Mengingat Kembali Sajian Siluet Atmosferik Trees And The Wild

Mengingat Kembali Sajian Siluet Atmosferik Trees And The Wild

Latar panggung dengan pencahayaan lampu yang minim, membuat kelima orang personil The Trees And The Wild nampak seperti siluet, dengan agresifitas melodi dan ritmis bersahutan

Bicara tentang  melodi atmosferik, lantunan vokal agresif, dan ambience bebunyian synth, yang kadang melodius namun tak jarang memekakan telinga, menuntun lamunan saya untuk mengarahkan pada sebuah pertunjukan Tress And The Wild tahun 2016 lalu. Ketika itu, di area konser yang bertempat di IFI Bandung, munculah lima orang personil The Trees And The Wild, yang tanpa tedeng aling-aling langsung menggebrak panggung dengan musik mereka. Latar panggung dengan pencahayaan lampu yang minim, membuat kelima orang personil The Trees And The Wild itu nampak seperti siluet, dengan agresifitas melodi dan ritmis bersahutan, yang bersinergi dengan humming dari vocalis Charita Utami.

Mereka disambut dengan koor penonton, yang nampaknya terbagi dua kelompok, antara kelompok yang memang telah siap menyambut agresifitas melodi dan ritmis dari The Trees And The Wild tadi, dengan kelompok penonton yang kaget, oleh intro lagu pembukanya, yang diakui atau tidak, pada titik tertentu bermain sampai titik akselerasi maksimum, dengan bebunyian distorsi gitar, synth, dan ketukan drum prima yang mengawali pertunjukan malam itu.

Selanjutnya, seakan enggan menurunkan atmosfir konser ditingkat agresif tadi, The Trees And The Wild, nyaris tanpa jeda mengantarkan lagu demi lagu mereka, dengan vibe yang sama. Jika saja menyempatkan untuk memejamkan mata, dan lebih peka dengan bebunyian distorsi gitar, synth, dan ketukan drum yang prima di pertunjukan malam itu, maka akan melahirkan asumsi jika kolaborasi suara itu sangat provokatif bagi penonton, dan memancing alam bawah sadar untuk berfantasi ke sebuah tempat utopis, merayakan kebisingan demi kebisingan dalam balutan synth dan distorsi. Mau tidak mau, siap tidak siap, bunyi-bunyian dari musik mereka seolah gerbang masuk ke tempat utopis tadi.

Tidak ada kata pengantar untuk setiap lagu yang dibawakan. Mereka sepertinya tidak ingin merusak mood konser yang membuat penonton “melayang”, dengan basa basi yang tidak perlu. Maka dari itu mereka cukup bertindak sebagai fasilitator dengan musiknya, kemudian penonton dipersilakan menikmati sajian musik yang provokatif memancing alam bawah sadar itu tadi. Sampai sekitar 8 atau 9 lagu (lupa tepatnya) mereka berhenti, dan gimik “pamit” pun dimulai. Namun tak lama karena penonton meminta encore.

Disesi kedua The Trees And The Wild mengajak penontonya kembali ke area konser, setelah “melayang” ke tempat utopis tadi. Pemilihan lagunya pun lebih song-able, sehingga koor penonton pun mulai riuh memadati area dalam gedung IFI Bandung malam itu, bernyanyi bersama di lagu-lagu hits mereka seperti “Empati Tamako”, lalu mengalun bersama nada-nada pentatonis di lagu  “Saija”, maupun berjingkrak menikmati ketukan ritmis di lagu “Derau Dan Kesalahan”. Latar panggung dengan pencahayaan yang minim pun perlahan berganti, dengan warna-warni terang, menandakan konser pada sesi kedua ini, The Trees And The Wild mau memainkan vibe musiknya lebih kalem. Setelahnya mereka kembali pamit, namun lagi-lagi penonton meminta encore, sampai akhirnya mereka menutup dengan lagu “Our Roots”.

Sumber foto : http://earthbeat.nl

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner