Menggoreng Isu Demi Mendapat Panggung?

Menggoreng Isu Demi Mendapat Panggung?

Kepekaan beberapa musisi merespon apa yang terjadi di lingkaran kehidupannya, tidak jarang disalahartikan sebagian orang dengan menuduh mereka menggoreng isu demi mendapatkan ‘panggung’.

Jika ada yang harus 'disalahkan' dari lagu cinta adalah ketika cinta dijadikan tema utama untuk ‘berjualan’, hingga pola tersebut menjadi formula yang banyak dipakai industri musik pada umumnya. Pun misalnya jika ada tema lain selain tema cinta dipakai untuk berjualan, maka bukan temanya yang bisa disalahkan, akan tetapi polanya yang pada akhirnya menjadi sebuah ‘formula’. Beberapa orang yang ingin keluar dari tema cinta kemudian menyentuh tema sosial untuk dijadikan ‘peluru’ dalam karyanya. Ada yang mengangkat perihal buruh, ketimpangan sosial, dan lain sebagainya, yang tidak jarang hal tersebut berujung dangkal, karena tidak dibarengi dengan pemahaman mendalam dari si empunya lagu.

Mungkin akan lebih baik jika band semisal Kahitna berbicara cinta, jika memang si empunya lagu hanya memahami tentang hal itu, dan mempersilakan band Efek Rumah Kaca misalnya, untuk bicara hal lain di luar tema cinta, jika memang tema cinta tidak atau kurang menarik bagi mereka. Sederhananya, mereka hanya bicara tentang sesuatu yang mereka mengerti. Lalu ketika itu direspon positif, mungkin karena apa yang mereka suguhkan terasa relate bagi pendengar.

Bicara tema lain di luar tema cinta, ada satu pernyataan menarik yang dilontarkan Cholil Mahmud dalam sebuah wawancara. Ketika itu Cholil mengatakan “jika semua lagu lo semuanya tentang cinta, apa hidup lo  penuh dengan cinta, dan ga punya masalah?”. Satu pernyataan yang berbuah pertanyaan bagi banyak orang juga, tentang kenapa lagu cinta begitu banyak dirilis di pasaran. Padahal ada begitu banyak tema selain cinta yang bisa diangkat ke permukaan. Apakah jika musisi yang selalu membuat lagu cinta itu tidak punya permasalahan dalam hidupnya? hingga hal itu tidak dituangkan dalam karyanya. Atau apakah permasalahan hidupnya hanya berkutat perihal urusan asmara?

Selain itu, tema di luar cinta bisa dibilang menjadi pertaruhan tersendiri, mengingat tema ini terbilang segmented, jika dibandingkan dengan pembahasan perihal perasaan jatuh cinta, atau pun kerinduan pada orang terkasih. Beberapa musisi yang memilih tema di luar cinta, biasanya memang bersentuhan langsung dengan apa yang mereka tulis. Misalnya saja Navicula, dengan Roby sebagai orang paling bertanggung jawab pada penulisan lirik lagu bandnya tersebut, yang memang dikenal sebagai seorang activist lingkungan, hingga hal tersebut berimbas pada karyanya, seperti lagu “Metropolutan” misalnya.

Namun kepekaan beberapa musisi merespon apa yang terjadi di lingkaran kehidupannya, tidak jarang disalahartikan oleh sebagian orang dengan menuduh mereka menggoreng isu demi mendapatkan popularitas atau limpahan materi. Tuduhan tersebut bisa jadi terlalu dini dilontarkan jika pada faktanya mereka tidak mengenal si penulis lagunya itu sendiri. Misalnya saja kejadian tentang seseorang yang berkomentar di akun instagram Iksan Skuter, yang melayangkan tuduhan jika Iksan ‘menggoreng isu’ demi mendapat ‘panggung’. Hal tersebut akan menjadi keliru jika seseorang tersebut tidak bersentuhan langsung dengan pergerakan yang Iksan lakukan.

Contoh lainnya misalnya band .Feast, yang lewat karya-karyanya bisa menangkap Indonesia ‘hari ini’. Kolektif ini dinilai bisa mewakili anak muda, yang mulai beranjak untuk bersuara. Sampai pada akhirnya .Feast bisa muncul ke permukaan dengan ragam isu yang terjadi di negeri ini, lantas apakah mereka menggoreng isu untuk mendapat panggung? Jawabannya mungkin hanya .Feast yang tahu, namun yang jelas apa yang mereka suarakan lewat musiknya, menjadi satu hal menyegarkan ditengah serbuan musisi folk lewat kopi senja nya itu.

Jadi apakah musisi yang berwacana dan mau repot-repot mengangkat isu tertentu, dianggap mencari panggung agar namanya muncul ke permukaan? Temukan jawabannya pada setiap bait lirik yang mereka nyanyikan. Apakah memiliki nyawa atau tidak, punya kedalaman makna atau tidak. Dan, oh iya bicara soal Iksan Skuter, saya berani bertaruh jika tidak akan ada orang yang tidak meneteskan air mata ketika mendengar lagu “Bapak” dan “Pulang”. Jika masih ada yang tidak tersentuh, mungkin memang nalarnya hanya bekerja saat dia ‘nyinyir’ saja.

BACA JUGA - Menyimak Cerita Personal Musisi di Genggaman Tangan

View Comments (0)

Comments (0)

You must be logged in to comment.
Load More

spinner