Menghubungkan Skater yang Bermusik, dan Musisi yang Bermain Skate

Menghubungkan Skater yang Bermusik, dan Musisi yang Bermain Skate

Seperti halnya basket yang menyentuh ranah hip hop, skateboard juga kemudian menjadi cukup identik dengan musik (khususnya punk), hingga banyak diantara para skater tersebut yang kemudian menjadi pelaku musik/musisi

Bandung pernah mencatatkan namanya sebagai barometer musik di tanah air, mengingat banyaknya musisi/band asal kota kembang yang kemudian muncul ke permukaan dan memegang peranan penting di ranah musik tanah air. Baik yang berada di arus utama atau arus pinggir, banyak musisi/band yang mencatatkan namanya menjadi cetak biru bagi scene musik di tanah air. Sejalan dengan itu, pergerakan lainnya yang diinisiasi anak muda Bandung kemudian juga menyentuh olahraga extreme, skateboard, di mana budaya berpapan seluncur ria ini kemudian berkaitan pula dengan kantung-kantung tongkrongan anak muda yang menggemari musik, dan bahkan beberapa diantaranya menjadi ‘pelaku skena’ musik -so called- indie di Bandung. Salah satu yang paling menonjol mungkin komunitas skateboard di taman lalu lintas, atau sering disebut dengan komunitas TL.

Salah satu skateboarder yang kerap terlihat di komunitas TL ini adalah Richard Christian Franklin Muttler, atau orang lebih mengenalnya dengan nama Richard Mutter. Menghubungkan skateboard, musik dan korelasinya dengan Richard maka hal tersebut akan mengerucut pada kata pionir, di mana Richard bersama bandnya, Pas Band menjadi perintis jalan bagi band-band setelahnya untuk bisa muncul ke permukaan dengan mengetengahkan etos mandiri sebagai polanya. Sedangkan dalam urusan skateboard, Richard merupakan salah satu anggota club skateboard paling tua di Bandung bernama Street Spyder, yang juga menjadi perintis jalan hingga skateboard menjadi cukup popular, khususnya di Bandung saat itu.

 

Richard saat masih aktif bermain skateboard dan berhasil menjadi juara 1 Skateboard Street Style Contest di Sportexpo, Balai Sidang, Jakarta, pada tahun 1989 (foto didapatkan dari akun instagram Richard Mutter @voreva)

Seperti halnya basket yang menyentuh ranah hip hop, skateboard juga kemudian menjadi cukup identik dengan musik, khususnya punk yang kerap menjadi soundtrack para skater kala berlatih papan luncur. Fakta menarik lainnya adalah ketika kita menghubungkan konteks referensi musik dengan olahraga ini. Beberapa diantara musisi yang ada pada era 90an mengaku jika mereka mendapat referensi dari para skater luar negeri yang kedapatan mengenakan kaus band atau pun majalah semisal Thrasher, yang khusus mengulas dunia skate, namun lengkap dengan pernik menarik lainnya seperti musik. Majalah tersebut bahkan kemudian menjelma menjai icon fashion dunia, mengingat adanya kombinasi menarik budaya urban disana, dari mulai skateboard, musik, dan tentunya fashion sebagai output dari para pelaku budaya urban ini.

Tidak seperti hari ini dengan arus informasi yang kencang, referensi musik dalam konteks era 90an menjadi sesuatu yang mahal dan susah didapat. Maka tidak heran jika bahkan hanya dari kaus band yang dikenakan para skater tadi bisa menjadi santapan bagi orang yang haus akan referensi musik. “jadi biasanya pas kita lihat para skater ini pake kaus band, kita langsung cari bandnya, yang pada saat itu masih jarang orang denger. Tapi itu jadi keasikan sendiri buat kita yang memang lagi nyari referensi musik”, ujar drummer Seringai, Edy Khemod. Khemod yang juga sempat merasakan ada di tongkrongan komunitas TL juga mengaku jika dia kemudian menemukan frekuensi yang sama dengan orang-orang yang menggemari musik dan skateboard di komunitas itu. Disana pula dia kemudian berkenalan dengan Arian 13, yang terkenal dengan bandnya Puppen, sampai kemudian Arian ngeband bareng Khemod di band Aparatmati dan memutuskan membentuk Seringai hingga hari ini.

Menggaris bawahi skateboard yang menjadi cukup identik dengan musik, khususnya punk, hal tersebut kemudian melahirkan frasa baru bernama skate-punk. Istilah ini kemudian populer beriringan dengan naiknya nama band Rosemary, di mana salah satu personilnya, Indra Gatot merupakan salah satu skater yang cukup punya nama, hingga ketika dia memutuskan untuk membuat band, hal tersebut kemudian jadi cukup identik dengan skateboard. Bahkan barisan penggemar Rosemary menamakan dirinya W.A.R.S yang merupakan kependekan dari “We Are Skatepunkers”. Bicara tentang W.A.R.S, pada awalnya istilah ini merupakan singkatan dari “We are Rosemary Skatepunk”. Nama ini merupakan identitas yang dipakai Rosemary untuk menyebut diri mereka sendiri. Namun seiring dengan berkembangnya jumlah penggemar Rosemary di berbagai kota di Indonesia, para fans fanatik ini dengan sendirinya mengklaim nama ‘WARS’ dan memplesetkan kepanjangannya menjadi ‘We are Skatepunkers’.

Tentang skate-punk sendiri, genre ini merupakan sub-kultur dari skateboard dan subgenre dari musik punk rock. Subgenre ini lahir di tahun 1980-an dan popular di kalangan skater. Menurut pengakuan mereka (para skater) katanya sih, lagu-lagunya enak buat ngiringin main di pool. Bisa dibilang skate-punk ini adalah hardcore punk yang lebih melodic, dengan sedikit unsur fun dari pop punk. Band-band seperti The Big Boys, JFA, dan Suicidal Tendencies bisa dibilang adalah pionir dari subgenre ini. Selain mereka, Agression, Drunk Injuns, RKL, Gang Green, NOFX, McRad, The Black Athletes, Tales of Terror, Stalag 13, Hogan's Heroes, dan The Faction juga disebut sebagai generasi pertama subgenre ini. Mereka semua lahir di tahun 1980-an awal, di mana para personelnya mayoritas skater, dan berangkat dari kultur hardcore punk

Namun, seiring berjalannya waktu para pemain skateboard yang menggemari musik, atau bahkan jadi pelakunya tidak hanya dimonopoli oleh musik punk, namun banyak juga diantaranya para musisi dari genre lain yang juga punya hubungan erat dengan olahraga extreme ini. Tidak jarang pula bahkan dalam beberapa garapan video musik memasukan skateboard sebagai bagian dari estetika visualnya. Seperti misalnya video klip Sonic Youth – “100%” hingga Burgerkill – “Integral”, yang juga memasukan skateboard sebagai bagian dari estetika visualnya.

Mungkin memang dalam perannya musik selalu bisa dikaitkan dengan apapun, tidak hanya skateboard, karena bahkan dalam sepak bola atau pun basket musik kemudian menemukan tandem yang asik, sampai akhirnya hal itu melahirkan budaya baru yang cukup punya pengaruh kuat hingga hari ini. Karena musik dan olahraga (apapun itu) selalu mengerucut pada perannya yang sanggup menggerakan penikmatnya, baik secara harfiah atau pun hal-hal filosofis di dalamnya.

BACA JUGA - Musik, Olahraga, dan Cara Keduanya ‘Menggerakan’ Manusia

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner