai sejalan dengan ‘cita rasa’ Vidi sebagai penikmat musik, dan orang dibalik clothing brand Maternal Disaster.

Acara kemudian berlanjut pada sesi tanya jawab dengan pengunjung yang datang. Banyak pertanyaan dilontarkan, dari mulai yang berbau teknis, hingga pernak pernik menarik seputaran musik. Beberapa diantaranya juga banyak yang mengetengahkan tentang rasa penasaran mereka tentang tips agar karyanya kemudian muncul ke permukaan. Satu hal yang dijawab Eben dengan sebuah pernyataan jika musik menjadi yang harus dijadikan fokus utamanya terlebih dahulu, sebelum akhirnya beranjak untuk memikirkan konten kreatif, hingga marketing plan yang dirunut dari A sampai Z, agar bisa ‘dimakan’ oleh khalayak banyak.

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner